(Business Lounge Journal – Marketing and Service)
Sebelumnya sudah saya jabarkan bagaimana pentingnya sebuah moment of truth bagi sebuah provider selular. (Baca: Pentingnya Menjaga Moment of Truth di Provider Seluler). Namun call center bukanlah satu-satunya yang bertanggung jawab terhadap sukses atau tidaknya sebuah moment of truth. Masih menyambung kisah trouble pada kartu seluler yang saya miliki. Oleh karena tidak ada solusi setelah 4 kali menghubungi call center dalam lima hari, akhirnya pada hari yang keenam saya memutuskan untuk mendatangi langsung pusat layanan pelanggan sebuah provider penyedia jasa telekomunikasi pada sore hari. Berbekal nomer antrian, saya menunggu giliran saya sambil terus mengakses gadget saya. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa sulit rasanya hidup tanpa gadget. Kita tidak akan memilih ‘bengong’ atau memperhatikan orang-orang di sekitar saat kita dapat mengakses gadget kesayangan kita. Begitu juga dengan saya dan semua orang di sekeliling saya. Semua menunduk dengan jari yang sibuk memainkan tuts pada gadget masing-masing.
Tiba pada giliran saya, saya pun menghampiri meja customer service. Dengan ramah si petugas menyapa saya sambil menanyakan apakah yang dapat dibantu. Saya menceritakan permasalahan saya, lalu si petugas pun meminta kartu seluler saya untuk dia coba pada gadget-nya. Kemudian ia meminta ijin dan meninggalkan saya tanpa kartu seluler saya. Apa yang sapat saya lakukan sekarang? Saya mulai mengamati sebuah papan brosur yang berdiri di meja customer service. Dengan cepat saya membaca semua keterangan yang ada. Lalu apalagi? Di hadapan saya ada sebuah TV wall yang menyajikan iklan-iklan si provider yang semuanya pun sudah saya perhatikan. Lalu apalagi? Saya memperhatikan semua orang di sekeliling saya satu per satu. Lalu apalagi? Wah cukup lama juga saya ditinggalkan tanpa kartu seluler saya. Lalu saya mulai berandai-andai, seandainya ada sesuatu pada meja ini yang disediakan bagi para pelanggan yang menunggu, entah minuman gelas atau permen? Hmmm, seandainya ada brosur-brosur lainnya yang juga diletakkan pada meja ini, pasti itu dapat menjadi ajang sosialisasi gratis bagi si provider. Atau andaikata saja dapat lebih kreatif misalnya dengan menyediakan sebuah permainan sederhana yang dapat menolong pelanggan mengisi waktu menunggunya. Atau menyediakan sebuah kuesioner juga dapat menjadi pilihan yang menarik. Tetapi itu semua tidak saya temukan.
Setelah cukup lama menunggu, si petugas pun datang tanpa sebuah solusi. Dia meminta untuk saya kembali esok hari dengan membawa sebuah dokumen yang ia butuhkan. Lalu saya bertanya, jika saya membawa dokumen tersebut, lalu apa yang akan menjadi kelanjutannya. Si petugas pun tidak dapat memastikan langkah selanjutnya, dia hanya mengatakan bahwa saya butuh menunggu satu minggu kemudian untuk si provider mencari tahu apa yang terjadi dengan kartu saya. Saya sempat bertanya mengapa membutuhkan waktu satu minggu hanya untuk mengetahui apa yang terjadi? Si petugas tidak dapat memberikan argument, ia hanya mengatakan bahwa demikianlah adanya. Hari itu pun saya kembali ke rumah tanpa membuahkan hasil.
Hari berikutnya, saya kembali lagi ke pusat pelanggan tersebut dengan dokumen yang dibutuhkan. Saya dilayani oleh petugas yang sangat ramah. Ketika saya menceritakan kendala yang saya alami, ia pun meminjam kembali kartu seluler saya dan meminta ijin untuk meninggalkan saya. Kali ini tidak terlalu lama. Ketika ia kembali, ia menyampaikan bahwa saya perlu menunggu paling cepat 30 menit namun paling lama 24 jam untuk kartu seluler saya dapat aktif kembali berinternet. Saya mengucapkan terimakasih namun sedikit ‘curcol’ saya menyampaikan pengalaman saya sebelumnya dengan pelayanan yang saya terima. Si petugas meminta maaf dan berjanji akan menghubungi saya untuk memastikan bahwa masalah saya sudah terselesaikan. Tidak perlu menunggu 24 jam, kartu seluler saya pun sudah kembali normal, namun hingga hari berganti, saya pun tidak mendapatkan telepon dari si petugas yang telah berjanji.
Memang tidak mudah untuk sebuah perusahaan besar dengan pelanggan yang sangat banyak dapat tetap memberikan layanan yang berkualitas. Namun, jika ini dapat dilakukan niscaya akan berdampak pada loyalitas dan kepercayaan yang diberikan pelanggan.
Ruth Berliana/VMN/BL/Managing Partner Human Capital Development