(Business Lounge – Automotive) Di tengah perlambatan permintaan global terhadap kendaraan listrik murni (EV), Honda Motor Co. Ltd. mengumumkan langkah strategis mengejutkan: mengurangi investasi pada pengembangan EV dan memperkuat fokus pada kendaraan hybrid. Langkah ini menandai pergeseran besar dalam strategi elektrifikasi salah satu produsen otomotif terbesar Jepang, yang selama ini dikenal berhati-hati dalam menanggapi gelombang transisi ke mobil tanpa emisi.
Dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip oleh Wall Street Journal, Honda menyatakan bahwa pihaknya akan “menyeimbangkan ulang” portofolio elektrifikasinya dengan mengalihkan sumber daya untuk memperkuat jajaran kendaraan hybrid, terutama di pasar-pasar utama seperti Amerika Utara dan Jepang. “Konsumen saat ini menginginkan solusi transisi yang lebih praktis,” ujar CEO Toshihiro Mibe. “Model hybrid menjembatani kebutuhan akan efisiensi bahan bakar dan kenyamanan tanpa kekhawatiran infrastruktur pengisian.”
Keputusan ini datang di tengah kenyataan pasar yang mulai menunjukkan kejenuhan terhadap kendaraan listrik murni. Menurut data dari BloombergNEF, penjualan EV global memang masih tumbuh, tetapi laju pertumbuhannya melambat signifikan dibanding dua tahun lalu. Di Amerika Serikat, survei terbaru dari Gallup yang dikutip oleh Reuters menyebutkan bahwa ketertarikan konsumen terhadap EV justru menurun, terutama karena kekhawatiran tentang jarak tempuh, ketersediaan charger, dan harga jual.
Honda mencermati tren ini secara seksama. Dalam laporan keuangan terbarunya, perusahaan juga mencatat bahwa margin laba dari penjualan kendaraan listrik belum mampu menyaingi kendaraan konvensional atau hybrid, bahkan ketika insentif pemerintah masih berlaku. Ini berbeda dengan ekspektasi awal bahwa EV akan menjadi penopang profitabilitas jangka panjang.
Meskipun tidak sepenuhnya meninggalkan rencana jangka panjang menuju netralitas karbon pada 2050, Honda kini mengambil pendekatan yang lebih realistis. “Kami tidak menghentikan EV. Kami memperlambat laju dan menyesuaikannya dengan realitas pasar,” jelas Mibe dalam konferensi pers di Tokyo, seperti dilaporkan oleh Nikkei Asia.
Honda sebelumnya menargetkan untuk hanya menjual kendaraan listrik murni dan berbasis sel bahan bakar di seluruh dunia pada tahun 2040. Namun target jangka menengahnya kini diperlonggar. Beberapa model EV yang direncanakan untuk peluncuran dalam dua tahun ke depan kini ditunda, termasuk proyek-proyek bersama dengan General Motors di Amerika Serikat. Sebaliknya, Honda akan meluncurkan model hybrid generasi terbaru yang menggunakan sistem e:HEV yang telah terbukti efisien dan diminati pasar.
Menurut Reuters, Honda akan meningkatkan produksi model hybrid seperti CR-V dan Accord, yang mencatatkan penjualan solid di AS pada kuartal pertama 2025. Strategi ini juga diharapkan bisa menjaga hubungan dengan dealer, yang selama ini mengeluhkan lemahnya margin dan persediaan terbatas untuk model EV.
Di Eropa, di mana tekanan regulasi terhadap emisi lebih ketat, Honda akan mempertahankan jalur elektrifikasinya, tetapi tetap memberi ruang pada hybrid. Di Jepang dan Asia Tenggara, di mana infrastruktur EV masih jauh dari matang, Honda menilai pendekatan hybrid lebih sesuai.
Keputusan Honda untuk menarik rem EV bukanlah kasus tunggal. Beberapa produsen besar dunia juga mulai bersikap lebih pragmatis. Ford, GM, dan Mercedes-Benz semuanya telah merevisi ambisi EV mereka dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan Tesla, pionir kendaraan listrik, melaporkan penurunan pengiriman dan memangkas harga produknya di berbagai negara.
Yang membuat langkah Honda menonjol adalah cara mereka mengomunikasikannya. Tanpa jargon “penyesuaian taktis” atau “reorientasi portofolio”, Honda secara terbuka menyatakan bahwa model hybrid adalah pilihan rasional dalam masa transisi ini. Ini menandai keberanian dan kejernihan strategi yang sering kali jarang terlihat dalam industri yang dikuasai oleh tekanan politik dan ekspektasi investor jangka pendek.
Investor menyambut langkah ini dengan positif. Saham Honda naik 4% di Tokyo pada hari pengumuman tersebut. Analis dari Morgan Stanley Japan menyebut keputusan ini sebagai “tindakan realistis yang memperkuat fondasi keuangan dan mengurangi risiko overinvestasi pada teknologi yang belum matang secara komersial.”
Namun tidak semua pihak sependapat. Kelompok lingkungan dan aktivis energi bersih menyuarakan kekhawatiran bahwa langkah ini bisa memperlambat transisi ke transportasi nol emisi. “Merek besar seperti Honda memiliki tanggung jawab moral untuk memimpin, bukan menyesuaikan diri dengan pasar,” ujar Kana Tanaka dari Greenpeace Jepang kepada Financial Times.
Honda menanggapi kritik tersebut dengan menyebut bahwa pendekatan hybrid tetap berkontribusi besar dalam mengurangi emisi karbon, terutama jika dibandingkan kendaraan berbahan bakar bensin murni. Perusahaan menambahkan bahwa sistem hybrid canggih mereka telah terbukti sangat efisien dalam siklus penggunaan harian.
Lebih jauh, Honda juga menekankan bahwa pengalihan fokus ini memberi mereka ruang untuk mengembangkan arsitektur EV internal sendiri, alih-alih bergantung sepenuhnya pada kemitraan luar. Dalam jangka panjang, Honda berencana memperkenalkan EV berbasis platform e:Architecture, yang akan mulai diperkenalkan pada paruh kedua dekade ini.
Selain strategi produk, Honda juga melakukan penyesuaian di lini manufaktur. Pabrik EV di Ohio, yang sebelumnya direncanakan menjadi pusat produksi utama untuk model hasil kolaborasi dengan GM, kini akan direalokasi untuk memproduksi kendaraan hybrid dalam jumlah lebih besar. Perusahaan menegaskan bahwa tidak ada pemutusan hubungan kerja dalam proses ini.
Langkah Honda mencerminkan dinamika industri otomotif global yang kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, tekanan untuk dekarbonisasi kian kuat. Di sisi lain, realitas pasar menunjukkan bahwa adopsi EV tidak bisa dipaksakan. Dengan memilih jalan tengah melalui hybrid, Honda berusaha menjaga keseimbangan antara visi jangka panjang dan kelangsungan bisnis jangka pendek.
Apakah strategi ini akan berhasil? Banyak bergantung pada seberapa cepat teknologi baterai berkembang, seberapa luas infrastruktur pengisian tumbuh, dan bagaimana respons konsumen terhadap pilihan kendaraan yang tersedia. Namun untuk saat ini, Honda tampaknya memilih untuk tidak terpaku pada narasi “EV atau mati,” dan lebih percaya pada pendekatan bertahap yang berbasis kenyataan.