Interview Session with Cosmas Batubara

Cover_SpecialReport_Cosmas

 

(Business Lounge – Special Report)

Sosok Cosmas Batubara sangat identik dengan property, bagaimana tidak, dalam perjalanan karirnya sebagai negarawan ia pernah menjabat sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat Indonesia selama 10 tahun (1978 – 1988) dan kini pria kelahiran Simalungun, Sumatera Utara ini menjabat sebagai Komisaris Utama  Agung Podomoro Land Tbk sejak Agustus 2010 dan PT Intiland Development Tbk sejak tahun 2007. Dalam perbincangannya dengan businesslounge.co.id – Vibiz Media Network, Cosmas mengisahkan bagaimana konsep rumah susun untuk pertama kali dicetuskan saat ia masih menjabat sebagai Menteri Negara Perumahan Rakyat Indonesia pada tahun 80-an. Memperkenalkan rumah susun kepada masyarakat tidaklah mudah sebab membutuhkan waktu untuk masyarakat dapat beradaptasi dengan budaya bersama yang harus dibina. Namun bagaimanakah ke depannya, apakah konsep ini akan menjadi konsep yang tepat untuk mengakomodir pertumbuhan penduduk perkotaan pada kota-kota besar?

BL: Business Lounge

CB: Cosmas Batubara

BL: Bagaimana konsep kondominium muncul untuk pertama kalinya?

CB: Ya, jadi pada Kabinet Pembangunan Ketiga yang dipimpin oleh Pak Soeharto, masalah perumahan (papan) menjadi salah satu fokus setelah masalah pangan dan sandang. Pada waktu itu konsep yang ada adalah membangun kota-kota baru di sekitar kota, yang disebut Kota Satelit. Misalnya Jakarta, kita kembangkan di Depok. Saya masih ingat di Depok, kita bangun lebih dari 40.000 unit rumah sederhana. Kemudian kita mengembangkan daerah Bekasi, yang didahului sebelumnya di Klender Jakarta. Kemudian kita mengembangkan juga di daerah Tangerang, melalui Lippo Karawaci dan kemudian pihak swasta mengembangkan Bumi Serpong Damai. Jadi pada awalnya, dilakukan pembangunan kota baru di sekitar Jakarta untuk menampung pertumbuhan kota Jakarta. Namun demikian, dalam perkembangannya timbul kebutuhan baru, jika hanya membangun kota satelit, maka ada masalah angkutan. Nah, maka kami mulai melirik untuk membangun rumah-rumah susun di daerah perkotaan. Nah ini idenya kami kembangkan dengan pilot-project di sekitar tahun 80-an. Misalnya tahun 1985, kami mengeluarkan Undang-undang Rumah Susun dan didahului dengan adanya uji coba oleh Perum Perumnas membangun Rumah Susun empat lantai. Awalnya di daerah kumuh di depan Sarinah, kami bangun untuk mengantisipasi bagaimana mengatasi daerah kumuh di Jakarta. Kemudian kami kembangkan juga di Tanah Abang, Klender. Kita memperkenalkan Rumah Susun pada tahun 80-an itu sebagai antisipasi ke depan bahwa kota-kota kita akan kesulitan mendapatkan tanah baru, mau tidak mau harus ke atas. 

BL: Bagaimana dengan penyesuaian budaya untuk tinggal di rumah susun?

Jadi budaya tinggal di rumah susun itu mulai diperkenalkan. Memang dimulai dengan empat lantai dulu. Karena itu yang termudah. Kemudian dengan empat lantai ini, ternyata masyarakat yang tinggal di tempat rumah susun itu, juga melakukan seperti perubahan budaya. Maka kita mendidik mereka, kalau tinggal di rumah susun harus ada toleransi-toleransi. Misalnya, tidak boleh bersuara keras-keras karena bisa mengganggu tetangga, demikian juga kalau kita membuang sampah, tidak boleh dari atas dibuang, nanti orang di bawah lagi jalan, kena sampah. Atau meludah keluar begitu tidak boleh. Jadi dengan demikian mendidik masyarakat untuk tinggal di rumah susun, memerlukan waktu, tetapi menggembirakan setelah mereka mengerti konsepnya dan mereka melaksanakan konsep itu, ternyata mereka juga merasakan lebih nikmat tinggal di rumah susun.

BL: Bagaimana menurut Bapak tinggal di rumah susun?

Saya sendiri sebagai mantan Menteri, pernah juga hampir satu tahun tinggal di rumah susun, dan menikmati juga bagaimana tinggal di rumah susun. 

