UPS

UPS Pertahankan Strategi Kurangi Bisnis Amazon

(Business Lounge – Global News) Di tengah gejolak global yang dipicu oleh ketegangan dagang dan tarif baru Amerika Serikat, United Parcel Service (UPS) tetap pada pendiriannya untuk memangkas lebih dari separuh bisnis pengirimannya dengan Amazon. Meski keputusan tersebut diumumkan sebelum serangkaian guncangan ekonomi terjadi, Chief Financial Officer UPS Brian Dykes menegaskan bahwa langkah ini adalah strategi jangka panjang yang menguntungkan secara finansial.

Dalam wawancara yang dikutip oleh The Wall Street Journal, Dykes mengatakan bahwa dunia telah berubah drastis sejak UPS pertama kali mengumumkan rencana untuk memutus sebagian besar hubungan bisnisnya dengan Amazon pada Januari lalu. Namun, perusahaan tetap yakin bahwa keputusan itu akan memberikan kendali lebih besar atas hasil keuangan UPS, terutama dengan mengurangi ketergantungan terhadap pengiriman bernilai rendah.

UPS telah lama bergulat dengan dilema struktural: bagaimana mengelola volume besar pengiriman dari Amazon yang seringkali bernilai marjin rendah. Sebagai contoh, sebuah sweater yang dikirim sejauh 20 hingga 30 mil menghasilkan pendapatan yang jauh lebih kecil dibandingkan pengiriman paket berat ke jarak jauh. Karena itu, UPS memilih untuk menyisakan hanya jenis pengiriman dari Amazon yang lebih menguntungkan, seperti paket yang berat atau pengembalian produk, sambil memangkas volume pengiriman jarak pendek yang tidak efisien.

Menurut laporan Bloomberg, Amazon menyumbang sekitar 12% dari total pendapatan UPS tahun lalu, atau setara dengan US$10,7 miliar. Namun UPS kini tengah melakukan penyesuaian besar untuk mengisi kekosongan tersebut. Langkah-langkah pemangkasan biaya secara agresif telah dimulai, termasuk pengurangan sekitar 20.000 pekerjaan operasional dari total 490.000 karyawan serta penutupan 73 fasilitas. Penghematan yang telah tercatat dalam tiga bulan pertama tahun ini telah mencapai US$500 juta, dan total efisiensi biaya untuk tahun ini diperkirakan akan mencapai US$3,5 miliar. Dykes mengatakan penghematan serupa akan dilakukan kembali pada tahun 2026.

Sementara memangkas ketergantungan pada Amazon, UPS mengarahkan fokusnya pada sektor-sektor pertumbuhan baru. Salah satunya adalah logistik dan transportasi kesehatan. Bulan lalu, UPS mengakuisisi Andlauer Healthcare Group asal Kanada senilai sekitar US$1,6 miliar. Akuisisi ini menyusul dua pembelian lainnya dalam bidang logistik kesehatan yang diumumkan pada akhir tahun lalu. UPS menargetkan pendapatan dari divisi kesehatan ini meningkat hampir dua kali lipat menjadi US$20 miliar pada tahun 2026 dari sekitar US$10,5 miliar tahun ini.

Selain itu, UPS juga memperluas pelayanannya untuk usaha kecil dan menengah (UKM), segmen yang dianggap lebih menguntungkan karena memiliki kekuatan tawar yang lebih kecil dibanding perusahaan besar. Menurut analis yang dikutip oleh Financial Times, UKM menggunakan lebih banyak layanan tambahan UPS, seperti pelacakan premium dan penanganan khusus, sehingga memungkinkan UPS mengenakan tarif yang lebih tinggi. Pada kuartal pertama 2025, UKM menyumbang sekitar 31% dari keseluruhan bisnis UPS, dan targetnya akan meningkat menjadi 35% pada 2026.

Namun, tantangan besar datang dari kebijakan tarif Presiden Trump yang baru, yang memukul rantai pasok global. Beberapa pelaku UKM, menurut Dykes, tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk menyesuaikan diri dengan perubahan cepat tersebut. Volume harian UPS di AS diperkirakan turun sekitar 9% dalam tiga bulan yang berakhir pada Juni dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meski demikian, UPS berharap dampak ini bersifat sementara, karena pelanggan telah terbiasa dengan volatilitas tarif sejak masa jabatan pertama Trump.

Dykes mengatakan kepada Reuters bahwa pelanggan UPS “sudah berpengalaman menghadapi tarif,” dan sebagian besar akan menyesuaikan rantai pasok mereka dalam waktu singkat. Namun, ia juga mengakui bahwa penyesuaian ini akan menciptakan tekanan jangka pendek terhadap volume pengiriman, terutama dari klien-klien kecil yang lebih rentan.

Analis pasar menyambut baik langkah UPS untuk memutus sebagian hubungan dengan Amazon, meskipun waktu pelaksanaannya bertepatan dengan ketidakpastian ekonomi global. Jason Seidl, analis transportasi senior di TD Cowen, menyebut bahwa keputusan ini “lebih baik dilakukan saat kondisi pasar sedang stabil,” namun tetap logis dari perspektif profitabilitas. “Langkah ini memperkuat margin UPS dengan memangkas pengiriman bernilai rendah,” ujarnya.

Langkah UPS juga mencerminkan tren yang lebih luas di industri logistik, yakni penyesuaian model bisnis terhadap lanskap e-commerce yang terus berubah. Rival utama UPS, FedEx, telah menghentikan kerja samanya dengan Amazon sejak 2019 ketika Amazon mulai membangun jaringan logistik sendiri. UPS sejak lama mencoba mengurangi ketergantungannya pada Amazon, namun baru bisa melakukannya secara tegas dalam beberapa bulan terakhir.

Menurut Bloomberg Intelligence, keputusan ini juga dipicu oleh kontrak tenaga kerja baru yang ditandatangani pada 2023 antara UPS dan serikat pekerja International Brotherhood of Teamsters. Perjanjian ini meningkatkan gaji dan tunjangan tahunan untuk pengemudi penuh waktu hingga sekitar US$170.000 per tahun, naik sekitar US$25.000. Beban tenaga kerja yang lebih tinggi membuat UPS harus mencari cara untuk meningkatkan marjin, salah satunya dengan menegosiasikan ulang harga dengan Amazon. Ketika permintaan kenaikan tarif tidak diterima, UPS memilih untuk mundur.

Analis David Vernon dari Bernstein menyimpulkan bahwa UPS menggunakan momentum pembaruan kontrak dengan Amazon sebagai peluang untuk mengalihkan fokus ke pelanggan yang lebih menguntungkan. “Ketika mereka kembali ke meja negosiasi dan tidak bisa menaikkan harga, maka pilihannya adalah mengakhiri hubungan itu,” ujarnya.

Ke depan, UPS dihadapkan pada dua realitas yang saling bertolak belakang: di satu sisi, ia berusaha membangun masa depan berbasis layanan logistik kesehatan dan UKM yang menjanjikan profitabilitas lebih tinggi; di sisi lain, ia harus menghadapi tekanan eksternal dari tarif dan permintaan global yang lemah. Namun, dengan strategi penyesuaian biaya yang agresif dan pergeseran portofolio pelanggan, UPS tampaknya siap untuk tetap kompetitif meskipun kehilangan sebagian besar bisnis dari pelanggan terbesarnya.