(Business Lounge – Lead and Follow) Saya lanjutkan pembahasan The Coaching Habit, Michael Bungay Stanier memperkenalkan pertanyaan coaching keempat yang menjadi dasar banyak percakapan bermakna yaitu The Foundation Question. Pertanyaannya sederhana namun penuh makna “What do you want?” atau dalam bahasa Indonesia, “Apa yang kamu inginkan?”. Meski tampak biasa, pertanyaan ini memiliki kekuatan untuk membongkar asumsi, membuka keterusterangan, dan menyentuh keinginan terdalam seseorang. Dalam konteks coaching dan kepemimpinan, ini adalah salah satu kunci utama untuk membantu seseorang bergerak dari kebingungan menuju kejelasan, dari pasif menjadi aktif, dan dari reaksi menjadi refleksi.
Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi kekuatan pertanyaan ini dalam konteks coaching, dinamika relasi manusia, dan bagaimana penggunaannya dapat mengubah percakapan kerja, konflik, bahkan hubungan pribadi menjadi lebih sehat dan produktif. Dengan memperluas bahasannya secara mendalam, kita akan melihat bagaimana pertanyaan ini dapat membentuk budaya organisasi dan meningkatkan kepemimpinan pribadi.
Mengapa Pertanyaan Ini Begitu Kuat?
1. Inti dari banyak ketegangan adalah ketidaktahuan kita menginginkan apa?
Banyak percakapan tidak produktif karena kedua belah pihak tidak benar-benar tahu apa yang mereka inginkan—atau bahkan tidak menyadari bahwa mereka tidak tahu. Akibatnya, mereka hanya bereaksi dengan marah, defensif, menyalahkan, atau menghindar. Dengan mengajukan pertanyaan “Apa yang kamu inginkan?”, kita membantu lawan bicara berhenti sejenak dan berpikir, bukan bereaksi. Pertanyaan ini bertindak sebagai jendela pembuka ke kesadaran diri. Keinginan yang jujur sering kali menjadi fondasi dari keputusan yang efektif.
2. Menghindari Asumsi dan Mendorong Kejelasan
Sering kali kita berasumsi bahwa kita tahu apa yang orang lain inginkan, atau bahwa mereka tahu apa yang kita inginkan. Ini menciptakan jurang komunikasi. Pertanyaan ini membantu memperjelas ekspektasi yang belum terucap. Dalam dunia kerja, asumsi bisa memicu konflik. “Saya kira dia ingin dipuji” bisa jadi berbeda dari kenyataan bahwa dia ingin diberi ruang untuk mandiri.
3. Melepaskan Pola Drama Triangle
Stanier memperkenalkan konsep Drama Triangle dari Stephen Karpman, yang menggambarkan dinamika komunikasi disfungsional yang terjadi saat orang memainkan tiga peran sebagai Korban (“Ini bukan salah saya”), Penolong (“Saya akan memperbaiki semuanya”), dan Pelaku (“Ini semua salahmu”). Ketika kita terjebak dalam ketiga peran ini, kita kehilangan kesadaran atas tanggung jawab personal.
Dengan menanyakan “Apa yang kamu inginkan?”, kita mengganggu siklus ini dan mendorong individu keluar dari permainan peran tersebut. Mereka dipaksa mengambil tanggung jawab pribadi atas kebutuhannya, bukan terus berada dalam pola reaktif. Ini menciptakan pemimpin dan individu yang lebih sadar peran.
4. Memaksa Kejujuran Emosional
Pertanyaan ini mengarah ke ranah yang lebih dalam yaitu kebutuhan akan dihargai, merasa aman, didengar, dikendalikan, atau dibebaskan. Ini bukan hanya soal hasil kerja, tetapi juga tentang pengalaman psikologis yang dibutuhkan seseorang untuk merasa utuh. Dalam banyak kasus, konflik di permukaan sebenarnya berasal dari kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi—dan hanya bisa diakses melalui kejujuran emosional.
Teknik Menggunakan The Foundation Question
1. Ajukan dengan Nada Ingin Tahu, Bukan Menekan
Pertanyaan ini bisa sangat personal. Gunakan dengan nada yang hangat dan netral, bukan seperti interogasi. Sikap tubuh, bahasa nonverbal, dan kesabaran Anda akan memengaruhi seberapa dalam lawan bicara berani menjawab.
2. Ajukan Saat Percakapan Terjebak
Saat diskusi terasa stagnan, membingungkan, atau mulai memanas secara emosional, pertanyaan ini dapat membawa fokus kembali ke intinya. Ia memotong labirin keluhan dan asumsi, dan mengarahkan perhatian pada apa yang benar-benar penting.
3. Gunakan dalam Kombinasi dengan Pertanyaan Lain
Misalnya:
- “Apa yang sedang ada di pikiranmu?”
- “Dan apa lagi?”
- “Apa tantangan sebenarnya di sini untukmu?”
- “Dan apa yang kamu inginkan?”
Kombinasi ini membentuk alur reflektif yang kuat. Alur ini mendorong percakapan dari permukaan ke dalam, dari masalah ke makna.
