Kenapa Pemimpin Perlu “Update” Diri Terus-Menerus

(Business Lounge Journal – Human Resources)

Pemimpin yang sukses tidak hanya fokus pada pekerjaan mereka, tapi juga terus-menerus meng-upgrade cara kerja dan cara berpikir mereka supaya bisa tetap relevan. Kalau tidak, mereka bisa ketinggalan zaman. Kenapa ini penting? Yuk, simak penjelasannya.

Pernahkah, tiba-tiba muncul pesan di ponsel atau laptop kantor yang bilang, “Perbarui sekarang atau akses ke sistem akan dibatasi”? Para eksekutif pasti sudah paham betul. Itu artinya, mereka harus segera update sistem supaya tetap aman dan bisa menikmati fitur terbaru yang membuat pekerjaan lebih efisien.

Nah, hal yang sama juga berlaku buat “sistem operasi” diri kita sendiri. Ini bahkan bisa lebih penting lagi! Sistem operasi pribadi kita ini adalah cara kita menjalani hidup, menyelesaikan tugas, dan memutuskan apa yang penting. Semua pilihan yang kita buat, dari prioritas, peran, waktu, sampai cara kita menjaga energi, adalah bagian dari sistem itu.

Ada banyak momen dalam hidup yang membuat kita harus “update” sistem ini. Misalnya, saat mulai pekerjaan baru, pindah ke kota baru, atau pas perusahaan tempat kita kerja mengalami perubahan besar. Bisa juga ketika hidup pribadi berubah—misalnya, kalau kita lagi harus ngadepin masalah kesehatan, hubungan, atau keluarga yang butuh perhatian lebih.

Sayangnya, tidak seperti update otomatis di ponsel, kita sering kali tidak sadar kalau sudah saatnya untuk “update” diri sendiri. Tidak ada notifikasi push yang muncul dan mengingatkan kita. Untuk itu, pemimpin yang sukses adalah mereka yang tahu kapan harus melakukan perubahan pada dirinya, tanpa nunggu peringatan.

Contohnya, seorang CEO di perusahaan teknologi yang fokus banget membuat perubahan dalam budaya kerja supaya lebih produktif dan hasilnya kelihatan. Atau, pemimpin di perusahaan jasa yang mengutamakan kolaborasi antar tim, bahkan dengan cara yang kelihatan sederhana. Ada juga CEO asuransi yang justru meningkatkan keterlibatan dengan tim dengan cara yang mungkin terkesan aneh: dengan menetapkan batas waktu yang tegas untuk kerja. Dan ada yang lebih fokus ke kesehatan dengan mengganti kebiasaan buruk supaya lebih energik dan bisa kerja lebih efektif.

Jadi, apa aja sih yang perlu kita perhatian saat mau ngatur ulang cara kita bekerja dan hidup? Ada 4 hal utama: Prioritas, Peran, Waktu, dan Energi. Keempat hal ini adalah kunci supaya kita bisa tetap produktif, sehat, dan tetap punya kontrol atas hidup kita. Sebagai pemimpin, penting banget buat terus ngeliat lagi gimana kita mengelola hal-hal ini, apalagi kalau ada perubahan besar atau tantangan baru.

Menilai Prioritas: Menentukan apa yang benar-benar penting

Kepemimpinan yang efektif itu dimulai dari kemampuan untuk menetapkan prioritas yang jelas. Apa yang harus dikerjakan? Masalah mana yang harus segera diselesaikan? Peluang mana yang harus dikejar? Semua itu penting untuk dapat fokus dan tidak terlalu banyak memikirkan hal-hal yang tidak perlu. Untuk bantu kamu lebih tajam dalam menetapkan prioritas, ada beberapa pertanyaan yang bisa dijadikan panduan.

Apakah kamu benar-benar paham apa yang diharapkan dari kamu?

