Interview Esti Nurjadin (Owner of D Gallerie): Masa Depan Galeri Indonesia

(Business Lounge Journal – Interview Session)

Kali ini Business Lounge Journal mengunjungi D Gallerie, sebuah galeri seni rupa di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta. Berbincang dengan sang pemilik, Esti Nurjadin, ada berbagai hal menarik yang kami perbincangkan. Mulai dari bagaimana G Gallerie berdiri, kabar dunia seni rupa dan galeri Indonesia pada masa pandemi, hingga bagaimana seni rupa menjadi bagian dari sejarah bangsa kita tercinta.

D Gallerie

D Gallerie berdiri sejak tahun 2001 untuk mengakomodir kesukaan ayahanda dari Esti akan seni rupa. Dibangun sebagai private gallery, D Gallerie pun dimaksudkan hanya untuk dinikmati secara pribadi. Namun pada tahun 2007, Esti yang dibesarkan oleh kedua orang tua yang sangat mencintai lukisan, mulai mengambi alih D Gallerie. Esti pun membawa perubahan dengan mulai berkonsentrasi pada contemporary art dari emerging artist.

Mengaku tidak bisa melukis, namun Esti sering kali memiliki feeling yang kuat akan para emerging artist yang kemudian terbukti sukses karena hasil karyanya yang bagus.

Dalam setahun, D Gallerie akan mengadakan pameran sebanyak 4 hingga 6 kali. Selain itu juga akan ikut berpartisipasi pada berbagai Art Fair, baik di Jakarta, bahkan di luar negeri seperti Singapura, Korea Selatan, Belanda, juga Dubai.

Seni rupa di masa pandemi

Pademi memang terasa sangat memukul dunia seni. Ada sesuatu yang hilang, demikian diungkapan Esti bagaimana para tahun 2020, berbagai pameran tidak dapat diadakan. Namun berbagai inovasi diadakan sehingga semua pameran dapat tetap terselenggara walaupun secara daring.

Namun pameran online telah meniadakan berbagai interaksi antara penikmat seni dan karya seni secara langsung. Juga meniadakan interaksi antara pengunjung, seniman, kolektor, dan juga kurator. Semua itu terasa hilang ketika dunia memasuki masa pandemi.

Para anak muda yang semula sering melakukan selfie di depan karya seni dan memamerkannya di sosial media mereka, tidak lagi dapat melakukannya.

“Penjualan tetap dilakukan. Tetapi harga-harga kita buat serendah mungkin supaya menarik. Karena tanpa lihat barang secara fisik, orang tentunya tidak mau spent terlalu mahal. Jadi dicoba dengan entry point yang lebih affordable selama pandemi,” ujar Esti.

galeri Indonesia

Bangkit Kembali

Setelah dua tahun berlalu, dunia seni rupa kembali bangkit. Art Jakarta pun mengadakan Art Fair tahunannya secara outdoor dengan nama Art Jakarta Garden pada April lalu. Acara ini pun disebut menjadi pengobat rindu bagi para pelaku dan pencinta seni.

Berencana untuk mengikuti Art Jakarta 2022, maka D Gallerie pun sudah bersiap sejak akhir tahun 2021. Walapun sebelumnya setiap galeri bisa saja sudah melakukan art event masing-masing, tetapi Art Jakarta 2022 yang akan di adakan di JCC pada 26 – 28 Agustus 2022, tentunya akan menjadi art fair besar pertama di tahun ini. Hal ini sudah tentu akan berdampak pada penjualan galeri.

Berdasarkan pengalaman Art Jakarta Garden, maka pada Art Jakarta 2022, D Gallerie akan membawa juga karya seni 3 dimensi selain lukisan-lukisan yang sudah dipersiapkan.

Saksi Sejarah

Sangat menarik, dalam perbincangan kali ini Esti menuturkan bagaimana seni rupa juga telah menjadi alat dalam merekam sejarah perjuangan Bangsa Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada masa perjuangan bangsa kita, belum ada gadget dan kamera pun masih sangat terbatas.

Namun para seniman, dengan cepat membuat sketsa untuk merekam berbagai kejadian yang ada.

Henk Ngantung (Gubernur DKI Jakarta 1964 – 1965), menjadi salah satu tokoh yang merekam Perjanjian Linggardjati dan Perjanjian Renville dengan sketsa cepatnya. Hal yang sama juga dilakukan oleh S. Sudjojono dengan sketsanya yang mengabadikan pertempuran antara Sultan Agung dan J.P.Coen.

Telah banyak seniman Indonesia menjadi bagian dari sejarah bangsa kita.

galeri indonesia

Galeri di Masa Depan

Esti juga berpendapat bahwa dalam masa di antara pandemi dan post pandemi ini, akan lebih banyak kolaborasi di antara galeri. “Saya rasa kita tidak akan bisa balik seperti dulu lagi, apalagi dengan adanya teknologi,” ujar Esti.

“Jadi saya melihat ke depannya, akan lebih banyak kolaborasi antara galeri. Ego masing-masing galeri akan berkurang,” lanjut Esti.

Esti pun yakin akan lebih banyak galeri yang melakukan exhibition bersama atau saling support seniman. Kalau pada waktu yang lalu ada banyak persaingan, namun pada waktu yang akan datang ini akan ada persaingan yang lebih menguntungkan untuk masing masing galeri. Kompetisi akan menguntungkan berbagai pihak.

“Untuk survive harus ada kolaborasi. We are stronger together,” demikian Esti menutup perbincangan.