4. Berani Diam
Setelah mengajukan pertanyaan ini, biarkan keheningan bekerja. Orang mungkin membutuhkan waktu untuk menggali keinginan yang belum pernah mereka artikulasikan sebelumnya. Keheningan adalah ruang berpikir. Sering kali, jawaban yang paling bermakna muncul setelah jeda panjang.
Beberapa Studi Kasus Mengungkap Keinginan yang Sebenarnya
Karyawan yang Tampak Apatis
Manajer: “Apa yang kamu inginkan dari peranmu sekarang?”
Karyawan (setelah jeda): “Saya ingin merasa bahwa pendapat saya benar-benar didengarkan, bukan hanya dicatat.”
Hasil: Fokus perbaikan bukan lagi pada tugas, tetapi pada dinamika kepemimpinan dan rasa hormat. Hal ini kemudian mendorong perubahan pada pola meeting mingguan, di mana seluruh anggota tim diberi waktu refleksi dan didorong untuk menyampaikan umpan balik yang berarti.
Konflik dalam Tim
Dua rekan berselisih tentang cara menyelesaikan proyek.
Facilitator bertanya pada keduanya: “Apa yang kamu masing-masing inginkan dari diskusi ini?”
Satu orang menjawab: “Saya ingin proyek ini berjalan sesuai jadwal.” Yang lain menjawab: “Saya ingin dihargai atas kontribusi saya.”
Hasil: Proyek bukan sumber masalah—pengakuan dan kebutuhan emosional yang belum terpenuhi adalah akar konflik. Setelah menyadari ini, tim sepakat membuat sistem review mingguan yang tidak hanya berfokus pada hasil, tetapi juga pada peran dan kontribusi.
Aplikasi di Dunia Kerja
- Dalam Sesi Feedback: “Apa yang kamu harapkan saya lakukan secara berbeda ke depannya?”
- Dalam Penilaian Kinerja: “Dari pekerjaan ini, apa yang kamu paling inginkan untuk perkembangan kariermu?”
- Dalam Manajemen Konflik: “Apa yang benar-benar kamu butuhkan dari rekan kerjamu agar kamu bisa menjalankan peranmu dengan baik?”
- Dalam Coaching Individu: “Jika kita hanya punya 10 menit untuk bicara, apa yang paling kamu ingin capai dari sesi ini?”
- Dalam Rapat Strategi: “Sebelum kita mulai, apa hasil yang sebenarnya kamu harapkan dari pertemuan ini?”
Apa yang Terjadi Ketika Orang Tidak Tahu Apa yang Mereka Inginkan?
Tidak jarang seseorang akan menjawab, “Saya tidak tahu.” Itu bukan masalah. Justru itu bisa jadi momen pembelajaran paling kuat. Anda bisa menindaklanjuti dengan pertanyaan:
- “Kalau kamu harus menebak?”
- “Apa yang kamu harap terjadi kalau ini berjalan baik?”
- “Apa yang ingin kamu hindari?”
- “Apa yang kamu ingin orang lain pahami tentang kamu?”
Tujuannya bukan memaksa jawaban, tapi menstimulasi refleksi. Dalam banyak kasus, keinginan sejati muncul secara bertahap. Prosesnya seperti mengupas bawang: dari permukaan, ke lapisan-lapisan emosi dan motivasi terdalam.
Menumbuhkan Budaya Keterbukaan di Organisasi
Ketika pertanyaan “Apa yang kamu inginkan?” menjadi bagian dari percakapan rutin, organisasi akan merasakan perubahan:
- Percakapan menjadi lebih langsung dan jujur.
- Konflik diselesaikan lebih cepat karena fokus pada kebutuhan, bukan posisi.
- Pemimpin memahami motivasi tim mereka lebih dalam.
- Karyawan merasa lebih dihargai dan terdengar.
- Keputusan lebih cepat diambil karena arah dan niat lebih jelas.
Organisasi seperti ini juga cenderung memiliki tingkat retensi lebih tinggi karena orang merasa terlibat secara emosional dan dihargai secara personal.
Kejelasan Membawa Keberdayaan
“Apa yang kamu inginkan?” mungkin terdengar seperti pertanyaan biasa. Tapi di tangan seorang pemimpin atau coach yang penuh empati dan kehadiran, pertanyaan ini adalah kunci membuka kesadaran, mengurai konflik, dan membangun kepercayaan.
Ketika seseorang menyadari dan berani mengungkapkan apa yang mereka inginkan, mereka mulai mengambil kendali atas hidup dan peran mereka. Dan dari situlah perubahan dimulai.
Dalam percakapan Anda berikutnya—entah sebagai pemimpin, coach, mentor, fasilitator tim, HRD, guru, atau bahkan teman—cobalah berhenti sejenak, pandang lawan bicara Anda, dan tanyakan dengan tulus: “Apa yang kamu inginkan?” Anda mungkin terkejut dengan kedalaman jawabannya. Bahkan mungkin, Anda akan menemukan kejelasan untuk diri Anda sendiri melalui keberanian untuk bertanya dan mendengarkan.