Banyak pemimpin sukses yang tidak hanya bekerja keras, tapi juga punya pemahaman yang mendalam tentang ekspektasi orang-orang di sekitar mereka. Pekerjaan kita dengan pemimpin yang lagi mengelola perubahan besar sering nunjukin, kalau prioritas itu harus berdasarkan apa yang pemangku kepentingan harapkan dari kita—baik itu harapan eksplisit (yang jelas-jelas dikatakan) atau implisit (yang tersirat). Kalau kamu tidak mengerti harapan orang lain, bisa jadi kamu malah mengambil langkah yang salah atau tidak sesuai harapan.

Langkah pertama adalah identifikasi siapa aja pemangku kepentingan yang paling terpengaruh atau yang bisa ngaruhin keputusan dan hasil kamu. Pemangku kepentingan ini bisa internal, kayak dewan direksi, kolega senior, atau tim tertentu. Bisa juga eksternal, kayak investor, klien utama, mitra, atau regulator.

Setelah itu, coba pikirin seberapa jelas kamu ngerti mandat mereka—apa yang mereka pengen kamu capai? Kadang, pemimpin itu tidak ambisius dalam menentukan tujuan, karena takut ditentang. Padahal, penting untuk tahu apa harapan minimum mereka, dan seberapa besar kamu bisa mengusahakan perubahan tanpa takut menghadapi perlawanan.

Langkah terakhir dan paling berat: tentuin mandat mana yang bakal kamu penuhi, mana yang tidak, dan jelasin rencana kamu dengan jelas. Seperti yang dibilang oleh Ronald Heifetz dan Marty Linsky dari Harvard, “Kepemimpinan itu bisa dibilang juga sebagai kekecewaan terhadap orang-orang kamu karena level yang mereka bisa terima.” Jadi, kadang kamu harus siap membuat keputusan yang tidak selalu menyenangkan semua orang, tapi penting buat tujuan yang lebih besar.

Misalnya, seorang CEO baru di perusahaan telekomunikasi Asia yang dikenal dengan budaya harmonis. Dia merasa perusahaan perlu lebih fokus ke kinerja, tapi takut dianggap merusak budaya yang sudah ada. Tapi setelah ngobrol sama tim dan karyawan, dia baru sadar kalau perubahan itu justru sudah lama dinanti-nanti. Mandat yang jelas ini akhirnya ngasih dia keberanian untuk mendorong perubahan yang dia anggap perlu.

Apakah kamu siap untuk percakapan kepemimpinan yang paling penting?

Perubahan besar tidak terjadi lewat dokumen atau rapat besar. Tapi lewat percakapan nyata yang terus berjalan, baik itu diskusi dengan tim satu per satu, rapat dewan yang membahas keputusan penting, atau bahkan wawancara media. Semua percakapan ini punya dampak besar, jadi penting buat kamu siap dan tahu apa yang harus disampaikan.

Coba deh, identifikasi lima atau sepuluh percakapan paling penting yang bakal terjadi dalam beberapa bulan ke depan. Ini bisa jadi “momen kebenaran” yang bisa bantu kamu capai perubahan yang diinginkan. Buat daftar dan tentuin apa yang kamu harap orang lain rasakan, apa yang mereka perlu tahu, dan apa yang harus dilakukan setelah percakapan itu. Misalnya, kamu perlu tahu apa yang diharapkan dari hasil rapat A dibandingkan rapat C—supaya hasilnya tidak hanya “oke”, tapi benar-benar maksimal.

Kadang kita suka denger kalau kunci sukses itu kerja keras dan jam terbang yang tinggi, tapi bagaimana kalau keterampilan yang paling penting justru tahu kapan harus berhenti?

Apa yang bisa kamu hentikan sekarang?

Seringkali kita denger kalau sukses itu soal kerja keras dan tekad. Tapi sebenarnya, kadang yang paling penting adalah tahu kapan kamu harus berhenti. Banyak pemimpin yang mencoba terlalu banyak hal, tapi akhirnya tidak ada yang selesai dengan baik. Jadi, penting untuk tahu kapan harus fokus dan stop melakukan hal-hal yang tidakpenting.

