(Business Lounge Journal – General Management) Kondisi comfort zone, sekalipun sudah menjadi perhatian banyak eksekutif, sering kali tetap saja merupakan kondisi yang terabaikan. Kebanyakan comfort zone effect dialami pada saat perusahaan ada pada posisi aman, ketika semua kondisi baik dan banyak target telah tercapai. Saya berjumpa dengan seorang pemilik perusahaan yang menceritakan perilaku seekor katak untuk mendeskripsikan comfort zone effect, ia mengatakan ada percobaan katak yang ditaruh di dalam sebuah baskom berisi air yang kemudian ditaruh di atas kompor.Kemudian kompor pun dinyalakan sangat perlahan, sehingga perubahan suhu terasa lambat. Percobaan ini pun kemudian berujung pada kematian katak yang direbus air mendidih. Ia menceritakan hal ini sebab perilaku karyawannya yang sudah enggan lebih agresif untuk penetrasi pasar, karena selalu mendapatkan keuntungan. Berapa banyak perusahaan yang berada pada comfort zone akhirnya berujung pada kehancuran. Salah satu indikasi comfort zone effect adalah berhentinya inovasi mengalir pada perusahaan. Saat tantangan hampir-hampir tidak ada, maka banyak perusahaan yang mengalami comfort zone effect dan merasa tidak perlu melakukan inovasi dan budaya untuk belajar bisa berhenti.
Bahaya comfort zone effect seringkali juga akibat ketidaktahuan tentang apa yang terjadi dan berjalan terus tanpa perubahan yang seharusnya diperlukan. Katalisator untuk mencegah adanya comfort zone effect, perusahaan harus memiliki budaya belajar yang disertai juga dengan research & development. Bila hal ini diterapkan dalam perusahaan, maka perhatian terhadap perkembangan lingkungan sebuah industri akan diawasi secara ketat. Mekanisme ini bukan pekerjaan sebuah divisi saja tapi merupakan bagian dari perusahaan secara keseluruhan, baik organisasi maupun individu. Pengetahuan tentang lingkungan bisnis, membentuk urgency alarm yang akan ditindaklanjuti oleh para eksekutif. Urgency alarm tidak saja datang dari seorang pimpinan, namun bisa juga datang dari tingkat bawah dalam manajemen, yang mempunyai kejelian melihat bahaya yang datang. Namun tindakan apa yang akan dilakukan merupakan kewajiban para pemimpin perusahaan yang mempunyai wewenang lebih besar. Contoh dari urgency alarm seperti terjadi pada pemilik perusahaan yang saya ceritakan di atas. Contoh tersebut bila tidak diatasi akan menggerus pasar perusahaan, menurunkan pendapatan, dan segera terjadi kesulitan untuk kembali memiliki pasar, dan dapat diterka bahwa sesudah itu yang ada adalah pengurangan biaya, dan yang paling parah adalah penutupan perusahaan.
Banyak perusahaan besar sekarang ini menaruh perhatian pada bentuk budaya yang tidak pernah berhenti untuk belajar. Kegunaannya juga memberikan perusahaan untuk meningkatkan pendapatan melalui deepening – memperkaya kualitas dan widening – melebarkan produk, jasa pada keluarganya, misal pengusaha media cetak memiliki media elektronik. Sehingga perusahaan terus bertumbuh, dan peran pemimpin adalah bagaimana perusahaan fokus kepada visi dan tidak melebar kearah lain. Antisipasilah kondisi comfort zone effect ini agar perusahaan tidak seperti katak yang kehilangan nyawanya karena merasa nyaman.
Fadjar Ari Dewanto/VMN/BD/MP Business Advisory Division, Vibiz Consulting, Vibiz Consulting Group