Dream Society (1)

(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Seorang teman di Berlin pernah mengajak saya menyaksikan opera Si Bongkok (Hunch Back) dari Notredam. Dialog yang digunakan tentu saja dalam bahasa Jerman yang tidak saya kuasai. Namun, karena cerita klasik itu sudah lama saya kenal, ditambah dengan alunan musik dan teknologi panggung yang indah, opera itu mampu menggerakkan emosi saya. Cerita Si Bongkok tentu saja bukan hanya familiar di telinga saya. Anak-anak saya sejak kecil sudah mengenal cerita itu dari gurunya di sekolah atau lewat buku cerita yang banyak diperjualbelikan.

Kebetulan saya berkesempatan mengunjungi Prancis. Setelah memberikan business and marketing workshop di Hotel Sol Melia Paris, saya membawa keluarga mengunjungi pusat-pusat kebudayaan Prancis yang terkenal indah itu. Tentu saja salah satu sasaran kami adalah Katedral Notredam, tempat tinggal Si Bongkok yang dalam cerita itu mendapat tugas membunyikan lonceng gereja. Di depan bangunan gereja sudah ada ratusan orang yang berada dalam antrean panjang. Hujan dan udara dingin (ketika itu suhu udara sekitar 4 derajat) tidak menyurutkan minat mereka untuk antre. Ternyata, orang-orang itu sedang antre untuk naik ke menara gereja. Konon, disanalah Si Bongkok bersembunyi di kala hidupnya.

Saya sendiri bersama keluarga memilih untuk menghindari antrean dan bermain di halaman depan gereja. Di sana ada sebuah tanah bidang yang cukup luas. Istri saya lalu bercerita. ”Mungkin disinilah tempat orang-orang gipsi dulu berpesta, menari,” katanya. Anak-anak saya yang mengenal cerita Si Bongkok dari komik yang dibacanya kala bersekolah di Amerika meneruskan cerita itu. Sementara itu, pikiran saya hanyut dengan gambar-gambar yang kembali berputar dari opera yang saya saksikan di Berlin. Saya bayangkan gadis gipsi yang ramping dan cantik yang menimbulkan kegamangan hati Si Bongkok. Ia menari-nari bersama teman-temannya, kaum miskin gipsi persis di depan gereja Katedral yang sekarang ada di depan mata saya. Sementara itu, dari atas menara gereja, saya menangkap sepasang mata yang tajam yang tak lain adalah sorot mata Si Bongkok.

Si Bongkok tak pernah ada di Katedral

Setelah hanyut dalam lamunan itu kami lalu masuk ke dalam bangunan gereja yang terbuka untuk kunjungan turis. Di pintu masuk tertera kata ”harap tenang”. Dan di pintu masuk ada petugas yang menjual berbagai barang suvenir, termasuk rosario, kaset, dan CD lagu-lagu klasik, serta buku-buku cerita. Anak saya lalu bertanya, apakah mereka mempunyai buku yang menceritakan lahirnya cerita Si Bongkok. Petugas wanita hanya tersenyum, juga dua orang Prancis yang ada disebelah kami. ”Tidak Ada,” katanya, ”Cerita Si Bongkok tidak ada hubungannya sama sekali dengan pembangunan gereja ini.”

Ternyata cerita Si Bongkok itu cumalah mitologi yang dikarang manusia dan tidak pernah terjadi sungguhan. Namun, saya percaya, seperti juga kami, pengunjung dari mancanegara yang berbondong-bondong ke gedung ini juga digerakkan oleh cerita Si Bongkok. Saya bahkan sangat yakin, mereka yang antre menaiki tangga menuju ke menara hanyut dengan mitologi itu.

Pembaca, Prancis dengan 60 juta penduduknya setiap tahun menerima lebih dari 70 juta wisatawan asing. Siapakah mereka? Mereka inilah yang disebut Rolf Jensen sebagai The Dream Society yang sekarang juga banyak ditargetkan para pemasar.

 

(Rhenald Kasali, Ph.D/AA/TML)

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x