Coba deh, lihat lagi kerjaan kamu dan tanyakan pada diri sendiri: Proyek atau kegiatan apa yang bisa kamu hentikan? Bisa jadi kamu atau tim kamu terlalu banyak terlibat dalam hal-hal yang tidak berdampak besar. Ini bisa jadi keputusan yang sulit, karena seringkali ada proyek kesayangan yang kita tidak mau lepaskan. Tapi untuk maju, kita harus siap untuk mengurangi beban, dan fokus pada hal-hal yang bener-bener penting.

Misalnya, seorang CEO baru di perusahaan mainan sadar kalau prioritas dia sekarang adalah menyederhanakan portofolio produk dan ngembaliin perusahaan ke jalur profit. Jadi, dia berhenti ikut rapat tentang inovasi dan memfokuskan perhatian hanya pada yang penting. Dengan tidak membicarakan soal pertumbuhan dan ide-ide baru selama setahun, dia berhasil memberi fokus jelas ke tim, dan itu mengarah ke peningkatan laba bersih perusahaan.

Dengan fokus yang lebih tajam dan prioritas yang jelas, kamu bisa jadi pemimpin yang lebih efektif dan ngebawa perubahan positif. Jadi, mulai sekarang, jangan takut untuk “update” cara kamu kerja dan ambil keputusan yang tepat. Kadang, yang paling penting adalah tahu kapan untuk berhenti dan fokus ke hal yang benar-benar punya dampak besar.

Pahami peranmu

Setelah kamu tentukan prioritas, langkah berikutnya adalah tahu tugas mana yang harus kamu kerjakan sendiri dan mana yang bisa kamu delegasikan ke orang lain. Berikut beberapa pertanyaan yang bisa membantu:

Apakah kamu fokus pada pekerjaan yang hanya kamu bisa lakukan?

Fokus pada pekerjaan yang hanya kamu bisa kerjakan itu penting banget. Penelitian McKinsey dan Egon Zehnder menunjukkan, pemimpin yang menggunakan kekuatan khas mereka bisa berdampak besar pada kinerja perusahaan. Ini yang disebut dengan prinsip “batu, bukan kerikil.” Jadi, bukan sekadar sibuk, tapi pastikan kamu menaruh energi di tugas yang benar-benar penting.

Seorang CEO perusahaan jasa global memilih untuk memimpin sendiri proses integrasi perusahaan-perusahaan yang baru diakuisisi karena itu butuh keterlibatan langsung dan komitmennya. Hasilnya? Budaya perusahaan jadi lebih solid, dan kinerja keuangan serta retensi karyawan meningkat.

Apakah kamu membuat daya ungkit positif untuk menyelesaikan pekerjaan?

Kamu tidak bisa mengerjakan semuanya sendirian. Kunci dari pengaruh dan keberhasilanmu adalah bagaimana kamu bisa memobilisasi tim untuk membantu menyelesaikan pekerjaan penting. Kalau kamu bisa menyelaraskan orang-orang dengan peran yang tepat, itu bisa jadi kekuatan besar.

CEO dari konglomerat keluarga mengambil alih posisi dari ayahnya dan tahu dia perlu memulai perubahan besar. Dia tidak hanya fokus ke tugasnya, tapi juga membangun tim baru yang sesuai dengan visi dan keahliannya. Setelah menemukan orang yang tepat, dia habiskan waktu untuk menetapkan ekspektasi, meskipun orang-orang tersebut berada dua lapis di bawahnya. Dengan percakapan yang jelas tentang tujuan, perusahaan akhirnya menemukan arah yang jelas dan bisa mendorong perubahan besar.

Siapa yang mendukung kamu?

Sebagai pemimpin, kamu pasti butuh orang di sekitar kamu yang bisa mendukung dan membantu fokus pada prioritas. Ini bisa berarti punya asisten eksekutif yang super handal atau tim yang tahu cara menyeimbangkan pekerjaanmu, mendukung batasan, dan menjaga energimu.

Seorang pemimpin senior mengganti asistennya di posisi baru supaya bisa membuat perubahan besar dalam cara kerjanya. Dengan bantuan asisten baru, mereka memetakan kalender tahunan dan mengoptimalkan waktu kunjungan serta pertemuan penting. Asisten ini juga memastikan dia punya waktu untuk olahraga supaya tetap punya energi, dan bahkan ikut dalam rapat untuk memahami prioritas pekerjaan pemimpin tersebut. Ini membantu si pemimpin bekerja lebih produktif dan berkelanjutan.

