(Business Lounge – Business Insight) Para pecinta olahraga di hampir seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia, pasti sudah tidak asing mendengar merk dagang Nike. Nike, Inc. adalah salah satu perusahaan sepatu, pakaian dan alat-alat olahraga terbesar di dunia yang berasal dari Amerika Serikat. Nike didirikan tahun 1964 oleh atlet sekaligus pengusaha Oregon bernama Phillip Knight.
Awalnya, target pasar Nike adalah para atlet professional. Namun, sekitar tahun 1970-an, mereka mulai sadar akan potensi penjualan dari kalangan non-professional. Nike kemudian membuka pasar yang lebih luas serta mengubah image sepatu lari menjadi sepatu fashion dan menarik bagi semua orang, dari anak-anak sampai dewasa. Pada 1979, Nike telah menguasai setengah pasar di AS dengan pendapatan mencapai US $ 149 juta. Pada pertengahan tahun 1980-an posisi perusahaan tampaknya tak tergoyahkan, namun secara mendadak muncul serangan dari pihak saingan yaitu Reebok.
Tapi pada tahun 1990 Nike kembali memimpin perusahaan, terutama karena pengenalan dari sepatu “Air Jordan” yang didukung dan dipromosikan oleh bintang basket Michael Jordan. Kini, Nike merupakan pemimpin pasar dalam sepatu olahraga dan merupakan pemain penting dalam pakaian dan aksesoris olahraga.
Dalam perjalanannya, Nike sempat beberapa kali melakukan akuisisi terhadap perusahaan sejenis. Akuisisi pertama dilakukan terhadap perusahaan sepatu Cole Haan pada 1988, kemudian Bauer Hockey pada 1994, Hurley International pada 2002, Converse pada 2003, Starter pada 2004, dan Umbro pada 2008. Namun, beberapa perusahaan tersebut kemudian dijual kembali dan hingga kini tersisa Converse dan Hurley International sebagai anak perusahaan utama dari Nike.
Nike telah memiliki lebih dari 700 gerai penjualan di seluruh dunia dan memiliki kantor di 45 negara berbeda di luar Amerika Serikat. Pabrik Nike kebanyakan berada di Asia, seperti Indonesia, China, Taiwan, India, Thailand, Vietnam, Pakistan, Filipina, and Malaysia. Berdasarkan data pada tahun 2011 lalu, pasar terbesar Nike adalah Amerika Utara dengan proporsi 41% dari total penjualan, kemudian diikuti Eropa Barat dengan 21%, Eropa Timur 6%, China 11%, Jepang 4% dan sisanya terbagi ke beberapa negara berkembang.
Saat ini, Nike menguasai sekitar 31% dari pangsa pasar sepatu dunia. Ada beberapa keunggulan yang dimiliki Nike hingga membuat mereka mampu menjadi pemimpin di pasar hingga saat ini. Keunggulan pertama adalah brand yang sudah mendunia, baik nama, logo maupun slogan utamanya ,‘Just Do It’. Kemudian, mereka juga memiliki unit fungsional Research & Development yang kuat, sehingga inovasi terus muncul secara berkelanjutan. Selain itu, rantai distribusi yang tersebar di seluruh dunia dan tentunya kualitas produk yang sangat baik.
Namun, Nike juga memiliki beberapa kelemahan, salah satunya adalah ketergantungan penjualan yang tinggi pada produk sepatu. Produk-produk lainnya seperti baju, celana, dan perlengkapan olahraga masih belum mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap total penjualan. Selain itu, munculnya isu eksploitasi pekerja dan praktik bisnis tidak etis sudah sejak lama mengusik Nike. Kemudian, harga produk Nike juga tergolong tinggi bagi konsumen di negara-negara berkembang. Produk-produk palsu/bajakan yang memanfaatkan brand Nike justru menjadi pilihan utama bagi konsumen di negara berkembang.
Ada beberapa peluang yang mungkin masih bisa dioptimalkan Nike untuk memperkuat posisinya di pasar. Pertama, peneterasi pasar ke negara-berkembang dengan menyediakan produk-produk dengan harga yang lebih terjangkau. Kemudian, Nike juga diharapkan terus menciptakan inovasi, yang mana hal tersebut sangat penting bagi perusahaan yang bergerak di industri fashion. Selain itu, mengakuisisi perusahaan lain yang terkait serta melakukan kerjasama sponsorship lain guna menarik konsumen.
Selanjutnya, Nike juga menghadapi beberapa ancaman yang bisa berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Sebagai perusahaan yang mendunia, variable-variabel dalam perdagangan internasional menjadi perhatian utama bagi Nike, seperti nilai tukar, regulasi import-eksport, pengangkutan barang antar negara, ketidakstabilan politik dan terorisme.
Kemudian, ancaman juga berasal dari Adidas yang memang telah menjadi pesaing ketat Nike sejak berpuluh tahun silam. Selain itu, kerjasama sponsorship terhadap beberapa figur terkenal yang bermasalah juga bisa menjadi citra buruk Nike. Tiger Woods dan Lance Armstrong merupakan 2 contoh ikon Nike yang kemudian memberi efek negatif terhadap brand perusahaan.
Kinerja keuangan Nike sendiri pada tahun ini terbilang cukup memuaskan. Penjualan pada Maret hingga Mei 2013 meningkat 3.39% dari US $ 6.48B pada periode yang sama tahun sebelumnya menjadi US $ 6.7B pada tahun ini. Walaupun penjualan meningkat, Nike berhasil melakukan efisiensi sehingga COGS turun dari US $ 3.83B menjadi US $ 3.76B, atau turun sebesar 1.8%. Peningkatan pada penjualan disertai dengan penurunan pada COGS membuat gross profit meningkat signifikan sebesar 10.94% dari US $ 2.65B pada Maret-Mei 2013 menjadi US $ 2.94B pada periode yang sama tahun ini. Dengan penekanan pada beban-beban lain, pada akhirnya Nike mampu mencapai laba bersih sebesar US $ 696M, atau tumbuh 26.77%.
Kemudian, jika dibandingkan dengan kinerja pesaingnya, Adidas, pencapaian Nike pada Maret-Mei 2013 tersebut terlihat lebih baik. ROA dan ROE Nike masing-masing sebesar 12.31% dan 22.88%, lebih tinggi dibandingkan ROA dan ROE Adidas yang berturut-turut sebesar 6.43% dan 9.66%. Kemudian, dilihat berdasarkan EPS-nya, Nike juga mampu mencatat nilai lebih baik dibandingkan dengan Adidas, yaitu sebesar 2.71% berbanding 2.6%. PER Nike juga lebih murah, yaitu sebesar 23.44 kali. PER Adidas sendiri berada pada angka 32.42 kali.
Terlihat bahwa walaupun beberapa negara di pasar utama Nike, Amerika Utara dan Eropa Barat, masih berada dalam fase pemulihan pasca krisis, Nike tetap mampu mencapai kinerja keuangan yang positif. Namun, Nike masih memiliki potensi besar untuk meningkatkan penjualannya dengan memperluas pasarnya di negara berkembang.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat di China, India dan Indonesia seharusnya menjadi daya tarik bagi Nike untuk mulai mengurangi ketergantungan penjualan terhadap Amerika Utara dan Eropa Barat. Apalagi, negara-negara tersebut memiliki penduduk yang melimpah dan antusiasme yang cukup tinggi terhadap olahraga
(JA/IC/BL-VBN)