Para Millennial yang Mulai Tidak Tertarik dengan Upah Bulanan

(Business Lounge – Global News) Mengamati para entrepreneur sepertinya menjadi sesuatu yang menarik. Berbagai survei dilakukan untuk melihat pola perilaku dan trend yang ada. Salah satunya sebuah survei yang dilakukan oleh Freelancer Union, sebuah organisasi non-profit di Amerika Serikat yang membantu beragam masyarakat yang berwiraswasta, demikian seperti dilansir oleh Silicon Valley Business Journal. Survei ini menyimpulkan bagaimana para millennial yaitu mereka yang berusia di bawah 35 tahun memiliki kemungkinan yang lebih besar dibandingkan mereka yang berusia lebih tua untuk menjadi wiraswasta. Hal ini dilakukan sebagai alasan adanya kebebasan dan fleksibilitas. Sebagai lawannya adalah bekerja sebagai karyawan yang dibayar secara rutin dan menunjukkan kedisiplinan.

Organisasi ini membantu menghubungkan freelancer pada kelompok-kelompok, sumber daya, masyarakat, dan berbagai tindakan politik untuk memperbaiki kehidupan mereka.

Dikatakan menginginkan fleksibilitas maka para millennial pun menginginkan unsur tersebut termasuk dalam pemasukan yang diterimanya termasuk fleksibel dalam banyaknya perusahaan sebagai tempat mereka bekerja atau bekerja sama. Hal ini mendorong terciptanya sebuah sistem pembayaran berdasarkan jam kerja yang dapat diambil kapan saja.

Bekerja selama 8 jam dan kemudian harus menunggu sampai waktunya pembayaran upah, merupakan sesuatu yang tidak masuk akal, demikian seperti dikatakan Ram Palaniappan, pendiri Palo Alto yang berbasis Activehours, yang menawarkan sebuah aplikasi yang memungkinkan pekerja per jam untuk memperoleh pendapatan sesuai permintaan, seperti dilansir oleh Silicon Valley Business Journal.

Palaniappan mengatakan bahwa pembayaran berdasarkan permintaan akan membantu pengguna untuk menyelaraskan laba dengan tagihan dan biaya lainnya yang terjadi sepanjang bulan. Sistemnya seperti ATM yang akan memiliki saldo untuk penghasilan per jam. “Uang itu milik mereka – mereka tidak harus menunggu tagihan dan biaya,” demikian dikatakan Palaniappan.

Palaniappan juga mengatakan bahwa Activehours telah diadopsi oleh karyawan pada lebih dari 5.000 perusahaan di berbagai industri: kesehatan, pemerintah, termasuk ribuan pengemudi Uber. Hal ini dapat difasilitasi dengan  smartphone dan berbagai sistem komputasi dan konektivitas.

Ternyata, Palaniappan tidak sendirian dalam filosofi ini, minggu lalu, Lyft memperkenalkan ‘Express Pay’ untuk pengemudi, yang memungkinkan pengemudi untuk menarik dana tunai setelah mereka memperoleh pendapatan sebesar USD 50. Lyft dalam blognya menuliskan “the first and only ridesharing company to deliver instant payouts, giving you the ultimate flexibility”.

Clearbanc, sebuah startup Toronto juga mendeskripsikan dirinya sebagai ‘Bank untuk pengemudi Uber,’ diluncurkan minggu ini dengan layanan pembayaran instan sebagai produk pertama. Ini adalah yang pertama dari 32 perusahaan pada program percontohan di Mountain View.

Andrew D’Souza, sang pendiri mengatakan bahwa hal itu adalah sesuatu yang masuk akal sebagai tujuan penawaran awal pada para pengemudi Uber oleh karena banyak dari mereka yang membutuhkan kebutuhan keuangan.

Saat ini, produk Clearbanc mengambil bentuk dari Visa (NYSE: V) kartu debit, yang secara otomatis diisi ulang ketika pengemudi mendapatkan uang. Tujuan D’Souza adalah untuk membangun Clearbanc menjadi “pengalaman perbankan lengkap” untuk mengelola arus kas, pajak dan isu-isu lainnya.

D’Souza menambahkan bahwa kepuasan pembayaran instan dapat berfungsi sebagai motivator tambahan bagi pekerja muda yang terbiasa dengan sistem fleksibilitas.

“Sungguh menarik – apa yang kami temukan adalah bahwa ketika Anda mempersingkat waktu antara ketika orang bekerja dan ketika mereka dibayar, mereka jauh lebih termotivasi untuk bekerja,” demikian dikatakannya.

citra/VMN/BL/Journalist
Editor: Ruth Berliana
Image : Business Lounge Journal

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x