BL: “Apakah konsep kondominium ini jawaban untuk perumahan di Indonesia?”

CB: Kita mengikuti analisa-analisa kependudukan di Indonesia ini yang mengatakan bahwa di atas tahun 2030, 2040, penduduk di Indonesia diperkirakan mayoritas di perkotaan, mungkin sekitar 60 persen. Bahkan ada pengkajian-pengkajian bisa mendekati 70 persen. Saya pakai aja angka yang netral, 60 persen, 65 persen, berarti akan banyak penduduk kita yang tinggal di perkotaan, maka, jawaban satu-satunya untuk perumahan mereka adalah membangun rumah susun atau apartment. Jadi Rumah Susun ini jawaban untuk Indonesia ke depan menurut saya, karena lama-kelamaan di daerah perkotaan di seluruh Indonesia, kesulitan mencari tanah itu terasa. Sehingga setelah Jakarta sukses membangun rumah susun, maka disusul Surabaya, Bandung, Medan, Palembang, dan kota-kota besar. Sehingga saya lihat ini suatu jawaban.

BL: “Bagaimana dengan konsep Back to The City?”

CB: Agung Podomoro tahun 2003 itu sudah membangun puluhan ribu rumah susun. Berarti kami, sebagai pengembang, pelopor pembangun rumah susun. Dalam rangka ini, memang kami merasakan, bahwa kembali ke kota atau Back to The City adalah jawaban untuk membangun rumah susun ini. Jadi dengan demikian saya melihat bahwa, perkembangan kota ke depan nanti mencapai 60 atau 70 persen, mau tidak mau jawabannya rumah susun.

BL: “Bagaimana konsep rumah susun ke depannya?”

CB: Ternyata, rumah susun yang diminati itu, oleh berbagai kalangan adalah rumah susun yang ada di bawahnya juga tempat belanja. Sehingga mereka tidak perlu lagi keluar banyak uang untuk transportasi membeli keperluan sehari-hari. Atau dengan kata lain, yang menarik bagi mereka adalah yang disebut superblock. Di mana dalam suatu compound itu ada rumah susunnya, ada perkantorannya, lalu di bawah itu ada tempat belanja. Sehingga orang itu, kalau dia tinggal disitu, maka keperluan-keperluannya terpenuhi. Nah ini salah satu konsep yang disebut konsep super block. Jadi saya melihat bahwa ke depan, kota-kota kita makin lama makin mengarah ke sana, tentu terutama kota-kota yang berpenduduk jutaan penduduknya. Sehingga dengan demikian, kita bisa melihat itu sebagai suatu antisipasi.

BL: “Bagaimana konsep rumah susun untuk para generasi muda, apakah dapat menfasilitasi mereka untuk bersosialisasi?

CB: Tapi kalau saya lihat anak-anak muda itu juga dengan sistem sekarang media elektronik itu, mereka juga bisa bekomunikasi dan mereka juga bisa mengatur dimana mereka ketemu. Jadi saya melihat bahwa, adanya rumah susun tidak mempersulit bagi mereka yang muda-muda, bahkan menurut saya itu menjawab kebutuhan mereka. Jadi masalah hubungan sosial itu, bisa dengan adanya di situ misalnya tempat fitness, tempat olahraga, gedung pertemuan, kolam renang. Nah itu juga tempat dimana mereka bisa bersosialisasi satu sama lain.

Mengenal Lebih Dekat Cosmas Batubara

BL: “Buku apa yang sedang dibaca?”
RB: “Pro dan Kontra Pak Harto, how to make friend. Disamping itu, karena saya pengajar di UI, maka saya juga membaca buku-buku yang berhubungan dengan hubungan industrial.”

BL: “Jam berapa sudah ada di meja kerja setiap hari?”
RB: “Wah itu tidak teratur. Jadi saya datang pada waktu-waktu tertentu saja, karena saya juga komisaris dari beberapa perusahaan, saya juga rektor Podomoro University, sehingga saya datangnya juga pada waktu-waktu yang diperlukan. Nah jadi dengan kata lain, saya tidak berkantor secara rutin di satu kantor, tapi saya moving dari satu kantor ke kantor lain. Pagi menghadiri seminar, mungkin besok saya juga memimpin rapat pemegang saham, sorenya ada pertemuan lagi di APL sini, malamnya ada dinner, sehingga dengan demikian, waktunya terpakai seterusnya.”

BL: “Aktifitas apa untukmengisi waktu luang?”
RB: “Olahraga. Saya suka golf. Di samping itu, saya suka cari makan di mall, jalan-jalan sama cucu.”

