(Business Lounge – Global News) Pada tahun 2025, Nike merayakan tonggak penting dalam sejarah budaya olahraga dan fesyen global peluncuran Air Jordan ke-40. Namun alih-alih hanya sekadar menengok ke belakang, tim desain Nike memutuskan untuk melompat jauh ke depan. Air Jordan 40 bukan hanya perayaan nostalgia atas kejayaan masa lalu Michael Jordan, tetapi juga simbol dari upaya besar Nike untuk memperbaharui lini sepatu legendaris ini demi generasi baru konsumen global.
Desainer utama Air Jordan 40, Ben Nethongkome, mengatakan kepada The Wall Street Journal bahwa tantangan utama dalam proyek ini adalah bagaimana menghormati warisan Jordan tanpa terjebak dalam referensi yang terlalu literal. Filosofi mereka disebut “reverential, not referential”—menghormati esensi, bukan menyalin bentuk.
Ini mencerminkan perubahan mendasar dalam strategi Nike terhadap lini Jordan, yang selama ini bergantung kuat pada retrospektif. Selama dua dekade terakhir, mayoritas pendapatan Jordan Brand berasal dari model-model lama seperti AJ1, AJ3, dan AJ11, yang dirilis ulang dalam warna baru setiap musim. Meski tetap laris, strategi ini mulai menunjukkan tanda-tanda kejenuhan, terutama di kalangan konsumen muda yang tumbuh bukan dengan kisah Michael Jordan, tetapi dengan estetika era digital dan nilai-nilai berbeda.
Peluncuran Air Jordan 40 menjadi kesempatan Nike untuk memperbaharui narasi Jordan. Alih-alih mengandalkan siluet retro atau referensi visual terhadap sepatu-sepatu ikonik, tim desain mengembangkan sesuatu yang benar-benar baru: sepatu yang terasa futuristik namun tetap memiliki jiwa kompetisi dan inovasi yang dulu membuat Air Jordan melegenda.
Dalam wawancara dengan GQ, tim desain menyebut bahwa AJ40 diciptakan untuk “a player of the future.” Tidak ada garis-garis khas Jordan lama yang disalin secara langsung. Sebaliknya, AJ40 mengambil inspirasi dari prinsip desain performa tinggi: ringan, reaktif, dan minimal. Desainnya lebih ramping, dengan midsole serat karbon ekspos dan bentuk upper yang hampir menyerupai sepatu lari mutakhir, bukan sepatu basket klasik.
Namun bukan berarti AJ40 melepaskan semua ikatan dengan masa lalu. Detail-detail kecil seperti sistem tali asimetris, logo Jumpman tersembunyi di bagian outsole, dan warna-warna yang membangkitkan memori klasik, tetap dihadirkan dengan pendekatan subtil. Tujuannya adalah menyapa penggemar lama tanpa mengalienasi mereka, sekaligus membuka pintu bagi generasi yang lebih menyukai estetika baru.
Nike juga menggunakan kesempatan ini untuk menunjukkan kemajuan teknologi dalam desain sepatu. AJ40 merupakan salah satu produk pertama Jordan yang menggunakan busa eksklusif Formula 23 Turbo, pengembangan terbaru dari tim inovasi Nike yang diklaim lebih ringan dan lebih responsif dari teknologi sebelumnya. Di bagian atas, bahan Flyweave generasi baru memungkinkan ventilasi maksimal tanpa mengorbankan kekuatan struktural.
Peluncuran AJ40 juga melibatkan kolaborasi lintas divisi di dalam Nike, termasuk tim Nike Sports Research Lab, para atlet muda yang menjadi bagian Jordan Brand, dan tim pemasaran global yang dipimpin oleh narasi “Flight for the Next Era.” Strategi ini mencerminkan keinginan Nike untuk membuat AJ40 tidak hanya menjadi sepatu pemain NBA, tetapi juga bagian dari budaya fesyen jalanan dan teknologi olahraga.
