(Business Lounge Journal – Tech)
Waktu bergerak, zaman berganti, gaya hidup pun berubah. Demikian juga dengan gaya hidup masyarakat dalam berbelanja. Perubahan terjadi, masyarakat mulai beralih dari belanja ke pasar menjadi belanja online. Tren belanja online pun bergeser dari waktu ke waktu. Awalnya orang belanja online melalui website (online shop), maka sekarang belanja online bukan lewat website aja, tapi bisa lewat sosial media. Nah belanja online melalui sosial media ini disebut “sosial commerce”.
Beberapa survei menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia lebih gemar belanja online melalui sosial media ketimbang belanja lewat website. Salah satunya adalah hasil survei yang dikeluarkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2016. Hasil Surveinya menunjukkan bahwa konsumen Indonesia justru lebih senang berbelanja lewat media sosial ketimbang melalui website. Dari total 132,7 juta pengguna internet di Indonesia, sebanyak 82,2 persen yaitu 62 juta orang mengaku lebih sering mengunjungi online shop yang dikenal di sosial media seperti Facebook dan Instagram.
Mengapa dalam hal berbelanja, sosial media lebih digemari ketimbang online shop? Ada beberapa alasan yang mendasarinya. Salah satu alasannya adalah bahwa di sosial media, konsumen memiliki kesempatan untuk berinteraksi dan berkonsultasi langsung dengan penjual sebelum memutuskan untuk membeli sebuah produk. Konsumen dapat dengan leluasa menanyakan mengenai produk yang akan dibeli, spesifikasinya, ukurannya, pilihan warnanya, apakah cocok dengan dirinya, dan lain-lain. Interaksi ini menumbuhkan rasa percaya yang tinggi, dan menciptakan rasa aman dan nyaman. Bahkan dalam beberapa kasus, walaupun sudah tertera informasi lengkap mengenai produk yang dijual, pembeli tetap memilih untuk mengirimkan pesan kepada penjual sekedar memastikan apakah produk ini masih tersedia, apakah ukuran, dan warna benar-benar sesuai dengan keinginan si pembeli, atau bahkan berkonsultasi bilaman produk tersebut sesuai dengan bentuk wajah si pembeli.
Selain faktor dapat berinteraksi, alasan yang kedua adalah faktor kepraktisan. Belanja melalui sosial media dinilai jauh lebih praktis ketimbang belanja di website. Hal ini disebabkan karena transaksi di media sosial tidak perlu melalui prosedur serumit transaksi di online shop. Tidak perlu mengunduh aplikasi e-commerce dan tidak perlu melakukan pengisian formulir pendaftaran atau formulir pembelian, konfirmasi pembayaran dan prosedur lainnya. Cocok memang dengan karakter orang Indonesia yang memang tidak mau ‘ribet’.
Mengutip apa yang pernah dilaporkan McKinsey pada tahun 2017, kontribusi e-commerce terhadap transaksi ritel di Indonesia baru 3% dari total penjualan di 2017. Dibandingkan Singapura, di sana sudah mencapai 10% di tahun yang sama. Artinya, ruang untuk bertumbuh masih sangat luas. Sedangkan jika kita melihat survei yang dilakukan idEA mengenai penggunaan platform belanja online di media sosial (2017), transaksi melalui Facebook dan Instagram mencapai 66%. Posisi teratas diambil Facebook 43%. Hanya 16% penjual dan pembeli yang menggunakan platform marketplace dan 7% membuat situs sendiri. Survei ini dilakukan terhadap sekitar 2 ribu UMKM di 10 kota di 2017. Artinya, platform media sosial bisa jadi gerbang awal buat pedagang “go online.”
Nah bagaimana dengan Anda, apakah sudah coba yang namanya “social commerce”?
Rebecca Hayati/Partner in Management and Technology Services, Vibiz Consulting Group