BL: “Apasih kebiasaan unique yang Bapak miliki?”
RB: “Saya harus makan pagi. Dulu juga waktu saya jadi Menteri, terbang ke Surabaya belum sempat makan, maka kadang-kadang konvoi itu saya suruh berhenti di warung, kita makan dulu. Jadi makan pagi merupakan satu kebiasaan saya. Kedua, sekarang setiap bangun pagi saya minum air putih, yang cukup banyak. Itu juga saya lakukan. Ketiga, saya berusaha tidak terlambat makan siang dan makan malam. Jadi saya selalu teratur makan, karena itu merupakan hal yang sangat saya perhatikan. Lalu kemudian terakhir ini, saya kalau tidur, saya usahakan sekitar jam 12, supaya bangun nanti jam 5. Sebab kalau saya tidur jam 10, bisa terbangun jam 3. Itu mengganggu juga. Jadi, meskipun mengantuk-mengantuk saya tahan, saya usahakan supaya jam 12 itu teng. Supaya saya bisa bngun jam 5. Kalau saya bangun jam 5, maka saya siap-siap saya bisa ke lapangan golf jam 6 sehingga saya bisa selesai jam 7. Kemudian tidur berusaha jam 12 sehingga dengan demikian paginya segar. Ini kebiasaan-kebiasaan yang saya lakukan.”

BL: “Sebutkan 3 barang yang tidak boleh lupa dibawa ke mana saja?”
RB: “Pertama, tidak boleh lupa saya bawa handphone dan blackberry saya. Kedua, catatan-catatan untuk rapat. Ketiga jangan lupa bawa kartu penduduk (identity card).”

BL: “Fashion style khusus yang disukai?”
RB: “Saya dari dulu suka berpakaian yang rapi tapi tidak mewah. Waktu saya jadi anggota DPR, saya selalu pakai kemeja putih dengan dasi. Kemudian saya jadi menteri pakaiannya sudah safari atau kalo waktu formal pakai dasi. Sekarang saya membiasakan diri kalo ke kantor pakai batik lengan panjang karena itu merupakan satu pakaian kerja saya.

BL: “Pulang ke rumah jam berapa dan apa yang dilakukan sampai di rumah?”
RB: “Tibanya kadang-kadang bisa agak siang, bisa juga agak malam, jadi tidak selalu sama, tapi, pasti mencari istri dulu, dimana dia.”

BL: “Tim seperti apa yang diandalkan untuk men-support bisnis ini?”
RB: “Saya tentunya inginkan tim saya yang menguasai bidangnya, baik dengan tim dari kantor Agung Podomoro termasuk para eksekutifnya. Di Universitas Indonesia saya punya assisten yang selalu standby menyiapkan kelas-kelas waktu saya memberi kuliah. Di Yayasan Pendidikan, maka timnya juga tim saya bagi menurut keahlian masing-masing. Saya dari dulu membiasakan diri bekerja dengan tim, saya tidak mau sendiri, selalu ada timnya.

BL: “Kalau tentang leadership style-nya Bapak?”
RB: “Saya leadership-nya itu leadership partisipatif dan saya menganut paham bahwa setiap orang itu punya keahlian. Jadi saya tidak pernah mengatakan bahwa orang itu tidak bermanfaat, selalu bermanfaat karena tiap orang punya kelebihan dibandingkan yang lain. Karena itu di dalam memimpin setiap unit, saya selalu memperhatikan kemampuan masing-masing dan saya sangat menghargai kelebihan seseorang. Saya juga selalu memilih mereka menurut keahliannya. Saya bukan pemimpin yang suka marah. Kita selalu mengetahui bahwa dia juga bisa kurang, lalu dalam kurang itu kita perbaiki sehingga motivasi yang penting supaya dia memperbaiki diri. Jadi dengan demikian, hari-hari mendatang dia akan baik.”

BL: “Sepanjang perjalanan karir bapak,  sampai hari ini, dimana bapak merasa paling mendapat pelajaran sebagai seorang pemimpin?”
RB: “Saya ini lahir dari gerakan-gerakan mahasiswa, jadi saya tahun 60-an sudah jadi pimpinan Mahasiswa Katolik seluruh Jakarta. Saya tahun 1963 sudah pemimpin seluruh Indonesia. Kemudian tahun 1966, saya ikut dalam gerakan-gerakan mahasiswa menegakkan orde baru, pada saat itu saya sudah menjadi salah satu ketua dari presidium Kesatuan Aksi Mahasiswa, jadi belajar kepemimpinan mulai dari zaman mahasiswa.”

Ruth Berliana/VMN/BL/Editor
Editor: Ruth Berliana