(Business Lounge Journal – Event)
Sebuah Pameran Kelompok Seniman Perempuan di Gajah Gallery Jakarta
19 April – 11 Mei 2025
Delapan seniman perempuan Indonesia berkumpul dalam sebuah pameran yang menggugah dan penuh refleksi di Gajah Gallery Jakarta. Bertajuk Renjana, Rencana, Wacana, Bencana (Desire, Design, Discourse, Disaster), pameran ini membuka ruang untuk melihat proses kreatif sebagai perjalanan yang tak linier—penuh gairah, kehendak, pertarungan makna, dan momen-momen kehancuran yang justru melahirkan pemahaman baru.
Dimulai pada 19 April hingga 11 Mei 2025, pameran ini akan dibuka secara resmi oleh Ibu Irene Umar, Wakil Menteri Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Lebih dari sekadar menampilkan karya, Renjana, Rencana, Wacana, Bencana menjadi ruang dialog yang mempertanyakan bagaimana penciptaan terjadi—apakah dari keinginan terdalam, dari sebuah rancangan, melalui percakapan, atau justru saat semuanya runtuh?
Melibatkan seniman Agnes Christina, Agnes Hansella, Betty Adii, Candrani Yulis, Dzikra Afifah, Elia Nurvista, Restu Ratnaningtyas, dan Theresia Agustina Sitompul, pameran ini menampilkan beragam medium—dari lukisan, instalasi, tekstil, patung, hingga media baru. Mereka menggali cerita personal, pengalaman kolektif, dan ruang-ruang yang sering kali luput dari narasi besar.
Alih-alih memberi jawaban, para seniman justru membiarkan ketidakpastian hadir. Mereka menelisik gesekan antara struktur dan intuisi, serta membuka kemungkinan baru di tengah kerentanan proses kreatif. Renjana memantik gerak. Rencana memberi bentuk. Wacana menguji batas. Dan bencana, alih-alih menjadi akhir, justru mengungkap sesuatu yang lebih dalam.
Karya-karya yang dipamerkan menolak alur tunggal. Tahapan dalam proses penciptaan saling berbenturan, mengulang, berubah arah. Di titik tertentu, keretakan pun muncul—dan di sanalah, sesuatu yang baru menuntut untuk dikenali, bukan untuk diselesaikan.
Dengan kepekaan dan kekuatan yang melekat pada pengalaman perempuan, pameran ini menjadi penanda bahwa penciptaan tidak pernah steril. Ia dibentuk oleh sejarah, tubuh, ingatan, dan realitas sosial yang terus bergerak. Melalui keberanian untuk bersuara dan keberanian untuk diam, para seniman menunjukkan bahwa dalam seni, makna selalu terbuka, dan setiap kehancuran bisa menjadi awal dari percakapan baru.
Disusun dengan esai kuratorial oleh Anathapindika Dai dan didukung oleh berbagai mitra media—Business Lounge Journal, Harper’s Bazaar Indonesia, HighEnd, IndoArtNow, serta komunitas Seniman Muda Berkarya—pameran ini diharapkan menjadi momentum penting dalam lanskap seni kontemporer Indonesia, khususnya bagi suara-suara perempuan yang terus mencipta dan merespons.


