(Business Lounge – Special Report)
Siapa kira bahwa membuat keramik membutuhkan seni tersendiri? Bukan hanya masalah membentuknya menjadi sebuah pot atau sebuah mangkuk, tetapi ini masalah ‘rasa’ atau masalah ekspresi dari seorang seniman tanah liat yang ingin membentuk se’onggok’ tanah liat menjadi sesuatu yang mengekspresikan dirinya. Tidak ada yang salah dari membuat keramik. Tidak dapat dikatakan bahwa seperti ini salah atau seperti itu benar, sempurna atau tidak sempurna. Namun yang terpenting adalah, apakah sebuah keramik tersebut dapat menjalankan fungsinya seperti tujuan ia dibentuk. Hanya keramiklah yang dapat ditampilkan dalam berbagai macam penampilan, apakah orang menyebutnya sebagai sebuah keunikan atau malah dianggap tidak sempurna, sebab keramik dibuat sebagai suatu ekspresi dari si pembuatnya.
Business Lounge – Vibiz Media Network berkesempatan menjumpai Ayu Larasati seorang pengrajin keramik dan mendapatkan banyak insight darinya. Hasil karya Ayu Larasati banyak digemari oleh para pencinta seni termasuk Potato Head Beach Club Bali yang memajang hasil karyanya.
BL: Business Lounge
AL: Ayu Larasati
BL: Bisa ceritakan sedikit tentang produknya?
AL: Jadi pada dasarnya ini adalah kerajinan yang terbuat dari tanah liat dan kebanyakan orang menyebutnya keramik. Saya mengerjakan semuanya dengan tangan dan semuanya dikerjakan di garasi rumah saya. Karena saya membuatnya dalam jumlah yang tidak banyak maka tidak banyak juga produksi barangnya. Bahan utamanya adalah tanah liat yang pengerjaannya dilakukan dengan dibakar kemudian diglasir dan kemudian dibakar lagi sehingga terjadi dua kali pembakaran sebelum keramiknya selesai dibuat.
BL: So, what is the uniqueness of your product?
AL: Sebenarnya keunikannya sendiri sangat menarik karena menurut saya jumlah pengerjaan yang tidak banyak menjadi faktor terpenting dari apa yang saya lakukan dan karena pengerjaannya sendiri juga dilakukan di garasi rumah saya, saya mengerjakannya juga lebih santai. Tidak seperti pabrik, dimana barang-barang diproduksi dalam jumlah yang banyak dan juga sulit untuk didekati oleh pembeli. Disini, anda bisa langsung datang dan melihat sendiri bagaimana proses pembuatannya.
BL: Bagaimana caranya menjual passion dan purpose kepada banyak orang?
AL: saya tidak punya cara yang lebih baik dalam menjawab persoalan ini, namun hal ini dapat dicapai dengan berkomunikasi melalui banyak hal. Maksudnya, tidak hanya melewati media sosial ataupun hanya menggunakan foto. Komunikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara yang berbeda, salah satunya adalah dengan berkomunikasi dengan mereka yang memang ingin kita hubungi karena memiliki tujuan dan niat yang sama. Jadi kami membuat sebuah perkumpulan dan ini sangat membantu saya dalam berkomunikasi. Bukan hanya dengan cara menjelaskan nama produk, berapa harganya, bahwa ini harganya murah dan sebagainya. Bukan dengan cara itu! Sebab kita berbicara dengan manusia, manusia memiliki kesalahan dan ketidaksempurnaan, manusia belajar dari kesalahan jadi cobalah untuk membuatnya relevan.
BL: Bagaimana caranya sih Anda mengkomunikasikan sesuatu yang merupakan unique value yang Anda miliki (atau mungkin ada istilah tersendiri untuk itu)?
AL: Ya, saya menyebut unique value dengan ketidaksempurnaan. Ini adalah proses pembelajaran, dan saya tidak tahu bilamana ketidaksempurnaan memiliki konotasi yang negatif. Ini lebih seperti bukti nyata dari proses belajar dan perkembangan saya. Saya merasa keramik itu sangat istimewa. Maksudnya Anda tidak bisa menjual ketidaksempurnaan dengan objek yang lain. Misalnya seperti Wabi-Sabi di Jepang, orang-orang di sana sudah tahu dengan baik tentang keramik secara teknis namun mereka sengaja membuat cerita di dalam keramik itu sendiri karena lebih menyenangkan. Mereka bisa secara ekspresif memberikan karakter ke keramik itu sendiri, dibanding dengan hanya membuat mangkok atau cangkir saja. Hal ini hanya dapat diaplikasikan kepada keramik dan tidak bisa diterapkan pada objek lain seperti kulit atau pakaian, Anda tentu tidak bisa menjual pakaian yang tidak sempurna atau tidak layak. Seperti Anda sudah mengetahui bagaimana secara teknis pakaian itu dibuat, namun Anda tidak bisa menjual pakaian yang robek misalnya. Tapi dengan keramik, yang terpenting adalah tetap memiliki fungsi, dan sangat ekspresif jika Anda sudah tahu poin utamanya. Anda harus mengerti terlebih dahulu secara teknis, Anda harus dapat membuat mangkok yang terlihat seperti mangkuk secara simetris. Namun kemudian Anda dapat mengubah tampilannya menjadi lebih ekspresif tetapi Anda harus memenuhi dasarnya terlebih dahulu yaitu dapat digunakan sebagai mangkuk.
Mengenal Lebih Dekat Ayu Larasati
BL: “Apa gadget pilihan Anda?”
AL: “Iphone.”
BL: “Di mana banyak mendapatkan pengalaman, saat kuliah atau praktek?”
AL: “Both. Banyak hal yang saya perlajari dari pekerjaan saya yang pertama pada sebuah small manufacturing company. Di sana saya belajar bisnis, karena background saya full art dan design. Di situ saya belajar bagaimana untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi day to day-nya sesuatu yang harus kita jalani dan alami sendiri. Jadi keduanya.”
BL: “Gadget apa yang anda pakai?”
AL: “iPhone 5S dan Galaxy 6.”
BL: “Jam berapa bangun tidur? Apa yang dilakukan setelah itu?”
AL: “5.30. Saya punya anak-anak. I like to spend just having a quite moment. I appreciate the slow morning, mungkin setengah jam lalu saya akan prepare untuk semua orang pergi bekerja dan ke sekolah. Setelah itu saya baru mulai kerja. Tetapi akan berbeda pada hari saya harus mengajar atau mengadakan bazar sebab saya akan mempersiapkannya sejak pagi.”
BL: “Buku apa yang sedang dibaca?”
AL: “Karya Matthew Crawford mengenai value of work.”
BL: “Fashion Style apa yang disukai?”
AL: “very casual.”
BL: “Apa yang dilakukan untuk mengisi waktu luang?”
AL: “Ke luar kota. Ada satu rumah yang selalu saya kunjungi.”
BL: “Bagaimana jam kerja Anda?”
AL: “random.”
BL: “Apa 3 hal yang tidak boleh lupa Anda bawa?”
AL: “Iphone, kunci mobil, dan gelang yang selalu saya pakai ini sebab kembar dengan yang anak saya pakai.”
Michael Judah Sumbayak adalah pengajar di Vibiz LearningCenter (VbLC) untuk entrepreneurship dan branding. Seorang penggemar jas dan kopi hitam. Follow instagram nya di @michaeljudahsumbek