Namun, yang paling menarik dari peluncuran ini bukan hanya desainnya, melainkan pendekatan emosional Nike terhadap warisan Jordan. Dalam beberapa tahun terakhir, Jordan Brand menghadapi dilema, bagaimana menjaga aura mitos Michael Jordan tetap hidup, tanpa bergantung sepenuhnya pada siluet tahun 80-an dan 90-an? Jawaban Nike ada pada AJ40—menjaga semangat kompetisi, eksperimentasi, dan ketajaman desain, tetapi dengan bahasa visual dan teknologi yang relevan untuk generasi sekarang.
Peluncuran ini juga terjadi pada saat Nike tengah berupaya mengembalikan pertumbuhan setelah melewati tahun-tahun yang menantang. Dalam laporan pendapatan kuartalan terakhir, Jordan Brand memang masih tumbuh, tetapi secara keseluruhan penjualan global Nike melambat, terutama di pasar utama seperti China dan Amerika Utara. Di tengah tekanan dari pesaing seperti Adidas, Puma, dan merek-merek kecil yang cepat, Nike melihat Jordan sebagai landasan untuk inovasi yang dapat menarik perhatian pasar muda dan global.
Dari perspektif budaya, Air Jordan telah lama menjadi simbol lebih dari sekadar sepatu. Ia adalah narasi tentang ketekunan, dominasi, dan gaya. Tetapi dalam era sekarang, dengan konsumen yang lebih sadar akan identitas, keberlanjutan, dan nilai-nilai sosial, Nike menyadari bahwa strategi desain juga harus berubah. AJ40 diposisikan bukan hanya sebagai produk, tetapi sebagai simbol baru dari semangat eksplorasi dan ambisi atletik, tanpa harus bersandar pada kejayaan masa lalu.
Tim desain menyebut bahwa mereka bahkan menghindari pemakaian langsung elemen-elemen dari AJ1 hingga AJ39. Tidak ada bentuk outsole AJ11 yang dirombak, tidak ada lidah besar khas AJ3, tidak ada strap seperti AJ20. Sebaliknya, mereka mendekati proyek ini seolah-olah sedang merancang AJ1 dari nol, tetapi dengan pemahaman konteks zaman sekarang.
Strategi pemasaran AJ40 pun mencerminkan pendekatan baru ini. Alih-alih iklan televisi konvensional atau hanya mengandalkan testimoni selebritas, Nike meluncurkan kampanye digital bertajuk Flight Lab, yang mengundang komunitas kreatif muda dari seluruh dunia untuk membuat karya visual, video, dan suara yang menafsirkan makna “terbang” menurut mereka. Kampanye ini menyebar melalui TikTok, Instagram, dan kanal-kanal streaming, dengan pesan utama bahwa Jordan bukan hanya untuk atlet elit, tetapi juga untuk siapa saja yang ingin melampaui batas.
Nike juga menggandeng beberapa atlet muda dari NBA dan WNBA sebagai wajah AJ40, termasuk Scoot Henderson dan Caitlin Clark. Ini merupakan sinyal bahwa merek ini tidak lagi hanya bergantung pada Michael Jordan sebagai figur sentral, tetapi bertransisi menjadi simbol gaya hidup dan olahraga lintas generasi.
Sejauh ini, tanggapan pasar terhadap AJ40 cukup positif. Para kolektor menyambut desain yang segar dan ambisius, meskipun sebagian dari mereka tetap berharap adanya versi edisi khusus yang lebih mengacu pada model lama. Namun Nike tampaknya berkomitmen bahwa AJ40 adalah awal dari siklus baru, dan tidak akan tergoda untuk sekadar mengulang formula masa lalu.
Dalam wawancara dengan The Wall Street Journal, seorang eksekutif pemasaran Nike menyatakan bahwa jika Air Jordan pertama adalah revolusi dalam budaya sneaker, maka AJ40 adalah evolusi ke fase berikutnya—fase di mana inovasi desain, keberlanjutan bahan, dan narasi inklusif menjadi landasan utama.
Dengan demikian, peluncuran Air Jordan 40 bukan hanya peristiwa penting dalam kalender sneaker global, tetapi juga cerminan dari strategi besar Nike untuk memimpin di era baru. Sebuah era di mana nostalgia tidak lagi cukup, dan satu-satunya jalan untuk tetap relevan adalah dengan terus menciptakan masa depan yang menarik.