volkswagen robotaxi

Ambisi Robotaxi Volkswagen Saingi Tesla dan Waymo

(Business Lounge – Global News) Volkswagen tengah mempercepat langkahnya dalam persaingan kendaraan otonom global, kali ini lewat robotaxi berbasis minivan listrik yang sudah diuji coba di jalanan Jerman dan dijadwalkan memasuki pasar Amerika Serikat pada tahun depan. Dengan ini, Eropa mulai mengejar ketertinggalan dari dominasi teknologi otonom yang saat ini dipimpin oleh perusahaan-perusahaan raksasa asal Amerika dan China.

Kendaraan yang digunakan adalah versi khusus dari VW ID. Buzz, sebuah minivan listrik bergaya retro yang diadaptasi dengan teknologi self-driving mutakhir. VW menggandeng anak perusahaan mereka, Cariad, untuk pengembangan perangkat lunak, serta bekerja sama dengan Mobileye—startup asal Israel yang berada di bawah naungan Intel—untuk integrasi sistem penggerak otonom. Target mereka bukan sekadar membangun kendaraan otonom, tapi menciptakan layanan robotaxi penuh dalam skala luas.

Seperti dilaporkan oleh The Wall Street Journal, kendaraan ini telah mulai diuji dalam operasi terbatas di Hamburg dan Munich, melayani pengemudi uji dan teknisi dalam kondisi lalu lintas nyata. Pengujian di Jerman dianggap sebagai tahap awal sebelum kendaraan tersebut dibawa ke jalanan Austin, Texas, sebagai lokasi uji coba pertama di AS pada 2026. Ini merupakan strategi besar VW dalam memasuki pasar layanan mobilitas tanpa pengemudi yang selama ini dikembangkan lebih agresif oleh perusahaan seperti Waymo milik Alphabet, dan unit Full Self-Driving milik Tesla.

Volkswagen bukan pemain baru dalam ambisi mobilitas masa depan. Namun, dibandingkan dengan pendekatan agresif Elon Musk yang menjanjikan fitur self-driving penuh pada Tesla, atau Waymo yang telah mengoperasikan robotaxi di Phoenix dan San Francisco, pendekatan VW lebih hati-hati dan berjenjang. Alih-alih mengejar peluncuran secepat mungkin, mereka memilih menyempurnakan infrastruktur dan regulasi sambil membangun kemitraan strategis.

Perbedaan lain terletak pada fokus geografis. Sementara Waymo dan Tesla menjadikan AS sebagai panggung utama, VW melihat potensi jangka panjang di Eropa dan negara-negara dengan kota padat dan kebutuhan akan transportasi umum ramah lingkungan. Dalam wawancara dengan Handelsblatt, eksekutif VW menyebut bahwa solusi mobilitas masa depan harus cocok dengan konteks urban Eropa, yang lebih mengutamakan efisiensi ruang, keselamatan pejalan kaki, dan integrasi dengan sistem transportasi publik.

ID. Buzz versi robotaxi ini menggunakan teknologi kamera dan radar 360 derajat, sensor lidar dari Mobileye, serta sistem pemrosesan data yang mampu membuat keputusan dalam hitungan milidetik. Interior kendaraan diubah total—tidak ada setir, pedal gas, atau rem di versi otonom penuhnya. Sebagai gantinya, ruang duduk lebih menyerupai lounge, dengan layar interaktif dan konektivitas tinggi.

Jika berjalan sesuai rencana, VW akan menawarkan layanan robotaxi berbasis aplikasi di beberapa kota besar mulai pertengahan dekade ini. Di Eropa, proyek percontohan akan dimulai di Hamburg dan Paris. Di AS, Austin dipilih sebagai lokasi pertama karena kota tersebut telah membuka regulasi yang ramah terhadap kendaraan otonom dan memiliki jaringan jalanan yang cocok untuk pengujian real-time.

Menurut laporan dari Bloomberg, pasar kendaraan otonom global diproyeksikan bernilai lebih dari $500 miliar pada 2030. Namun hingga kini, hanya sedikit perusahaan yang mampu mengoperasikan robotaxi secara komersial dan konsisten. Waymo dianggap sebagai yang terdepan dalam stabilitas dan skala, sementara Tesla masih mengandalkan pendekatan semi-otonom yang membutuhkan intervensi pengemudi.

Dengan masuknya VW ke dalam arena ini, peta persaingan bisa berubah. Keunggulan VW terletak pada produksi massal kendaraan, jaringan distribusi global, dan kekuatan merek yang telah teruji. Ini menjadikan mereka punya kapasitas untuk mengintegrasikan robotaxi ke dalam ekosistem mobilitas sehari-hari dengan lebih cepat begitu teknologinya matang.

Namun tentu saja, tantangan besar tetap ada. Salah satu hambatan utama adalah regulasi dan kepercayaan publik. Di Eropa, kendaraan otonom masih menghadapi keraguan dari otoritas dan pengguna jalan. Dalam survei yang dilakukan oleh Deloitte, hanya sekitar 30% warga Eropa yang merasa nyaman berada di dalam kendaraan tanpa pengemudi. Untuk itu, VW harus tidak hanya membuktikan bahwa teknologinya aman, tetapi juga membangun pengalaman pengguna yang meyakinkan.

Persaingan dengan Waymo dan Tesla juga bukan sekadar soal teknologi, tetapi juga soal data. Perusahaan seperti Google (induk Waymo) memiliki akses ke miliaran titik data lokasi, lalu lintas, dan pengguna internet—yang bisa digunakan untuk menyempurnakan algoritma otonom. Tesla, di sisi lain, mendapatkan umpan balik dari jutaan kendaraan yang sudah beredar dan mengumpulkan data jalan setiap hari. VW harus mengejar dengan cepat, membangun sistem data yang kuat sambil menjaga privasi dan kepatuhan terhadap regulasi Uni Eropa yang sangat ketat soal perlindungan data.

Meskipun belum sedominan para pemimpin pasar, langkah VW menunjukkan bahwa lanskap kendaraan otonom semakin meluas ke berbagai benua. Kehadiran pemain besar Eropa seperti Volkswagen memberi sinyal bahwa masa depan mobilitas tidak hanya akan ditentukan oleh Silicon Valley dan Shenzhen, tetapi juga oleh pabrikan-pabrikan tradisional yang mulai mendefinisikan ulang diri mereka sebagai penyedia layanan teknologi.

Dengan pendekatan yang lebih terukur dan berbasis kemitraan, Volkswagen mencoba menjawab pertanyaan besar: apakah kendaraan tanpa pengemudi akan menjadi layanan eksklusif, atau justru menjadi bagian dari infrastruktur transportasi umum sehari-hari? Jawaban atas pertanyaan itu akan menentukan bukan hanya arah industri otomotif, tetapi juga bentuk kota-kota masa depan.