DG: Denny Gondo
JR: Joke Roos
Konsep menjalankan family business
DG: Prinsipnya sih pasti akan ada benturan-benturan, karena dua desainer itu memang tidak akan pernah menjadi satu. Ide akan selalu ada, tetapi sepanjang ide itu untuk sebuah kebaikan, saya terbuka. Meskipun saya ditunjuk sebagai leader, tetapi saya akan tetap melihat apa yang sebenarnya dirasakan mereka yang di bawah. Ada ide apa sih, selain yang ada di kepala saya? Jadi saya harus mendengar, masalah decision-nya nanti akan tetap mengikuti apa yang saya percaya atau ide dari Joke, atau dari tim lain, itu urusan kedua. Tetapi prinsipnya, kita harus open dengan semua ide.
Kekuatiran menjalankan family business
DG: Ada! Pasti ada.
JR: Kalau saya tidak terlalu.
DG: Sebagai laki-laki, nomer satu saya selalu katakan kalau bisa, kita mempunyai tidak hanya satu keranjang, ada dua keranjang. Karena suatu saat, apabila keranjang kita bermasalah, masih ada back up. Waktu kita bekerja sendiri-sendiri, saya merasa aman. Tetapi pada saat kita menjadi satu, ada kekuatiran itu. Sedangkan kekuatiran bahwa akan menjadi berantakan karena kita berantem dan lain-lain, kemungkinan itu ada. Karena mungkin saja sebenarnya tidak ada masalah, tetapi karena adanya urusan desain maka kita jadi bersitegang oleh karena masalah idealisme. Tetapi semua itu kalau tujuannya untuk kebaikan, saya ‘no problem‘ dan itu saat kita selesaikan, pasti selesai. Jadi kekuatiran itu sih pasti ada, lebih-lebih untuk masalah ekonomi pada waktu itu. Seperti yang saya bilang di awal, profesi ini tidak ‘seksi’, jadi mau buat sebagus apa pun belum tentu bisa dijual, belum tentu bisa menghasilkan. Kadang ada kekuatiran kalau kemudian kita gagal. Sebab tidak ada back up, keranjangnya cuma satu.
JR: Tetapi kalau saya tetap trust. Saya tetap ikut. Dia nahkodanya ke mana saja, saya dukung.
Perubahan pola hidup setelah bekerja bersama
DG: Jadi pada waktu itu saya merasakan karena kita satu rumah dan berkantor di rumah, pada waktu jam kerja kita bekerja, tetapi setelah karyawan pulang, kita masih terus bekerja. Sehingga kita merasa seperti tidak beristirahat dan pulang. Kita seperti bekerja 24 jam. Kadang melakukan diskusi pekerjaan pada saat makan, pada saat mengurus anak, dan itu terus berkembang. Itu cukup melelahkan hingga akhirnya kita sepakat pada suatu moment bahwa kita tidak boleh membawa pekerjaan ke rumah. Pada saat jam kerja selesai, berarti pekerjaan kita selesai. Pada saat kita sudah punya kantor, kita pulang ke rumah rasanya seperti pulang ke rumah. Tetapi itu pun ternyata ada celah-celah yang ternyata kita butuh untuk mengerjakan sesuatu di rumah sehingga akhirnya kita bisa membawa pekerjaan ke rumah tetapi tidak ada diskusi pekerjaan di rumah. Akhirnya kita masing-masing dapat membawa pekerjaan ke rumah sebagian–sebagian tetapi tidak ada diskusi. Diskusinya akan dilakukan di kantor jika membutuhkan klarifikasi. Jadi dilakukan limitasi.
Prinsip menjalankan family business
DG: Job desc-nya harus jelas. Kita handle yang mana, pasangan kita handle yang mana, dua hal ini harus jelas. Karena kalau kita tidak menguasai kemudian ikut campur dan memulainya dari a sampai z, pasti tidak akan bisa se-detail jika ada yang benar-benar fokus dan benar-benar fokus hanya dari a sampai c. Buat saya, orang itu pasti akan lebih detail dan lebih menguasai dari yang saya tahu. Tetapi untuk memberi input tidak masalah. Seumpama ada sebuah pendapat misalnya menurut saya, desainnya dibeginikan saja nih, bagaimana? Jadi itu sebuah question, bukan sebuah perintah ‘desainnya tolong dibikin seperti ini.” Tidak. Tetapi sebuah question. Jadi kalau kasusnya dengan pekerjaan kita di interior, misalnya eh… kalau bantalnya warna merah sepertinya lebih cocok dengan desain bangunan saya. Tetapi Joke dapat berpikir, bantalnya tidak boleh warna merah, karena warna merah sudah dipakai pada bagian lain. Ada hal-hal yang saya tidak tahu, karena Joke yang melakukan desain itu. Jadi prinsipnya kita kasih input jika inputnya tidak dipakai, tidak boleh sakit hati.