Sebagai pemimpin, kamu harus tahu kapan harus terlibat langsung dan kapan harus menyerahkan tugas ke orang lain. Fokus pada hal-hal yang punya dampak terbesar, dan pastikan kamu punya tim yang mendukungmu supaya bisa bekerja lebih efisien. Jangan ragu untuk menetapkan harapan yang jelas kepada tim agar semuanya berjalan sesuai rencana.

Kelola waktu kamu dengan bijak

Setelah kamu menetapkan prioritas dan tahu peranmu, sekarang saatnya untuk mikirin cara terbaik buat mengelola waktu. Para pemimpin top tahu gimana caranya fokus pada pekerjaan yang paling penting, sambil tetap punya fleksibilitas untuk menghadapi keadaan darurat, berpikir strategis, dan juga menyisihkan waktu pribadi. Pikirkan beberapa hal ini untuk membantu kamu mengelola waktu dengan lebih efektif.

Apakah batasan kamu bisa membantu menjaga jadwal yang padat tapi fleksibel?

Pemimpin yang sukses secara sengaja menetapkan batasan dan mengontrol waktu mereka dengan bijak. Seperti yang dikatakan pengusaha Naval Ravikant: “Jangan sampai kamu terlalu sibuk sampai tidak punya waktu buat ‘minum kopi,’ tapi tetap pastikan kalendermu rapi.” Jadi, pikirkan hal-hal seperti waktu, lokasi, cara kerja, dan siapa saja yang bisa menghubungimu, serta kapan waktunya. Misalnya, kapan kamu akan fokus untuk kesehatan atau kegiatan keluarga? Kapan kamu bekerja di kantor, remote, atau dengan klien? Kapan penting buat mengadakan rapat tatap muka? Tentukan juga siapa yang bisa menghubungimu dan kapan.

Seorang kepala divisi Asia-Pasifik di perusahaan asuransi besar mengatur rutinitasnya dengan sangat disiplin. Dia bangun pagi-pagi sekali, sekitar jam 5, dan setelah olahraga cepat, dia punya waktu fokus tanpa gangguan selama beberapa jam untuk pekerjaan. Dia juga menyisihkan waktu khusus untuk proyek penting yang butuh perhatian ekstra. Misalnya, timnya tahu bahwa dia akan fokus menyelesaikan masalah besar pada proyek prioritas setiap Selasa sore. Bahkan saat bepergian, dia blokir waktu untuk maksimalin interaksi dengan klien, investor, dan kolega penting lainnya. Dia juga tidak lupa untuk menghabiskan waktu dengan timnya dan mentee, kadang bahkan ngajak kolega junior buat ngobrol santai sambil jalan-jalan. Pendekatannya yang sengaja ini membantu dia tetap fokus dan meningkatkan kualitas keterlibatannya.

Apa ritme yang kamu ciptakan untuk mengatur waktu?

Pemimpin yang sukses sengaja membuat ritme teratur supaya bisa ngerjain semua tugas penting dalam beberapa minggu, bulan, atau tahun mendatang. Ini membantu mereka menegakkan prioritas utama dan memastikan hal-hal yang tidak terlalu mendesak tidak mengganggu jadwal mereka.

Coba review kalender tahunan kamu. Seringkali, kalender perusahaan dipenuhi dengan rapat yang tidak terlalu penting atau hanya sekadar rutinitas yang menghabiskan waktu. Coba ambil kembali kontrol atas kalendermu dan ciptakan ritme yang paling efektif untuk pekerjaan penting kamu.

