(Business Lounge Journal – Healthy Wealthy)
Pada bulan Agustus lalu, Amerika Serikat, Australia, Taiwan, dan Korea Selatan mengeluarkan travel warning ke Singapura terkait dengan ditemukannya kasus Zika di sana. Sedangkan Kementerian Kesehatan RI juga memberikan saran untuk warga Indonesia dapat menangguhkan kepergiannya ke Singapura, juga dengan alasan yang sama.
Namun, sejujurnya saya sempat kurang mencermati travel warning ini hingga kemudian ketika tercetus ide untuk melakukan perjalanan ke Singapura pada akhir tahun, seorang kerabat mengingatkan agar jangan dulu mengunjungi Singapura dalam waktu dekat sehubungan dengan maraknya berita terjangkitnya penyakit Zika di sana.
Serta merta saya mengingat kembali maraknya berita kasus Zika yang berawal di Camacari, sebuah kota di Brazil pada bulan April 2015. Kala itu, tiba-tiba saja sebuah penyakit misterius muncul dan menjangkiti para pasien yang kemudian dirawat pada hampir seluruh rumah sakit di kota tersebut dan menjadi bahan pemberitaan berbagai media.
Hal ini pun menjadi sebuah topik pembahasan yang sangat menarik di antara saya dan beberapa rekan sejawat lainnya kala itu. Bagaimana para ibu melahirkan bayi-bayi berkepala kecil atau dikenal dengan istilah microcephaly pada dunia kedokteran. Bayi-bayi cacat ini mengalami gangguan pada otaknya yang kemudian dapat menyebabkan anak tumbuh menjadi kerdil, hiperaktif, gangguan mental, gangguan keseimbangan dan koordinasi otot, kerap kali kejang, keterlambatan alat gerak dan gangguan bicara yang tentunya akan memerlukan perhatian dan perawatan yang lebih khusus.
Singapura: Transit Hub
Penyakit Zika yang disebabkan oleh virus Zika ternyata tidak hanya beredar di Brazil sebab pada akhir Agustus tahun 2016, seperti dikabarkan pada banyak media, bahwa 82 orang di Singapura telah diidentifikasi terjangkit virus Zika. Peningkatan yang drastis dari angka 56 yang sebelumnya diberitakan hanya dalam waktu satu hari berselang. Jelas saja hal ini menimbulkan kekuatiran.
Tetapi apakah kasus Zika di Singapura ini kemudian mengurungkan niat para wisatawan yang hendak bepergian ke Singapura? Nggak juga. Beberapa teman yang memang telah memiliki agenda liburan ke sana, tetap berangkat dengan kewaspadaan yang lebih tinggi.
Ancaman generasi cacat Amerika
Virus Zika tidak hanya memberikan masalah pada hari ini, namun justru akan berdampak pada generasi di masa mendatang. Baik permasalahan di dalam keluarga, maupun juga kepada negara. Bayangkan saja, bagaimana pertumbuhan ribuan bayi microcephaly pada masa mendatang dengan berbagai komplikasi kesehatan, mulai dari gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan kerusakan otak yang cukup serius.
Amerika yang semula tidak mengenal Zika, kini terancam juga memiliki generasi yang cacat. Dari data yang diperoleh dari CDC Amerika per tanggal 26 Oktober 2016, di seluruh Amerika baik states maupun territories, sejak 1 Januari 2015 hingga 26 Oktober 2016 telah ditemukan : 28,766 kasus lokal yang dilaporkan, 4047 kasus yang terkait perjalanan keluar Amerika. Jumlah kasus yang cukup banyak ya?
Sedangkan khusus Brasil, hingga kini diperkirakan terdapat kurang lebih 1800 kasus microcephaly yang terjadi dalam satu tahun terakhir di Brazil. Sehingga terbentuklah komunitas khusus untuk para ibu yang memiliki anak dengan kondisi cacat yang disebabkan virus Zika.
Lalu bagaimana dengan di Indonesia?
Seperti yang pernah diberitakan, kasus Zika pertama kali muncul di Indonesia pada Februari 2016 di Sumatera Barat. Tetapi apakah memang benar, virus ini baru pertama kali terjadi di Indonesia? Tidak juga, bahkan virus ini diyakini sudah ada sejak dulu, mengingat Indonesia adalah negara tropis dengan banyak penyakit tropis infeksi dan nyamuk Aedes Aegypti yang sangat umum di negara kita.
Tidak hanya lewat nyamuk
Nyamuk Aedes, terutama spesies Aedes aegypti telah menjadi perantara penularan Zika. Tetapi ternyata organisasi kesehatan dunia WHO pada September 2016 menyampaikan bahwa penularan penyakit ini tidak hanya melalui gigitan nyamuk, tetapi juga dapat melalui transmisi seksual. Hal ini ditemukan sehubungan dengan penelitian kasus yang telah terjadi pada 11 negara. Penelitian ini juga membuktikan bahwa keberadaan virus Zika paling banyak justru bukan pada darah, melainkan pada air mani seorang pria yang terjangkit virus ini. Bahkan jumlahnya dapat mencapai 100.000 kali lebih banyak dan dapat bertahan hingga 188 hari setelah timbulnya gejala. Sebuah periode penularan yang sangat panjang.
Jika bayi yang dikandung terinfeksi virus Zika dapat menyebabkan microcephaly dan kelainan otak lainnya, maka pada orang dewasa, virus ini dapat menyebabkan gangguan neurologis seperti syndrome Guillain Barre dan penyakit saraf lainnya.
Hal ini jelas tidak dapat dianggap sepele, sehingga ada baiknya Anda memperhatikan travel warning yang ada bagi keamanan Anda serta generasi masa depan yang lebih sehat. Hindari negara-negara yang sedang terjangkit dan waspadalah terutama bagi Anda yang sedang hamil atau merencanakan untuk hamil.
Namun jika tidak dapat dihindari untuk bepergian ke negara-negara yang sedang terjangkit, ada baiknya untuk mencermati terlebih dahulu informasi-informasi yang telah dipublikasikan oleh WHO.
dr. Vera Herlina adalah seorang dokter sekaligus master di bidang management. Seorang penyuka traveling yang selalu mengambil inspirasi dari setiap journey untuk memperkaya wawasan.