coaching direktur

Membantu Pilihan yang Sadar dan Fokus dalam Coaching

(Business Lounge – Lead and Follow) Dalam buku The Coaching Habit, Michael Bungay Stanier memperkenalkan pertanyaan keenam dalam rangkaian coaching-nya yang sangat ampuh dan tajam secara praktis: “If you’re saying yes to this, what are you saying no to?” atau dalam bahasa Indonesia, “Kalau kamu bilang ya untuk ini, untuk apa kamu bilang tidak?”. Pertanyaan ini disebut sebagai The Strategic Question, karena berfungsi sebagai alat untuk membantu seseorang membuat keputusan yang lebih fokus, sadar, dan selaras dengan prioritas.

Di dunia kerja yang penuh dengan permintaan, tugas, dan gangguan, sering kali kita terjebak dalam siklus mengatakan “ya” kepada terlalu banyak hal. Akibatnya, kita kehilangan arah, terbebani secara emosional dan waktu, serta gagal menyelesaikan hal-hal yang paling penting. Pertanyaan strategis ini hadir untuk menginterupsi pola tersebut. Ia mendorong refleksi mendalam dan pembentukan batas yang sehat.

Makna dan Fungsi dari Pertanyaan Strategis

Pertanyaan ini menekankan bahwa setiap komitmen terhadap satu hal akan selalu berarti mengorbankan hal lain. Ketika seseorang memutuskan untuk mengambil proyek baru, menghadiri rapat tambahan, atau menyetujui permintaan rekan kerja, ada konsekuensi dari waktu, perhatian, atau energi yang harus dilepaskan dari tugas lain. Dengan mengajukan pertanyaan ini, kita mengubah keputusan dari sekadar reaktif menjadi reflektif.

Tujuan utamanya adalah menciptakan kesadaran. Apa konsekuensi dari keputusan ini? Apakah ini benar-benar sejalan dengan tujuan jangka panjang? Apa yang tidak akan selesai karena keputusan ini diambil?

coaching

Mengapa Kita Terlalu Mudah Mengatakan Ya

Ada banyak alasan mengapa seseorang mengatakan “ya” terlalu sering:

  • Keinginan untuk menyenangkan orang lain.
  • Ketakutan kehilangan peluang.
  • Budaya kerja yang tidak mendorong batas yang sehat.
  • Tidak terbiasa berpikir secara strategis.

Namun, dengan terlalu banyak berkata “ya”, kita justru berakhir mengecewakan orang lain karena gagal menyelesaikan apa yang kita janjikan. Kita merasa terbebani, stres meningkat, dan produktivitas menurun.

Psikologi Prioritas dan Fokus

Bertanya “Apa yang kamu korbankan dengan berkata ya?” adalah cara ampuh untuk mengangkat kesadaran tentang prioritas. Banyak dari kita tidak benar-benar memikirkan konsekuensi dari komitmen tambahan. Kita merasa bisa “menyisipkan” satu tugas lagi tanpa menyadari efek akumulatifnya.

Dalam konteks tim dan organisasi, pertanyaan ini mendorong setiap anggota berpikir lebih dalam sebelum mengambil alih pekerjaan tambahan. Ini melatih disiplin dan membantu menciptakan budaya kerja yang tidak hanya sibuk, tapi juga produktif dan berorientasi hasil.

Contoh Kasus di Tempat Kerja

Seorang manajer proyek menerima semua permintaan dari tim sales demi menunjukkan dukungan. Akibatnya, tim teknisnya kewalahan dan proyek utama tertunda. Setelah refleksi menggunakan pertanyaan ini, sang manajer menyadari bahwa persetujuannya adalah bentuk “ya” yang tanpa sadar menolak ketepatan waktu dan kualitas.

Dalam contoh lain, seorang pemimpin tim yang dikenal perfeksionis belajar mengatakan “tidak” terhadap rapat yang tidak penting, agar bisa menyelesaikan satu laporan strategis yang berdampak besar. Ia menggunakan pertanyaan ini untuk menyusun ulang jadwalnya berdasarkan dampak, bukan desakan.

Peran Pertanyaan Ini dalam Coaching

Dalam sesi coaching, pertanyaan ini membantu klien menyadari trade-off dalam hidup mereka. Misalnya, jika mereka memilih lembur untuk menyelesaikan proyek, berarti mereka mengatakan “tidak” untuk waktu bersama keluarga. Coaching menjadi ruang reflektif di mana pilihan-pilihan ini diungkap, dianalisis, dan disadari.

Pertanyaan ini juga bisa membongkar ilusi multitasking. Banyak orang merasa bisa melakukan semuanya, tapi kenyataannya, kualitas pekerjaan menurun dan perhatian terpecah. The Strategic Question menjadi pengingat yang tegas namun lembut bahwa memilih berarti juga melepaskan.

Cara Menggunakan Pertanyaan Strategis Secara Efektif

Waktu terbaik menggunakan pertanyaan ini adalah:

  • Ketika seseorang sedang mengambil keputusan penting.
  • Saat melihat kecenderungan over commitment.
  • Dalam sesi perencanaan mingguan.
  • Di tengah konflik prioritas antar proyek.

Gunakan nada yang netral dan reflektif. Jangan menyindir atau menekan. Tujuannya adalah mengajak orang berpikir, bukan membuat mereka merasa bersalah.

