(Business Lounge Journal – Empower People) Sebuah berita yang dicuplik dari WSJ menceritakan bagaimana sebuah rantai supermarket di Amerika yang mengkhususkan dirinya untuk bahan-bahan organik menerapkan sesuatu yang berbeda dibandingkan perusahaan kebanyakan. Yaitu bagaimana pihak management memutuskan untuk membuka informasi gaji kepada seluruh karyawannya yang mencapai 91.000 orang dalam sebuah situs yang dapat diakses oleh seluruh karyawan.
Coba saja Anda membayangkan bilamana masalah gaji tidak lagi menjadi sebuah informasi yang rahasia. Sedangkan pada umumnya kebanyakan orang akan merasa tidak nyaman saat angka penerimaannya diketahui oleh orang lain. Salah satu kekuatiran yang muncul adalah timbulnya kecemburuan.
Apakah yang melatarbelakangi management perusahaan ini menginginkan untuk membuka informasi gaji? Memberikan rasa fair mengenai besarnya gaji dan kaitannya dengan kinerja serta diharapkan akan memicu kinerja yang lebih baik.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa keterbukaan masalah gaji ini juga dapat memberikan dampak yang negatif yaitu ketika Anda bertemu dengan karyawan yang lain maka Anda akan langsung memberikan penilaian di dalam benak Anda. Lalu mereka yang mendapatkan gaji yang paling kecil karena performance mereka yang buruk akan merasa sangat kecil hati. Seolah-olah ke mana saja ia bergerak di area perusahaan tersebut, seperti ada suatu ‘cap buruk’ yang menempel pada dahinya.
Perusahaan lainnya yang menerapkan hal ini adalah sebuah perusahaan sosial media. Pihak management membuka informasi gaji kepada semua karyawan dengan tujuan mencegah adanya keingintahuan dan usaha untuk membandingkan gaji satu dengan yang lainnya dan kemudian menjadi terkejut ketika mengetahui adanya perbedaan pembayaran. Membuka informasi mengenai gaji akan memicu percakapan tentang gaji dan keinginan untuk memperbaiki bagaimana sistematika menentukan gaji, demikian seperti dilansir oleh WSJ.
Salah satu hal yang juga dapat diantisipasi dengan membuka informasi gaji ini adalah adanya diskriminasi terhadap perempuan dan kelompok minoritas. Sebagaimana telah berkali-kali dibahas, berbagai perusahaan teknologi terus berupaya meminimalkan diskriminasi gender pada perusahaannya. (Baca: Bias Etnis dan Gender di Silicon Valley).
Namun hal positif yang diharapkan adalah setiap orang dapat mengukur dirinya sendiri dan menjadi terpacu untuk mendapatkan yang lebih baik.
Namun hal ini masih dinilai pro dan kontra, sebab sebagian besar orang masih beranggapan bahwa hal ini adalah tabu untuk dibicarakan. Selain itu tidak mudah untuk dapat bersikap “adil” dalam hal menentukan jumlah bilangan yang dibayarkan, sebab bagaimana pun ada banyak faktor yang menentukan besarnya gaji. Mulai dari lamanya masa kerja, kinerja, juga termasuk salah satu bagian dari usaha retensi sehingga memperkecil kekuatiran bilamana talent yang dimiliki akan “dibajak” oleh pesaing lainnya.
Namun demikian, masalah gaji sebenarnya bukan lagi hal yang asing untuk diperbandingkan. Apalagi hasil salary survey yang secara tahunan dilakukan oleh beberapa konsultan SDM dapat dengan mudah diperoleh atau situs seperti glassdoor, salary.com, indeed.com, atau PayScale pun mempublikasikan secara online rata-rata gaji untuk berbagai jenis pekerjaan. Hal ini membuat semua orang dapat memeriksa gaji mereka dan membandingkannya terhadap harga pasar dalam tahun sebelumnya. Hal ini juga cenderung dilakukan oleh para millennial saat ini.
Namun demikian penting untuk memiliki kesiapan bilamana pihak management memutuskan untuk membuka informasi penghasilan ini secara blak-blakan.
citra/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana
Image : Business Lounge Journal