(Business Lounge Journal – Entrepreneurship)
Setelah kita mempelajari lima tahap proses kreatif dalam konteks kewirausahaan, maka sekarang mari kita mulai berinovasi. Banyak teori mengatakan bahwa inovasi haruslah memiliki unsur untuk menyelesaikan masalah. Ya! Wirausahawan inovatif pada dasarnya adalah pemecah masalah. Namun, inovasi dalam bentuk mengenali dan mengatasi “pain point” hanyalah satu tahap dari rangkaian proses inovasi yang lebih luas. Dalam publikasi bisnis ternama Forbes, wirausahawan Larry Myler menyebutkan bahwa pemecahan masalah bersifat reaktif. Artinya, seseorang baru bisa bertindak setelah masalah muncul.
Pemecahan masalah memang penting, namun untuk mengangkat praktik inovasi ke tingkat yang lebih tinggi, seorang inovator harus mampu mengantisipasi masalah bahkan sebelum terjadi—dan berusaha mencegahnya. Dalam banyak kasus, mereka menciptakan sistem perbaikan berkelanjutan, yang menurut Myler bisa saja berarti “merombak” sistem lama yang tampak masih berfungsi dengan baik. Pendekatan ini memungkinkan mereka selalu selangkah di depan perubahan pasar. Dengan demikian, mereka bisa menyiapkan produk untuk pasar yang sedang berkembang, alih-alih hanya mengejar perubahan yang terus bergerak, seperti dalam sektor teknologi.
Namun, membangun sistem perbaikan berkelanjutan berarti secara tidak langsung menciptakan masalah untuk dipecahkan. Ini sering bertentangan dengan budaya kerja perusahaan pada umumnya. Karena itulah, para inovator mencari atau bahkan mendirikan organisasi yang terbuka terhadap inovasi yang bersifat disruptif. Sebagian dari mereka bahkan memiliki visi jauh ke depan—menciptakan solusi untuk masalah yang belum ada. Untuk mendukung hal ini, Myler menyarankan pentingnya kolaborasi lintas disiplin dan latar belakang pengalaman. Meski tidak menjamin keberhasilan, kelompok-kelompok seperti ini bisa menghasilkan ide yang bebas dari inersia institusional. Dengan demikian, seorang inovator bukan hanya pemecah masalah, tapi juga pencipta dan pembayang masalah masa depan—yang diatasi sebelum benar-benar muncul.
Pendekatan Bertingkat terhadap Inovasi
Salah satu pendekatan inovasi bertingkat bisa digambarkan sebagai piramida:
- Tingkat dasar: pemecahan masalah (problem solving)
- Tingkat selanjutnya: pencegahan (prevention)
- Tingkat lanjutan: perbaikan berkelanjutan (continuous improvement)
- Tingkat tertinggi: membentuk masa depan industri (industry foresight)
Meskipun Anda mungkin tidak berambisi membentuk masa depan suatu industri, praktik inovasi berorientasi masa depan tetap berguna. Ini akan mempersiapkan Anda menghadapi disrupsi. Perubahan teknologi yang cepat menuntut semua level pekerja untuk siap berinovasi.
Lima Kualitas Inovasi Hebat: DICEE
Guy Kawasaki, tokoh inovasi dan pemasaran, menyusun lima kualitas utama produk inovatif, yaitu Deep, Indulgent, Complete, Elegant, dan Emotive (DICEE):
- Deep (Mendalam)
Produk inovatif yang mendalam mampu mengantisipasi kebutuhan pengguna sebelum mereka menyadarinya. Contohnya, Adobe merancang perangkat lunak yang mudah digunakan oleh pemula, namun kaya fitur bagi pengguna lanjutan. Adobe tidak hanya membuat produk, tetapi juga menciptakan platform inovasi bagi penggunanya. - Indulgent (Memanjakan)
Produk yang memanjakan memberikan pengalaman pengguna yang kaya dan menyenangkan. Ini bukan soal menjadi solusi tercepat, tapi memberikan kesan mendalam melalui User Interface (UI) yang elegan dan mudah dinikmati. Perasaan puas saat menggunakan produk akan mendorong loyalitas pengguna. - Complete (Lengkap)
Produk yang lengkap tidak hanya mencakup barang atau jasa, tapi juga informasi, layanan pendukung, dan komunikasi yang membuat pengguna merasa paham dan nyaman. Produk semacam ini menciptakan total user experience yang terintegrasi. - Elegant (Elegan)
Desain yang elegan mengomunikasikan banyak hal dengan cara sederhana. Elegansi dalam inovasi terlihat pada UI yang intuitif dan efisien—menyelesaikan masalah tanpa menciptakan masalah baru. Bagi Kawasaki, inilah pembeda antara inovasi yang baik dan yang luar biasa. - Emotive (Emosional)
Inovasi hebat tidak hanya digunakan, tetapi juga dicintai. Ia menimbulkan emosi, menciptakan komunitas penggemar (bukan sekadar konsumen), dan membuat orang menantikan inovasi selanjutnya. Emosi adalah elemen penting dalam menciptakan koneksi antara pengguna dan produk.
Mengembangkan Invensi
Proses menciptakan invensi melibatkan langkah-langkah sistematis yang mencampurkan logika linear dan non-linear. Anda mungkin berpikir bahwa hanya orang jenius atau seniman kreatif yang bisa menjadi penemu, namun kenyataannya, kreativitas bisa diasah melalui praktik yang konsisten.
Contoh klasik adalah Johannes Gutenberg, penemu mesin cetak. Inovasinya bukan hasil “inspirasi sekejap”, melainkan buah dari dekade kerja keras dan penyempurnaan teknologi yang sudah ada. Mesin cetaknya menggunakan huruf logam cetak yang bisa dipindah dan diganti, berbeda dengan blok kayu utuh yang sebelumnya digunakan. Inovasinya merevolusi sistem pengetahuan di Eropa dan membuka jalan bagi munculnya pusat-pusat pembelajaran baru.
Sejarah menunjukkan bahwa para penemu besar bukan hanya memiliki ide hebat, tetapi juga ketekunan, kemampuan teknis, dan pemahaman mendalam terhadap konteks zaman mereka. Dengan kata lain, inovasi sejati lahir dari proses panjang yang sistematis—bukan dari keberuntungan semata.