Variasi Pertanyaan yang Bisa Digunakan

  • “Apa yang tidak akan kamu lakukan karena keputusan ini?”
  • “Apa yang akan tertunda jika kamu bilang ya?”
  • “Apa yang jadi konsekuensi utama dari keputusan ini terhadap fokusmu?”
  • “Apa yang mungkin kamu sesali nanti jika kamu ambil ini?”

Variasi ini membantu membuka berbagai sudut pandang yang bisa memperkaya proses pengambilan keputusan.

Dampak Organisasi dan Individu

Dengan membudayakan pertanyaan ini, organisasi akan mengalami:

  • Peningkatan kesadaran strategis dalam setiap tindakan.
  • Pengurangan overload tugas yang tidak penting.
  • Kejelasan dalam pengelolaan proyek dan sumber daya.
  • Kualitas hasil kerja yang meningkat karena fokus yang lebih tajam.

Bagi individu, ini memperkuat kepercayaan diri untuk berkata “tidak” dengan bijak. Mereka merasa lebih berdaulat atas waktu dan energi mereka.

Hubungan dengan Pertanyaan Coaching Lain

Pertanyaan ini saling melengkapi dengan pertanyaan-pertanyaan sebelumnya dalam The Coaching Habit. Misalnya:

  • Setelah bertanya, “Apa yang kamu inginkan?”, lanjutkan dengan, “Kalau kamu bilang ya untuk itu, apa yang kamu abaikan?”
  • Setelah bertanya, “Bagaimana saya bisa membantu?”, susul dengan, “Jika saya membantu di sini, apa yang tidak saya bantu?”

Sinergi antar pertanyaan ini memperkaya dinamika coaching dan memperdalam proses refleksi.

7 Essential Questions Coaching

Refleksi Pribadi

Dalam kehidupan pribadi, pertanyaan ini sangat relevan. Misalnya saat ingin menerima pekerjaan tambahan di akhir pekan. Apa yang dikorbankan? Mungkin waktu untuk keluarga, istirahat, atau kegiatan personal yang menyehatkan.

Dengan menggunakan pertanyaan ini, kita belajar membuat keputusan yang selaras dengan nilai dan tujuan hidup kita.

Kesadaran Dimulai dari Pertanyaan yang Baik

The Strategic Question bukan hanya tentang menolak tugas tambahan. Ia adalah undangan untuk berhenti sejenak dan bertany – Apa dampak jangka panjang dari pilihan ini? Ia membantu kita hidup dengan lebih sadar, bekerja dengan lebih fokus, dan memimpin dengan lebih strategis.

Pertanyaan sederhana ini dapat mengubah cara kita memilih, merancang waktu, dan menjalani hari-hari. Dalam dunia yang terus meminta perhatian kita ke segala arah, mungkin pertanyaan terbaik bukanlah “Apa lagi yang bisa saya lakukan?” tetapi “Apa yang harus saya tolak agar bisa benar-benar mengatakan ya pada hal yang penting?”

Baca juga : Memperdalam-Percakapan-Coaching-yang-Efektif

Penerapan di Dunia Kerja Indonesia

Dalam konteks budaya kerja Indonesia, penerapan pertanyaan strategis ini tidak bisa dilepaskan dari norma sosial yang kuat. Banyak karyawan terbiasa mengatakan “ya” sebagai bentuk penghormatan kepada atasan, keinginan untuk menjaga harmoni, atau takut dianggap tidak kooperatif. Budaya kerja kolektif dan hierarkis sering kali menempatkan nilai kepatuhan di atas kejelasan prioritas pribadi.

Namun justru karena alasan inilah The Strategic Question sangat relevan. Dalam dunia kerja Indonesia, pertanyaan ini dapat menjadi alat untuk membangun dialog yang lebih jujur dan terbuka tentang kapasitas, beban kerja, dan ekspektasi. Misalnya, alih-alih langsung menyetujui permintaan atasan atau rekan, seorang karyawan dapat belajar mengatakan, “Saya siap membantu, namun agar tidak mengorbankan proyek X yang sedang berjalan, apakah kita bisa diskusikan mana yang lebih prioritas?”

Langkah-langkah kecil seperti ini bisa menjadi katalis perubahan budaya. Manajer pun perlu berperan aktif dengan memberi ruang bagi tim untuk mengutarakan keterbatasan mereka. Saat pemimpin mulai mengajukan pertanyaan seperti, “Kalau kamu ambil ini, tugas apa yang perlu saya bantu alihkan?”, budaya “ya tanpa berpikir” perlahan akan bergeser menjadi budaya keputusan sadar.

Di perusahaan-perusahaan Indonesia yang mulai mengadopsi gaya kerja modern dan agile, penggunaan pertanyaan ini bisa dimasukkan dalam weekly check-in, rapat perencanaan sprint, atau sesi one-on-one. Bahkan dalam lingkungan kerja tradisional pun, pertanyaan ini tetap bisa digunakan sebagai cara untuk mengklarifikasi ekspektasi secara elegan dan penuh empati.

Dengan membiasakan refleksi tentang apa yang kita tolak setiap kali berkata “ya”, karyawan Indonesia dapat meningkatkan produktivitas, mengurangi stres kerja, dan membangun komunikasi yang lebih dewasa di tempat kerja. Pertanyaan ini bukan sekadar alat, tetapi jembatan menuju budaya kerja yang lebih sehat dan manusiawi.