JR: Kita saling integrated saja sih.
DG: Jadi bukan sebuah perintah, tetapi sebuah masukan. Silakan dipertimbangkan, tetapi jika tidak diambil, no problem.
Seringkah saling memberikan ide?
DG: Sering!
JR: Biasanya kalau ditanya sambil santai, malah idenya keluar dan dia langsung ok.
DG: Kadang yang saya rasakan, kepraktisan seorang perempuan tidak didapat pada laki-laki. Saya ingin mendesain sesuatu yang bagus tapi ternyata tidak praktis secara pemakaiannya. Itu yang perlu ditanyakan, perlu dikonfirmasikan. Kadang ide itu keluar dari omongan seorang isteri. Dari pembicaraan yang ringan-ringan, keluar ide.
JR: Saya juga terkadang berpikir terlalu perempuan sehingga lebih ribet. Dia tinggal buka sumbatannya dan saya langsung mengerti.
Berpikir untuk bekerja sendiri-sendiri di kemudian hari
DG: Dulu saya bekerja dengan orang, tidak berpartner. Bekerja dengan orang, pasti ada batasan-batasan sehingga jika ada ide yang tidak bisa disampaikan maka akan saya pendam. Tetapi pada saat saya bekerja dengan pasangan, justru apa pun yang ada di benak saya, justru harus dikeluarkan meskipun ide tersebut belum matang. Ada hal-hal yang mungkin tidak akan saya ucapkan di tempat lain, sebab akan ditertawakan. Tapi pada saat saya bekerja dengan pasangan sendiri, saya bisa bebas. Ide liarnya itu bisa seliar mungkin.
Tentang Studio Air Putih dan impiannya
JR: Awal mulanya, saya sebagai wanita tidak berpikir untuk berkarir. Saya hanya berpikir bahwa tujuan saya adalah menjadi ibu yang sukses bukan sebagai wanita karir yang sukses. Pada saat Pak Deni juga masih bekerja di tempat lain, saya sambil mengurus anak mulai menerima pekerjaan kecil-kecil hanya untuk mengisi waktu kosong. Sampai pada akhirnya Pak Deni memutuskan untuk berdiri sendiri barulah kita bergabung, yaitu pada tahun 2000. Jadi kita memiliki waktu lebih banyak dalam satu proyek secara bersama sama.
DG: Bangunan warna putih di atas air yang agak melayang; transparan dan melayang. Ada air, ada bangunan warna putih, dan kita tim kecil bukan office besar sehingga kita sebut studio. Sehingga kita sebut Studio Air Putih. Mudah-mudahan desain kita menyegarkan seperti air putih. Kita bukan yang enak sekali, tetapi dengan desain yang sehat menyegarkan. Seperti kalau kita habis makan lalu minum, segar lagi.
DG: Kita ingin mempunyai bangunan yang maintenance-nya rendah, dalam arti kita tidak diperbudak bahwa bangunan harus dicat, harus di-maintain setiap tahun. Melainkan bangunan itu harus menua dengan baik. Jadi makin tua, kok makin keren, batunya maikin bagus. Jadi bukan kayunya hancur, batunya hancur, sehingga harus diganti. Jadi mungkin kelihatannya dari office kita, kita mulai educate klien sehingga mereka tahu ternyata kalau begini juga tidak apa-apa. Karena menurut saya dan Joke, tidak bijaksana juga bila trial and error di proyek orang. Kita harus trial and error di proyek kita sendiri sehingga kita tahu kelemahannya dan kebaikkannya yang akan diceritakan pada klien. Itu yang mungkin dreamsny bikin sesuatu yangtimeless, menua dengan baik, … maintenance.
JR: Mungkin in the future kalau misalnya ada restorasi museum kayaknya saya ingin.
DG: Tapi kalau ada kesempatan, sebuah museum akan dibuat di tempat lagi, saya ingin buat. Jadi ada dream itu.
Business Lounge Journal/VMN/BLJ