Contemporary Indonesian Art from Generation 2000 Plus di Gajah Gallery Yogyakarta

(Business Lounge Journal – Event)

Mengakhiri bulan ini, Gajah Gallery Yogyakarta akan kembali menggelar pameran kelompok. Bertajuk Noughties by Nature: Contemporary Indonesian Art from Generation 2000 Plus akan berlangsung pada 28 Juni 2024. Ini merupakan sebuah pameran rintisan dari sebuah rangkaian panjang dalam upaya untuk menelusuri asal-usul seni rupa Indonesia dari Generasi 2000-an. Ada berbagai pendekatan yang dihadirkan serta berbagai kecenderungan, dan praktik dari para perupa pada masa itu. Lalu kemudian dilakukan studi banding kembali ke pergerakan GSRB (Gerakan Seni Rupa Baru), khususnya mengenai dua tonggak sejarahnya di periode yang berbeda: Pameran Seni Rupa Baru Indonesia yang diprakarsai oleh Gerakan Seni Rupa Baru (1975 – 1979), dan Pasar Raya Dunia Fantasi (1987).

Sebuah pandangan yang menantang adanya anggapan bahwa dunia seni adalah gelembung tak tersentuh yang tidak terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa duniawi, menjadi dasar dari pameran ini. Fokus dari perspektif global pun dipersempit menjadi konteks regional tertentu. Sebuah survei yang dilakukan membedah bagaimana estetika yang diadopsi dari budaya populer telah berkembang secara signifikan di berbagai wilayah. Hal ini semakin membuktikan bahwa seni rupa kontemporer Indonesia tidak lagi hanya menjadi replika estetika Barat.

Dalam Noughties by Nature ini, hal utama yang disorot adalah pembacaan dalam dinamika praktik artistik seniman Indonesia generasi baru (2000-an), yang mana telah berhasil melahirkan hibrida antara budaya populer dengan unsur-unsur lokal. Melalui lensa kaleidoskopik, para seniman ini menafsirkan ulang realita kehidupan sehari-hari. Kemudian mengembangkannya dengan menyertakan elemen budaya pop, warisan lokal, dan pengaruh global ke dalam karya-karya mereka. Di sisi lain, karya-karya
mereka menjadi cermin yang merefleksikan dinamika kompleks budaya anak muda pasca-Reformasi, di mana gema multikulturalisme Barat dan nilai-nilai ke-Indonesiaan berkelindan dengan ritme modernitas.

Priyanto Sunarto yang menonjol dengan gaya visualnya yang kuat, menjadi salah satu tokoh penting dalam eksplorasi ini. Karyanya ditandai dengan garis-garis kasar tanpa bayangan. Cetak saringnya menggabungkan motif tradisional dan mendekonstruksi seni tinggi untuk mengeksplorasi dan merefleksikan budaya populer. Pada akhirnya, ia berhasil mendefinisikan ke-Indonesiaan dalam karyanya. Eddie Hara yang berbasis di Basel menampilkan gaya pewarnaan yang ceria dan seperti anak-anak. Eddie mengambil inspirasi dari gerakan seni kontemporer Cobra di Eropa, yang mana menggambarkan runtuhnya kemanusiaan akibat perang – tidak adanya perbedaan antara manusia dan hewan. Eddie membahas isu-isu politik, gender, ras, dan lingkungan dengan ironi dan humor.

Lain lagi dengan Bambang “Toko” Witjaksono. Bambang dengan gaya visual komikal khasnya memamerkan lukisan pop art yang berkembang pada tahun 60-an di Barat. Ia menyuguhkan kisah keseharian yang ia rumuskan ke dalam karya-karyanya, namun dipenuhi dengan humor yang membumi. Temanya berfokus pada konsumerisme dan satir sambil mempertahankan perspektif yang sangat humanistik. Uji “Hahan” Handoko Eko Saputro menciptakan karya yang menyoroti interaksi berkelanjutan antara “seni tinggi” dan “seni rendah,” membiaskan realisme dengan dekorasi. Seninya mengkritik struktur dan mekanisme dunia seni komersial sekaligus mengakui keterlibatannya di dalamnya.

Pameran yang juga disertai esai yang ditulis oleh kurator dan sejarawan seni Farah Wardani ini juga menyelidiki bagaimana para seniman merespons dan merumuskan interpretasi mereka terhadap budaya populer, melampaui penciptaan karya seni yang sekedar menggambarkan ikon pop. Pameran ini mengeksplorasi interpretasi yang lebih mendalam tentang pengaruh budaya populer terhadap dunia seni, menampilkan evolusi lokal yang kaya, beragam, dan sangat berakar pada nilai budaya dan sosial masyarakat Indonesia.

Berlangsung di Gajah Gallery Yogyakarta, pameran akan berlangsung pada 29 Juni 2024 hingga 29 Juli 2024.