Reward Bukanlah Segalanya untuk Dapat Membangkitkan Motivasi Karyawan

(Business Lounge Journal – Human Resources)

Alexander Kjerulf, seorang ahli kebahagiaan di tempat kerja (the Chief Happiness Officer), dengan tegas menyatakan bahwa motivasi karyawan tidak semata-mata bersumber dari iming-iming gaji atau bonus. Faktor-faktor intrinsik yang berakar pada kebahagiaan dan kepuasan kerja justru memainkan peran yang jauh lebih signifikan. Alexander Kjerulf menjelaskan bahwa penghargaan finansial memang memiliki tempatnya, namun bukanlah faktor penentu yang membuat karyawan tetap termotivasi dan produktif dalam jangka panjang.

Sebelum kita membahas lebih lanjut hal ini, mari kita lihat bagaimana perusahaan-perusahaan yang dikenal memiliki karyawan yang bahagia menerapkan prinsip-prinsip ini, juga membahas faktor-faktor yang justru dapat menghancurkan motivasi, dan membongkar beberapa mitos motivasi yang umum.

Faktor-faktor Pendorong Motivasi Karyawan Menurut Kjerulf (dan Contoh Praktiknya)

Berikut adalah faktor-faktor utama yang, menurut Kjerulf, benar-benar mampu membangkitkan motivasi karyawan, dilengkapi dengan contoh dari perusahaan-perusahaan yang dikenal memiliki budaya kerja yang positif:

  1. Rasa Memiliki Makna dalam Pekerjaan: Karyawan akan termotivasi ketika mereka merasakan bahwa pekerjaan yang mereka lakukan memberikan dampak yang nyata. Mereka ingin melihat bahwa upaya mereka berkontribusi pada tujuan yang lebih besar, baik bagi perusahaan maupun masyarakat luas.
    Contoh: Salesforce, perusahaan teknologi terkemuka, memiliki program “1-1-1” di mana mereka menyumbangkan 1% dari ekuitas, 1% dari produk, dan 1% dari waktu karyawan untuk kegiatan filantropi. Hal ini memberikan makna yang lebih dalam bagi pekerjaan karyawan, karena mereka tahu bahwa kontribusi mereka juga berdampak positif di luar perusahaan.
  2. Pengakuan dan Apresiasi: Sebuah ucapan terima kasih yang tulus atau pengakuan atas kerja keras mereka seringkali lebih berharga daripada insentif finansial. Apresiasi dari atasan atau rekan kerja dapat meningkatkan motivasi karyawan secara signifikan.
    Contoh: Google dikenal dengan budaya pengakuan yang kuat. Mereka memiliki program “Peer Bonus” di mana karyawan dapat memberikan bonus kepada rekan kerja yang telah memberikan kontribusi luar biasa. Selain itu, mereka juga sering mengadakan acara perayaan kecil untuk merayakan pencapaian tim.
  3. Kesenangan dalam Bekerja: Suasana kerja yang positif dan menyenangkan akan mendorong produktivitas dan kreativitas. Lingkungan kerja yang penuh tekanan justru dapat menurunkan motivasi karyawan.
    Contoh: Southwest Airlines terkenal dengan budaya kerja yang menyenangkan dan penuh tawa. Mereka mendorong karyawan untuk menjadi diri mereka sendiri dan menciptakan lingkungan kerja yang santai dan ramah. Hal ini tercermin dalam interaksi mereka dengan pelanggan dan sesama karyawan.
  4. Hubungan Sosial yang Baik: Hubungan yang sehat dengan rekan kerja dan atasan memiliki peran penting dalam membangun loyalitas dan kepuasan kerja. Karyawan yang memiliki teman di tempat kerja cenderung lebih bahagia dan produktif.
    Contoh: Zappos, perusahaan penjualan sepatu online, sangat menekankan pada pembangunan tim dan hubungan sosial yang kuat. Mereka sering mengadakan kegiatan team building dan acara sosial untuk mempererat hubungan antar karyawan. Mereka bahkan memiliki “Culture Book” yang berisi nilai-nilai perusahaan dan cerita-cerita dari karyawan.
  5. Otonomi dan Kepercayaan: Karyawan akan merasa lebih termotivasi jika mereka diberikan kebebasan dalam mengambil keputusan dan menjalankan tugas-tugas mereka. Kepercayaan dari atasan membuat mereka merasa dihargai dan bertanggung jawab.
    Contoh: Netflix dikenal dengan budaya kebebasan dan tanggung jawab. Mereka memberikan karyawan fleksibilitas dalam mengatur jam kerja mereka dan memberikan mereka otonomi untuk mengambil keputusan penting. Mereka percaya bahwa karyawan akan bertanggung jawab jika diberi kepercayaan.
  6. Peluang untuk Belajar dan Bertumbuh: Kesempatan untuk mengembangkan keterampilan dan karier menjadi faktor penting bagi motivasi karyawan. Perusahaan yang mendukung pertumbuhan individu cenderung memiliki tingkat retensi yang lebih tinggi.
    Contoh: LinkedIn menawarkan berbagai program pengembangan profesional bagi karyawan mereka, termasuk pelatihan, mentoring, dan kesempatan untuk mengikuti konferensi. Mereka juga mendorong karyawan untuk mengambil peran baru dan menantang.

Faktor-faktor yang Membunuh Motivasi (Demotivators)

Selain faktor-faktor pendorong, penting juga untuk memahami apa saja yang dapat menghancurkan motivasi karyawan. Berikut adalah beberapa demotivator utama:

  1. Kompensasi yang Tidak Adil: Gaji yang tidak sesuai dengan pasar, kurangnya transparansi dalam sistem penggajian, atau ketidakadilan dalam pemberian bonus dapat membuat karyawan merasa tidak dihargai dan demotivasi. Mereka mungkin merasa usaha mereka tidak sebanding dengan imbalan yang diterima.
  2. Birokrasi yang Berlebihan (Red Tape): Proses birokrasi yang rumit, berbelit-belit, dan memakan waktu dapat menghambat produktivitas dan membuat karyawan frustrasi. Ketika karyawan harus berjuang melawan birokrasi untuk menyelesaikan pekerjaan mereka, motivasi mereka akan menurun drastis.
  3. Micromanaging: Pengawasan yang terlalu ketat dan detail dari atasan dapat membuat karyawan merasa tidak dipercaya dan tidak dihargai. Micromanaging menghalangi otonomi dan kreativitas, dan dapat membuat karyawan merasa terkekang dan tidak termotivasi.
  4. Ketidakrespekan: Perilaku tidak sopan, merendahkan, atau diskriminatif dari atasan atau rekan kerja dapat menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat dan sangat merusak motivasi. Respek adalah fondasi dari hubungan kerja yang positif.
  5. Tujuan yang Tidak Jelas: Ketika karyawan tidak memahami tujuan perusahaan atau tujuan dari pekerjaan mereka, mereka akan merasa kehilangan arah dan kurang termotivasi. Tujuan yang jelas dan terukur sangat penting untuk memberikan makna dan arah bagi pekerjaan karyawan.

Mitos Motivasi: 4 Klasik yang Tidak Efektif

Kjerulf dan para ahli lainnya telah mengidentifikasi beberapa taktik motivasi klasik yang seringkali tidak efektif, bahkan kontraproduktif:

  1. KPI Ambisius (Terlalu Tinggi): Target yang terlalu sulit dicapai justru dapat membuat karyawan merasa tertekan dan putus asa, bukan termotivasi. Alih-alih mendorong performa, KPI yang tidak realistis dapat menurunkan moral dan produktivitas.
  2. Kompetisi Internal yang Berlebihan: Meskipun kompetisi sehat dapat bermanfaat, kompetisi internal yang berlebihan dapat menciptakan lingkungan kerja yang toksik dan penuh intrik. Karyawan mungkin lebih fokus untuk mengalahkan rekan kerja mereka daripada bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama.
  3. Hadiah dan Hukuman: Sistem reward and punishment (hadiah dan hukuman) memang dapat memberikan motivasi jangka pendek, tetapi efeknya seringkali tidak bertahan lama. Karyawan mungkin hanya termotivasi untuk mendapatkan hadiah atau menghindari hukuman, bukan karena mereka benar-benar menikmati pekerjaan mereka atau merasa terdorong oleh faktor-faktor intrinsik. Lebih buruk lagi, hukuman seringkali menimbulkan ketakutan dan kebencian.
  4. Pembicara Motivasi (Motivational Speakers): Meskipun sesi motivasi dapat memberikan dorongan semangat sesaat, efeknya seringkali hanya sementara. Motivasi sejati harus dibangun dari dalam dan didukung oleh lingkungan kerja yang positif, bukan hanya bergantung pada “suntikan” motivasi dari luar. Seringkali, pembicara motivasi memberikan solusi generik yang tidak relevan dengan tantangan spesifik yang dihadapi karyawan.

Mengapa mitos-mitos Ini tidak berfungsi?

Mitos-mitos ini tidak efektif karena tidak menyentuh akar dari motivasi yang sebenarnya. Motivasi yang langgeng dan kuat berasal dari dalam diri seseorang, bukan dari tekanan eksternal atau iming-iming hadiah semata.

Sekarang mari kita membahas 4 jenis motivasi yang sebenarnya:

Sumber: Alexander Kjerulf

Untuk memahami bagaimana cara memotivasi orang dengan efektif, kita perlu memahami 4 jenis motivasi yang mendasari perilaku manusia:

  1. Motivasi Intrinsik

Motivasi intrinsik adalah dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang. Ini terkait dengan kepuasan pribadi, minat, dan kesenangan yang didapatkan dari suatu aktivitas. Contohnya, seseorang yang termotivasi intrinsik mungkin melakukan pekerjaan karena dia merasa pekerjaan itu menarik dan menantang, bukan karena imbalan eksternal seperti gaji atau promosi.

Ciri-ciri Motivasi Intrinsik:

  • Kepuasan pribadi
  • Minat dan kesenangan
  • Rasa ingin tahu
  • Otonomi dan kontrol
  • Pengembangan diri
  1. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri seseorang. Ini terkait dengan imbalan eksternal seperti gaji, bonus, pengakuan, atau hukuman. Contohnya, seseorang yang termotivasi ekstrinsik mungkin bekerja keras untuk mendapatkan promosi atau menghindari teguran dari atasan.

Ciri-ciri Motivasi Ekstrinsik:

  • Imbalan eksternal (gaji, bonus, hadiah)
  • Pengakuan dan pujian
  • Hukuman dan konsekuensi
  • Tekanan sosial
  • Kewajiban
  1. Motivasi Prosocial

Motivasi prosocial adalah dorongan untuk membantu orang lain atau memberikan kontribusi pada masyarakat. Ini terkait dengan nilai-nilai altruisme, empati, dan tanggung jawab sosial. Contohnya, seseorang yang termotivasi prosocial mungkin bekerja di organisasi nirlaba karena dia ingin membuat perbedaan positif dalam kehidupan orang lain.

Ciri-ciri Motivasi Prosocial:

  • Altruisme dan empati
  • Tanggung jawab sosial
  • Keinginan untuk membantu orang lain
  • Kontribusi pada masyarakat
  • Nilai-nilai kemanusiaan
  1. Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi adalah dorongan untuk mencapai tujuan dan meraih kesuksesan. Ini terkait dengan keinginan untuk menjadi kompeten, unggul, dan berprestasi. Contohnya, seseorang yang termotivasi berprestasi mungkin bekerja keras untuk mencapai target penjualan atau meraih gelar akademik yang tinggi.

Ciri-ciri Motivasi Berprestasi:

  • Keinginan untuk sukses
  • Target dan tujuan yang jelas
  • Tantangan dan kompetisi
  • Kerja keras dan ketekunan
  • Pengakuan atas prestasi

Dengan memahami 4 jenis motivasi ini, kita dapat melihat mengapa mitos-mitos motivasi yang telah disebutkan sebelumnya tidak efektif. Mitos-mitos tersebut hanya berfokus pada motivasi ekstrinsik dan mengabaikan jenis motivasi lain yang lebih penting, seperti motivasi intrinsik, prosocial, dan berprestasi.

Penting untuk diingat bahwa setiap orang memiliki kombinasi motivasi yang berbeda-beda. Jenis motivasi yang paling efektif dapat bervariasi tergantung pada individu, situasi, dan jenis pekerjaan. Memahami berbagai jenis motivasi dapat membantu pemimpin dan manajer untuk menciptakan lingkungan kerja yang memotivasi karyawan.