Banyak pemimpin yang menyusun ulang kalender mereka dengan beberapa prinsip utama: pertama, mereka memastikan ada ruang untuk ritme bisnis yang bener, seperti menghindari rapat klien di akhir tahun ketika banyak proyek menumpuk. Kedua, mereka memasukkan jadwal rapat dewan, investor, dan rapat triwulanan. Ketiga, mereka juga menyusun rapat untuk review kinerja dan tenggat waktu proyek. Keempat, mereka tidak lupa masukkan acara yang fokus pada orang, seperti review bakat atau rapat tim. Terakhir, mereka memastikan tim bisa bekerja dalam irama yang sama, dengan menghormati hari libur di berbagai wilayah.

Dalam survei McKinsey, 61% eksekutif bilang bahwa lebih dari setengah waktu mereka yang dihabiskan dalam rapat itu tidak efektif.

Seorang CEO perusahaan teknologi di Eropa menyusun ulang kalender tahunan dan terkejut saat tahu kalau membaginya berdasarkan empat kuartal malah membuat jadwal lebih berantakan. Setelah mengevaluasi prioritas dan jadwal liburan nasional, dia mendesain ulang kalendernya menjadi blok tujuh minggu yang lebih fokus pada tujuan besar. Dengan cara ini, tim bisa lebih terkoordinasi dan bekerja bareng, mulai dan menyelesaikan proyek dengan lebih lancar.

Setelah merancang ritme tahunan, kamu bisa mulai merencanakan kalender bulanan dan mingguan, manfaatkan jadwal kerja hibrida dan perjalanan yang lebih efisien.

Bagaimana mendesain rapat agar lebih efektif?

Di banyak perusahaan, rapat jadi cara utama untuk ngatur kerja dan merencanakan perubahan. Dalam kondisi ideal, rapat memang penting buat menyelaraskan tujuan, ambil keputusan, atau belajar hal baru. Tapi, survei McKinsey juga menemukan bahwa 61% eksekutif merasa bahwa rapat mereka sering kali tidak efektif. Waktu yang dihabiskan untuk mempersiapkan materi rapat juga jadi masalah besar. Terlebih lagi, setelah pandemi dan maraknya kerja jarak jauh, jumlah rapat dan peserta rapat semakin banyak.

Tantangan bagi pemimpin adalah merancang rapat yang efisien dan sesuai dengan tujuannya.

David Pearl, konsultan kreatif yang dikenal sebagai “dokter rapat,” menyarankan agar kita melihat setiap rapat seperti kita merawat seorang pasien. “Perhatikan rapat seolah itu makhluk hidup. Apakah dia sehat, sakit, atau bahkan sudah tidak bisa diselamatkan? Perbaiki rapat seperti kamu merawat pasien di rumah sakit,” katanya.

Cobalah mendesain rapat yang benar-benar fokus pada tujuan, peserta, dan hasil yang ingin dicapai. Misalnya, kalau rapat curah pendapat, pastikan data dan pertanyaan yang diajukan tepat sasaran. Kalau tujuannya untuk ambil keputusan, pastikan semua peserta sudah menyiapkan materi dan punya opsi yang jelas dengan kriteria yang terdefinisi.

Seorang CEO perusahaan jasa profesional yang jadwalnya superpadat, merombak cara dia mengatur rapat. Dia berhenti melakukan rapat kinerja langsung dan menggantinya dengan sesi yang melibatkan dua atau tiga tim fungsional secara bersamaan. Ini tidak hanya hemat waktu, tapi juga mendorong debat yang lebih sehat, ide-ide kreatif, dan belajar dari pengalaman satu sama lain. Ini membuat peserta lebih terlibat dan tidak membuat CEO jadi penghalang ide di seluruh perusahaan.

Optimalkan energi kamu

Setelah kamu bisa mengelola waktu dengan baik, sekarang saatnya untuk fokus ke hal yang lebih penting: menjaga energi kamu tetap terjaga. Ini bukan hanya soal kerja keras, tapi juga tentang menjaga kesehatan fisik, memperkuat hubungan dengan orang-orang di sekitar, dan memastikan pekerjaanmu punya makna yang lebih dalam. Jadi, coba renungkan beberapa hal berikut buat mendukung energi kamu.

Gimana cara kamu jaga kesehatan?

