(Business Lounge Journal – