Creative Engineering – Interview Session with Prof. H. Mohamad Nasir,Ph.D., Ak

Cover_HowTo_M-Nasir-3

(Business Lounge – Special Report)

Saya memang telah menyimpan pertanyaan ini sekian lama, mengapa riset yang diproduksi oleh seluruh perguruan tinggi di negeri tercinta ini masih kalah dibandingkan dengan riset yang dihasilkan perguruan tinggi di negara-negara tertangga? Hal ini jugalah yang membawa saya menemui Prof. H. Mohamad Nasir,Ph.D., Ak di tempat kerjanya.
Siang itu, Menteri Riset, Teknologi, dan Perguruan Tinggi RI ini pun banyak menjawab keingintahuan saya mengenai bidang yang dikuasainya.
Wawancara ini telah diedit dan disesuaikan untuk kejelasan.
 
 

BL: Business Lounge

MR: Mensristekdikti

BL: Pak Menteri, terkait dengan realita bahwa banyak dari mahasiswa yang telah menyelesaikan jenjang S1 akan lebih fokus pada karir dan tidak tertarik untuk meneruskan ke jenjang S2 sementara untuk membuat riset yang lebih berkualitas atau yang baik, mahasiswa penting untuk mengambil magister atau doctor?

MR: Memang sangat penting untuk mendorong secara bersama-sama untuk dapat mengembangkan riset di Indonesia, yaitu dengan membuat riset yang dapat mendorong kemajuan bangsa. Konsepnya harus diubah. Jika sebelumnya riset hanya menghasilkan publikasi saja maka ke depannya riset haruslah menghasilkan product. Dengan demikian diharapkan akan lebih banyak yang tertarik untuk menghasilkan riset.

Konsepnya harus diubah. Jika sebelumnya riset hanya menghasilkan publikasi saja maka ke depannya riset haruslah menghasilkan product.

BL: Apakah ini akan terkait dengan entrepreneur?

MR: Ya, entrepreneur atau wira usaha harus muncul. Harapan saya riset yang menghasilkan produk akan memunculkan kewirausahaan baru dan potensi Indonesia luar biasa untuk hal ini. Saat ini, kita memiliki 120 perguruan tinggi negeri dan 3,740 perguruan tinggi swasta. Indonesia adalah Negara kepulauan yang besar dengan jumlah penduduk nomer 4 terbanyak di dunia, namun jika riset kita hanya “begitu” saja, rasanya ada sesuatu yang salah dalam pengelolaan. Oleh karena itu penting untuk didorong dengan memberikan stimulus dan memperhatikan program studi apa yang harus di dorong untuk menjadi pilihan.

Perlu diketahui apa yang menyebabkan pertumbuhan riset di Malaysia dan Singapura lebih cepat? Ternyata jumlah engineer di Malaysia adalah 3,337 orang per 1 juta penduduk, sedangkan di Indonesia hanya 2,667 orang per 1 juta penduduk. Jumlah engineer di Singapore jauh lebih besar lagi, apalagi Jepang dan Korea Selatan yang cukup pesat. Jika kita dapat meningkatkan jumlah engineer kita maka kita dapat melakukan industrialisasi lebih cepat. Sebagai efek industrialisasi maka pendidikan akan menjadi lebih baik, publikasi riset juga menjadi lebih baik. Ini adalah efek multiplayer yang tidak bisa terjadi hanya dengan langsung meningkatkan riset sendiri.

Ini adalah efek multiplayer yang tidak bisa terjadi hanya dengan langsung meningkatkan riset sendiri.

BL: Apakah engineer membutuhkan ilmu manajemen?

MR: Manajemen itu adalah pendukung, bukan yang paling dominan. Engineer membutuhkan manajemen sebab manajemen merupakan suatu given yang harus ada pada semua orang. Apakah yang penting bagi seorang engineer atau seorang sosial manajemen? Yaitu bagaimana cara mengelola resources dengan baik? Siapa yang memiliki resources? Engineer yang memilikinya. Ini yang menjadi penting untuk dapat berkembang.

BL: Jadi apa target untuk meningkatkan engineer?

MR: Harapan saya sampai tahun 2019 kita sudah memiliki 3000 engineer. Itu sudah luar biasa. Harus kerja keras untuk meningkatkan dari 2667 menjadi 3000. Apa yang harus dilakukan? Pertama, perguruan tinggi yang publikasinya kurang akan didorong dengan tambahan alokasi anggaran sebesar 25 persen yang kemudian diharapkan dapat meningkat hingga 50 persen sehingga menjadi suatu stimulus. Kedua, bagaimana menghilirkannya pada dunia usaha.

Kedua, bagaimana menghilirkannya pada dunia usaha.

BL: Apakah dengan jumlah 3000 engineer akan dapat membangkitkan industri Indonesia?

MR: Saya mempunyai obsesi untuk fakultas-fakultas teknik yang ada di Indonesia dapat mengadakan penerimaan mahasiswa 2 kali setahun. Sehingga dari angka 2600 dapat segera menjadi 2 kali lipat. Tetapi andaikata pun hanya 25% yang bertambah itu sudah mencapai lebih dari 3200. Belum lagi kita akan menambah fakultas-fakultas di bidang engineering. Sumatera akan segera memiliki ITERA (Institut Teknologi Sumatera), Kalimantan akan dibangun ITEKA (Institute Teknologi Kalimantan). Jadi harus ada mandatori yang diberikan sehingga mereka dapat melakukan penelitian yang lebih baik. Bayangkan, alokasi anggaran pemerintah saat ini untuk insfrastruktur mencapai 5000 triliun. Ini tidak sedikit atau meningkat dua setengah kali berarti harus diimbangi dengan pertambahan engineer yang idealnya juga dua setengah kali. Walaupun untuk sekarang ini pertambahan setengah kalinya saja sudah luar biasa.

Bayangkan, alokasi anggaran pemerintah saat ini untuk insfrastruktur mencapai 5000 triliun. Ini tidak sedikit atau meningkat dua setengah kali berarti harus diimbangi dengan pertambahan engineer yang idealnya juga dua setengah kali. Walaupun untuk sekarang ini pertambahan setengah kalinya saja sudah luar biasa.

Masalahnya lagi adalah bisa saja seorang engineer kemudian tidak bekerja sebagai engineer. Mengapa? Mereka berpikir masalah comparative advantage dengan berpikir jika saya bekerja di bidang non engineer saya akan mendapat kompensasi lebih banyak. Berarti juga ada yang salah dalam hal sistem penggajian ini. Karena itu seorang engineer harus diberikan nilai tambah maka undang-undang keinsinyuran akan disesuaikan. Akan dikeluarkan peraturan-peraturan pemerintah tentang keinsinyuran, tentang bagaimana penggunaan sumber daya.

BL: Bagaimana dengan perguruan tinggi yang tidak punya dengan fakultas teknik?

MR: Ke depannya akan diwajibkan perguruan tinggi untuk memiliki fakultas eksakta yang akan mendorong engineer, pertanian, life science. Dimulai dari regulasi untuk mengurangi penerimaan mahasiswa baru untuk ilmu sosial dan mengurangi ijin untuk program studi sosial. Tetapi untuk calon engineer akan diajarkan managemen, seperti operation management, finance management, human resources management, atau marketing management.

Jadi setelah menghasilkan product maka kemudian bagaimana saya bisa menjual product, bagaimana pemasarannya, advertising-nya, segmentasinya. Juga dipelajari hal human resources, finance – bagaima menghitung break even point, bagaimana menghitung total cost.

Masalahnya lagi adalah bisa saja seorang engineer kemudian tidak bekerja sebagai engineer. Mengapa? Mereka berpikir masalah comparative advantage dengan berpikir jika saya bekerja di bidang non engineer saya akan mendapat kompensasi lebih banyak. Berarti juga ada yang salah dalam hal sistem penggajian ini. Karena itu seorang engineer harus diberikan nilai tambah maka undang-undang keinsinyuran akan disesuaikan. Akan dikeluarkan peraturan-peraturan pemerintah tentang keinsinyuran, tentang bagaimana penggunaan sumber daya.

 
Sangat menarik untuk mengetahui bahwa bangsa ini membutuhkan banyak engineer dan bahwa engineer yang kelak dibutuhkan adalah engineer yang memiliki jiwa wirausaha. 
 

BL: Pak Menteri, siapa seharusnya yang mengerjakan packaging makanan, apakah bagian teknologi atau desain?

MR: Design itu bagian dari teknologi yaitu teknologi desain. Kalau hanya orang desain yang mengerjakannya maka hanya akan mempertimbangkan sisi marketing saja. Tetapi jika orang teknologi yang mendesain maka ia akan berpikir bagaimana mendesain yang memberikan value added, bagaimana mendesain sesuatu untuk memberikan nilai yang lebih baik.

BL: Sangat menarik bahwa Bapak sangat positif bahwa dengan engineer maka dapat membuat packaging yang bagus sebab image yang ada bahwa engineer tidak akan mengerjakan packaging sebagus orang desainer yang mengerjakannya. Tetapi untuk memiliki value added, Bapak mengharapkan engineer yang melakukannya.