Banyak pemimpin bisnis yang sering tidak memperhatikan sinyal-sinyal tubuh mereka, seperti detak jantung yang makin cepat, ketegangan, atau perasaan mudah marah. Padahal, kalau dibiarkan, ini bisa berujung pada stres kronis dan masalah kesehatan jangka panjang. Dr. Jaime Lee, yang bekerja dengan para pemimpin dalam program ketahanan saat menghadapi perubahan, bilang bahwa perubahan kecil dalam gaya hidup, seperti memperbaiki pola makan, tidur yang cukup, atau rajin olahraga, bisa bantu kamu pulih dari stres dan jadi lebih produktif.

Misalnya, seorang CEO dari perusahaan asuransi internasional yang pernah sangat stres karena tuntutan pekerjaan, mulai fokus pada kesehatan. Bersama istrinya yang jadi mitra akuntabilitasnya, ia mulai memperbaiki nutrisi, olahraga, tidur, dan memberi lebih banyak waktu untuk refleksi. Setelah setahun, dia merasa lebih sehat, tidak stres, dan lebih produktif.

Tapi, energi bukan hanya soal fisik aja. Banyak pemimpin yang mulai menyisihkan waktu luang di awal minggu untuk mempersiapkan diri menghadapi sisa minggu. Ada juga yang memilih bekerja dari rumah sebelum rapat besar, atau bahkan mengambil satu atau dua minggu setiap tahun untuk menyendiri dan fokus berpikir tentang masa depan. Beberapa pemimpin lainnya juga meluangkan waktu untuk membaca dan bertemu orang-orang di luar industri mereka agar tidak terbatas pemikirannya dan tetap mendapatkan energi positif dari hal-hal baru di dunia.

Siapa teman sejati kamu?

Kita semua itu manusia, bukan mesin. Hubungan yang sehat dengan keluarga, teman, dan pasangan ternyata jadi salah satu faktor penting untuk hidup panjang dan bahagia, seperti yang ditemukan dalam studi Harvard yang udah berjalan sejak 1938. Sayangnya, kehidupan profesional sering banget membuat kita sibuk dan sulit menjaga hubungan yang bermakna.

Pemimpin sukses biasanya punya teman atau kolega yang bisa diajak berbicara tentang berbagai hal secara mendalam, bahkan kadang jadi tempat untuk mendapatkan masukan yang objektif. Mereka bukan hanya buat kerja, tapi juga buat ngebantu menyeimbangkan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Yang penting, kualitas kehadiran mereka jauh lebih berharga daripada sekadar kuantitas.

Misalnya, seorang mantan CEO dari perusahaan jasa keuangan mengatakan kariernya banyak dibantu oleh kelompok kecil penasihat yang dia percaya, yang terdiri dari suami, mantan bos, teman dekat, dan beberapa kolega. Mereka jadi tempat dia berdiskusi, memberikan perspektif baru, dan bahkan mengingatkannya untuk berpikir lebih jauh tentang keputusan-keputusan besar dalam bisnisnya.

Kenapa pekerjaan ini penting bagi kamu?

Kalau kamu pengen tetap termotivasi dan bersemangat, pekerjaan kamu harus punya makna yang lebih dalam. Kalau kerja hanya untuk mencari uang, pasti gampang banget kehabisan energi. Pada akhirnya, kita semua punya pilihan dalam hidup—seperti yang bilang Peter Drucker, meskipun kamu seorang pemimpin, kamu tetap seorang “relawan” yang memilih untuk menjalani pekerjaan itu.

Beberapa eksekutif memilih untuk memastikan perusahaan mereka berperan dalam perubahan sosial, misalnya dengan meluncurkan produk baru atau menjadi pemimpin dalam inovasi. Ada juga yang merasa energi mereka terkumpul dengan fokus pada keberagaman dan inklusi dalam kepemimpinan, sambil tetap menghubungkan tujuan pribadi dengan hasil bisnis. Ada juga yang merasa paling bersemangat saat membimbing generasi pemimpin berikutnya, jadi mereka selalu menyediakan waktu untuk orientasi kepemimpinan baru.

