(Business Lounge Journal – News and Insight)
Pernahkah Anda memikirkan akhir dari perjalanan sepotong sampah yang akan Anda buang? Saya sih tidak yakin jika Anda memikirkannya setiap kali Anda akan membuang sampah. Tetapi seorang Mohamad Bijaksana Junerosano telah memikirkannya jauh-jauh hari sebelum kemudian ia memutuskan untuk mendirikan Waste4Change pada tahun 2014.
Melalui berbagai proses – termasuk setelah mendapatkan pendanaan series A dari AC Ventures pada tahun lalu – Waste4Change (PT Wasteforchange Alam Indonesia) pun mendirikan Rumah Pemulihan Material (RPM) Waste4Change Bekasi 2.0 yang telah diresmikan pada Rabu, 8/3. Hadir dalam peresmian ini Moris Nuaimi selaku Direktur Perencanaan Infrastruktur, Kementerian Investasi/BKPM, Pandu Sjahrir selaku Founding Partner AC Ventures, Reny Hendrawati selaku Staf Ahli Wali Kota Bekasi bidang Ekonomi, Pembangunan, dan Kemasyarakatan, serta tentu saja M. Bijaksana Junerosano selaku CEO Waste4Change.
RPM ini dilengkapi dengan teknologi inovasi yang berguna untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pengelolaan sampah. Dengan adanya teknologi tersebut, RPM Bekasi Waste4Change mampu mengurangi residu sampah dari 65% menjadi 10%. Sedangkan kapasitas pengelolaan sampah RPM Bekasi Waste4Change pun naik yang semula 18 ton menjadi 22 ton dalam sehari.
Pada akhir acara dilakukan penandatanganan MoU rencana kerjasama project persampahan Waste4Change bersama dengan 7 perusahaan nasional dan internasional. Selain itu juga digelar diskusi strategis dengan tema “Investasi Hijau untuk Pengelolaan Sampah Bertanggung Jawab”. Sebuah tema yang diangkat oleh karena pemerintah telah berkomitmen untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan di Indonesia. Karena itu diskusi ini diharapkan dapat mendukung reformasi di bidang retribusi persampahan di Indonesia.
Prioritas Investasi Hijau
Pada tahun 2021, Global Sustainable Investment Alliance (GSIA) mengadakan survei yang menyimpulkan bahwa aset investasi hijau di negara berkembang mempunyai potensi pertumbuhan hingga USD 30,7 triliun. Sedangkan kebutuhan investasi modal di bidang teknologi mencapai USD 18 Miliar dan USD 22 Miliar di bidang jasa pada rentang tahun 2017 hingga 2040. Kebutuhan ini dirasa perlu guna mengatasi tantangan dalam mengubah praktik business as usual menuju Skenario Perubahan Sistem pada pengelolaan sampah dan daur ulang yang efektif berdasarkan laporan NPAP.
Namun bagaimana dengan investasi hijau di Indonesia?
Kementerian Keuangan sendiri sebenarnya telah menetapkan daftar prioritas investasi hijau dengan pengelolaan sampah menjadi salah satu unsur di dalamnya. Adapun target yang ditetapkan adalah penerapan blended finance menyasar pembangunan infrastruktur sektor-sektor dengan angka multiplier effect terbesar yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup dan adopsi teknologi hijau.
Namun amat sangat disayangkan, bahwa 40% hingga 50% pembangunan TPST dan TPS3R menjadi tidak terawat. Sedangkan sanitary landfill pun kembali menjadi tempat pembuangan sampah karena skema pembiayaan yang tidak berkelanjutan. Karena itu, dibutuhkan adanya reformasi dalam retribusi persampahan yang memungkinkan penanaman modal secara berkelanjutan. Selain itu juga dibutuhkan regulasi yang memastikan investasi pada infrastruktur pengelolaan sampah agar dapat menjadi lebih optimal.
Namun untuk peningkatan infrastruktur termasuk berbagai fasilitas di Indonesia, serta peralihan sumber daya untuk mewujudkan penyelenggaraan ekonomi melingkar yang berfokus mengurangi timbunan sampah sedari awal tentu saja dibutuhkan dana. Sehingga peran aktif investor dan pemilik modal sangat penting dalam mengarahkan pelaku bisnis untuk lebih tanggap dalam melihat peluang bisnis hijau yang selaras dengan alam, salah satunya persampahan.
Iuran Sampah
Pada tahun 2022, Systemiq & Delterra mengeluarkan data yang menggambarkan bahwa 97% pendanaan sampah di Indonesia masih mengandalkan iuran sampah dari rumah ke rumah (door-to-door fee collection). Hal ini jelas berbeda dengan sistem yang telah diberlakukan di negara yang lebih maju yang menjadikan iuran sampah sebagai pajak atau sebagai biaya langganan utilitas.
Karena itu, beberapa hal terkait dukungan pada pengelolaan sampah tentu perlu ditingkatkan. Hal ini mencakup teknis maupun pembiayaan.
Beberapa hal yang dapat mulai ditingkatkan seperti, mengurangi aktivitas membakar dan mengubur sampah, menjalankan TPS 3R dan fasilitas pengelolaan sampah lainnya secara cermat dan berkelanjutan, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya retribusi sampah. Oleh karena itu, pemerataan fasilitas bukanlah lagi menjadi masalah yang utama, melainkan bagaimana memastikan fasilitas pengelolaan sampah dapat berjalan dengan optimal.
Peran Penting Waste4Change
Seperti yang diungkapkan Pandu Sjahrir, Founding Partner AC Ventures bahwa sejak Waste4Change didirikan pada 2014, perusahaan pengelolaan sampah ini telah sukses mendisrupsi sektor pengelolaan limbah. Mohamad Bijaksana Junerosano memiliki komitmen yang kuat untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi Indonesia. Hal ini menarik perhatian berbagai investor untuk menanamkan dananya, termasuk AC Ventures.
Keberadaan Waste4Change di Bekasi telah memberikan bantuan yang significant. Seperti diakui oleh Reny Hendrawati selaku Staf Ahli Wali Kota Bekasi bidang Ekonomi, Pembangunan dan Kemasyarakatan, Kota Bekasi setiap harinya harus mengelola tempat pengolahan sampah terbesar bagi beberapa daerah sekitarnya. Karena itu Pemda Bekasi menyambut investasi hijau dan skema pendanaan yang tepat untuk mendukung terwujudnya Bekasi yang bersih dan asri.
Dalam peresmian RPM) Waste4Change Bekasi 2.0, Mohamad Bijaksana Junerosano selaku CEO & founder Waste4Change memaparkan bahwa menangani masalah sampah dari hulu ke hilir memerlukan kolaborasi dan kontribusi dari semua stakeholder. Sebenarnya ada banyak skema pendanaan, namun sangat penting untuk memastikan kesiapan ekosistemnya.
Saat ini, Waste4Change telah menandatangani MoU kerjasama investasi dan proyek senilai Rp 250 M untuk menciptakan pengelolaan sampah berbasis teknologi terdigitalisasi bersama 7 perusahaan berbeda. Perusahaan-perusahaan tersebut adalah Samudera Indonesia, PT Alam Bersih Indonesia, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk., SinarMas Land, Basra Corporation, rePurpose Global, dan lainnya. Dana ini akan berguna untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pengelolaan sampah di berbagai area.