MR: Jadi yang namanya engineer design harus menjadikan raw material menjadi produk jadi. Contoh kakao atau cokelat. Raw material cokelat kita itu yang diekspor ke negara lain luar biasa. Malaysia tidak punya perkebunan cokelat juga Belgia. Tetapi jika Anda pergi ke Belgia dan bertanya bagaimana mereka memperoleh bahan-bahan pembuat cokelat ini maka mereka akan katakan dari Indonesia. Mereka hanya akan mengolahnya dengan berkolaborasi dengan tim desain lalu menjualnya ke luar Belgia. Begitu juga dengan kopi, juga biji pala. 80% biji pala di Belanda diperoleh dari Indonesia. Tapi mengapa mereka dapat menghasilkan produk dengan nilai yang lebih tinggi? Karena proses yang dilakukan dengan menggunakan teknologi. Tidak bisa tanpa teknologi.

Tapi mengapa mereka dapat menghasilkan produk dengan nilai yang lebih tinggi? Karena proses yang dilakukan dengan menggunakan teknologi. Tidak bisa tanpa teknologi.

Lalu bagaimana dengan karet? Indonesia adalah penghasil karet nomer 2 di dunia. Apakah kita memiliki pabrik ban yang menghasilkan? Padahal kita adalah konsumen ban yang luar biasa. Coba check merek ban yang Anda pakai, jangan-jangan tertulis bridgetone atau goodyear. Kita tidak mendapatkan nilainya karena itu dibutuhkan manajemen untuk mengelola dengan baik. Harus dapat terintegrasi. Tidak cukup kita hanya pandai memproduksi, tetapi kita harus pandai memasarkan produk. Itulah sebabnya disebut downstreaming and commercialisation in industry, ini bahasa risetnya dan riset harus mendorong ke sana. Teknologi,  pendidikan, dan riset harus menyatu di Indonesia untuk memberikan suatu value added.

Teknologi, pendidikan, dan riset harus menyatu di Indonesia untuk memberikan suatu value added.

Mengenal Lebih Dekat Prof. H. Mohamad Nasir,Ph.D., Ak

BL : “Buku apa yang sedang Bapak baca?”
MR: “Saya sering membaca banyak buku seperti Management Control System oleh Vijay Govindarajan, Management Accounting oleh Charles T. Horngren, The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order oleh Samuel Huntington.

BL : “Jam berapa biasanya sudah di meja kerja setiap harinya?”
MR: “Saya itu kalau bekerja di kantor biasanya office hour, tetapi biasanya setelah olahraga pagi jam 7 pagi saya sudah mulai mengerjakan pekerjaan kantor dirumah. Saya bangun jam setengah lima kemudian berolahraga jam setengah 6. Demikian setiap hari.”

BL : “Aktivitas yang dilakukan untuk mengisi waktu luang?”
MR : “Nonton national geographic karena memberikan inspirasi cara berpikir.”

BL : “Kebiasaan yang digunakan untuk refreshing di sela-sela pekerjaan?”
MR : “Membaca atau membuka internet, membuka email, atau membaca ensiklopedia”

BL : “Kebiasaan yang Bapak tidak tahu tetapi orang lain ketahui?”
MR : “Saya sering di ingatkan oleh orang lain terutama isteri saya jika berpakaian tidak rapi atau tidak matching.”

BL : “Sebutkan 3 barang yang tidak boleh lupa dibawa ke mana pun Bapak pergi?”
MR : “Handphone, kacamata, dan iPad.”

BL : “Adakah fashion style khusus yang Bapak sukai?”
MR : “Tidak ada. Semua diurus isteri saya. ”

BL : “Kebiasaan Bapak begitu tiba di rumah?”
MR : “Biasanya saya tiba sudah larut malam dan isteri saya sudah tidur. Saya akan bangunkan dia sekedar mengatakan bahwa saya sudah datang.”

BL : “Tim seperti apa yang Bapak andalkan untuk men-support Bapak?”
MR : “Tim yang memiliki teamwork! Itu penting. Di dalam tim kita tidak dapat bekerja sendiri sehingga dibutuhkan teamwork oleh karena itu penting juga untuk ada guidance dan orang yang dapat menterjemahkan apa yang saya inginkan.”

BL : “Menurut Bapak, di mana kita akan mendapatkan lebih banyak pengetahuan, di perguruan tinggi atau on the job?”
MR : “Dua-duanya. Tidak bisa kita lepaskan satu dengan yang lain.”

Michael Judah Sumbayak adalah pengajar di Vibiz LearningCenter (VbLC) untuk entrepreneurship dan branding. Seorang penggemar jas dan kopi hitam. Follow instagram nya di @michaeljudahsumbek