(Business Lounge – Business Today) – Ditengah sentimen negatif yang datang dari pengaruh penurunan pertumbuhan ekonomi (GDP) China di kuartal kedua lalu, sektor properti di China tidak terlepas dari sorotan banyak pihak. Bagi para investor turunnya performa GDP dikhawatirkan akan membawa dampak yang luas dan tidak terkecuali kepada sektor properti. Namun, kekhawatiran tersebut rupanya untuk sementara dapat terjawab setelah hari ini pemerintah China menyatakan bahwa data profit dari penjualan properti selama semester pertama tahun 2013 justru mengalami kenaikan sebesar 43%. Jumlah transaksi di sektor tersebut bahkan mengalami pertumbuhan sebesar 29% dengan mayoritas didominasi oleh transaksi pada sektor real estate.
Besarnya kenaikan profit dari penjualan properti di China pada tahun ini disisi lain justru mendatangkan sebuah potensi adanya bubble yang semakin mungkin terjadi. Leluasanya bagi bank maupun lembaga kredit untuk mengakomodasi permintaan konsumen dikhawatirkan akan membuat pasar properti menjadi “jenuh” dan dapat menciptakan kredit macet menyusul perekonomian makro sedang mengalami perlambatan.
Belum lagi persoalan inflasi yang terus berpeluang mengalami kenaikan sehingga dapat mempengaruhi sisi konsumsi masyarakat luas dan tak terkecuali para investor. Pemerintah China sendiri rupanya masih belum merespon apa yang kini terjadi di sektor properti pasca tahun lalu mengeluarkan kebijakan minimal batas kredit bagi sektor properti.
Banyak pengamat menilai bahwa fenomena naiknya performa sektor properti di saat perekonomian sedang melamban akibat adanya sebuah ekspektasi misal yang menganggap bahwa sektor properti sebagai instrumen investasi yang safe haven ditengah lesunya bursa saham dan juga instrument investasi lainnya seperti logam mulia. Oleh karena itu, permintaan terhadap sektor properti terus naik beriringan dengan penawaran yang masih mencukupi yang disertai dengan keuntungan dari segi pembelian
(JP/IC/BL-VBN)