Di tengah perubahan besar yang dialami banyak organisasi, melihat dari perspektif jangka panjang bisa bantu kamu memahami warisan yang ingin kamu tinggalkan. Atau, seperti yang kami bilang di program kepemimpinan kami: “Apa yang akan membuat anak cucu kamu berterima kasih karena kamu sudah mengajarkannya hari ini?”

Skala model operasi pribadi kamu

Pernah tidak sih kamu merasa kesulitan untuk memperbarui model operasi pribadi kamu, kayak halnya tim IT yang selalu mendorong kamu buat update sistem perangkat? Banyak orang, bahkan yang paling sukses sekalipun, sering kali lebih peduli merawat hal lain—misalnya, hewan peliharaan—daripada diri mereka sendiri, bahkan ketika itu penting untuk kesehatan mereka.

Jadi, meski kamu perlu punya dorongan pribadi buat menjaga model operasi ini, kadang kamu juga butuh bantuan. Cari mitra akuntabilitas—bisa jadi asisten eksekutif, kolega, teman lama, atau bahkan anggota keluarga yang peduli. Seseorang yang peduli sama kepentingan kamu bisa jadi cermin untuk merenung, membuat keputusan besar, dan tentu saja menindaklanjutinya supaya model operasi kamu semakin baik.

Gimana jika kamu bisa terapkan ini ke seluruh organisasi?

Ketika kamu mulai jadi ahli dalam mengelola model operasi pribadi, coba deh pikirkan untuk menerapkannya juga di level organisasi. Pengalaman kami menunjukkan bahwa kalau semua orang dalam organisasi bisa mengelola prioritas, peran, waktu, dan energi mereka, peningkatan produktivitas akan datang dengan sendirinya.

Contohnya, sebuah perusahaan asuransi multinasional punya program pengembangan kepemimpinan yang berdasarkan pada konsep model operasi pribadi. Dalam obrolan santai, para pemimpin di perusahaan itu berbagi tentang bagaimana mereka mengatur model mereka sendiri, pelajaran yang didapat, dan perubahan yang dilakukan saat menghadapi tantangan baru dalam karier mereka. Cerita-cerita pribadi ini tidak hanya membuat para pemimpin terlihat lebih manusiawi, tapi juga menunjukkan bagaimana mereka memimpin dengan penuh perhatian yang berfokus pada generasi mendatang.

Kepala HRD perusahaan tersebut mengatakan, “Ini jadi game changer buat kami. Ini jadi model utama buat para pemimpin kami. Juga, jadi pusat untuk pelaksanaan pribadi saya, memungkinkan saya untuk ‘naik ke balkon’ dan melihat gambaran besarnya—ritual yang perlu saya tetapkan dan pengorbanan yang harus saya buat. Saya bisa menyeimbangkan kembali prioritas saya. Tim saya juga sekarang lebih paham aturan, ritme, dan prioritas saya dengan lebih jelas. Saya secara rutin meluangkan waktu untuk mengatur ulang model operasi pribadi saya, dan ini benar-benar mengubah cara saya bekerja.”

Pentingnya pembaruan model operasi pribadi

Di dunia bisnis yang terus berubah, strategi dan kebiasaan yang sukses di masa lalu mungkin tidak lagi relevan. Tapi, karena padatnya aktivitas, banyak eksekutif yang tidak sadar kalau model operasi pribadi mereka sudah ketinggalan zaman dan butuh pembaruan. Kuncinya adalah, kamu harus bisa mendengar “sinyal” bahwa model operasi kamu perlu diperbarui—dan ini tidak selalu mudah.

Para pemimpin yang berhasil biasanya punya kebiasaan refleksi diri yang memungkinkan mereka menyadari kapan waktunya untuk perubahan. Dengan terus memperbarui perspektif tentang prioritas, peran, waktu, dan energi, kamu bisa mendorong produktivitas dan inovasi dalam organisasi, serta tetap bisa beradaptasi dengan perubahan yang cepat dan penuh risiko.

Dengan model operasi pribadi yang terus diperbarui dan kuat, kamu tidak hanya bakal lebih siap menghadapi tantangan, tapi juga lebih punya peluang untuk sukses dalam jangka panjang.