(Business Lounge – Global News) Hermès, rumah mode mewah asal Prancis yang dikenal dengan produk ikonis seperti tas Birkin dan syal sutranya, melaporkan peningkatan pendapatan pada kuartal pertama tahun ini. Namun, di balik angka yang masih positif, muncul tanda-tanda perlambatan yang tidak bisa diabaikan. Berdasarkan laporan perusahaan dan analisis dari Bloomberg serta Financial Times, pertumbuhan penjualan Hermès melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu, menandai kekhawatiran yang lebih luas di sektor barang mewah di tengah ketidakpastian ekonomi global dan ancaman tarif dari Amerika Serikat.
Dalam laporan keuangannya, Hermès membukukan pertumbuhan pendapatan organik sebesar 14,2% pada kuartal pertama, dibandingkan dengan 23% pada kuartal yang sama tahun lalu. Penjualan bersih mencapai sekitar €3,8 miliar, sedikit di atas ekspektasi pasar, namun laju pertumbuhan yang melambat menunjukkan bahwa bahkan merek mewah sekaliber Hermès tidak kebal terhadap gejolak ekonomi global.
Ancaman tarif baru dari AS terhadap produk-produk impor asal Eropa, khususnya barang mewah, menjadi salah satu perhatian utama. Presiden AS Donald Trump yang kembali menggencarkan retorika proteksionis, disebut The Wall Street Journal, tengah mempertimbangkan tarif tambahan terhadap barang-barang dari Prancis dan negara-negara Uni Eropa sebagai bagian dari strategi negosiasi dagang yang lebih agresif. Produk fesyen, termasuk tas dan aksesori kulit, disebut-sebut masuk dalam daftar yang mungkin dikenai tarif.
Selain risiko tarif, perlambatan permintaan di beberapa pasar utama juga menjadi faktor kunci. Di Tiongkok, pasar terbesar bagi Hermès dan industri mewah secara umum, permintaan konsumen masih melemah seiring tekanan ekonomi domestik dan melemahnya daya beli kelas menengah. Reuters mencatat bahwa meskipun Hermès mempertahankan basis pelanggan ultra-kaya yang relatif stabil, pertumbuhan penjualan dari konsumen muda dan emerging affluent mulai tertekan.
Pasar AS juga mulai menunjukkan tanda-tanda pelunakan. Menurut laporan CNBC, meskipun Hermès masih mencatatkan pertumbuhan di kawasan Amerika, intensitasnya menurun signifikan dibanding tahun sebelumnya. Konsumen AS disebut lebih selektif dalam membelanjakan uang mereka untuk barang mewah, sebagian karena ketidakpastian seputar suku bunga, inflasi, dan kemungkinan resesi.
Direktur Keuangan Hermès, Eric du Halgouët, dalam konferensi pers perusahaan mengatakan bahwa perusahaan tetap “hati-hati namun optimistis.” Ia mengakui adanya ketidakpastian makroekonomi dan tekanan geopolitik, namun menekankan bahwa permintaan terhadap produk ikonik Hermès tetap kuat. “Kami tidak melihat tanda-tanda perlambatan yang dramatis, namun kami juga tidak bisa mengabaikan dinamika eksternal yang berubah cepat,” ujarnya, dikutip Financial Times.
Beberapa analis melihat bahwa strategi eksklusivitas Hermès—yang membatasi suplai dan mempertahankan harga tinggi—masih menjadi kekuatan utama mereka di tengah volatilitas pasar. Namun strategi ini juga membuat perusahaan lebih tergantung pada pelanggan setia dan kurang mampu menangkap pertumbuhan dari segmen konsumen baru yang lebih sensitif terhadap harga.
Hermès juga menghadapi tekanan dari sisi biaya. Kenaikan harga bahan baku, logistik, dan potensi tarif impor menambah beban operasional, meskipun margin perusahaan tetap mengesankan dibanding pesaingnya seperti LVMH atau Kering. Bloomberg Intelligence memperkirakan bahwa jika tarif AS benar-benar diterapkan, Hermès bisa menghadapi biaya tambahan puluhan juta euro per tahun, tergantung skala dan cakupan tarif.
Meskipun demikian, saham Hermès masih bertahan relatif stabil. Investor tampaknya masih memberikan kepercayaan pada merek ini sebagai simbol stabilitas di sektor barang mewah, bahkan saat kompetitor seperti Gucci dan Louis Vuitton mulai menunjukkan tanda-tanda tekanan lebih besar. Menurut analis dari Jefferies, “Hermès memiliki positioning yang unik dan basis pelanggan yang sangat loyal. Mereka mungkin tidak tumbuh secepat dulu, tapi mereka tumbuh dengan cara yang lebih terkendali dan tahan guncangan.”
Ke depan, Hermès akan mengandalkan ekspansi toko fisik di pasar Asia Tenggara dan Timur Tengah, serta peluncuran koleksi baru di lini fesyen dan perhiasan untuk menjaga momentum. Namun dengan meningkatnya ketegangan dagang antara AS dan Eropa, serta perlambatan konsumsi global, perusahaan ini harus menavigasi tantangan yang semakin kompleks—tanpa mengorbankan citra eksklusivitas dan keanggunan yang telah menjadi ciri khasnya.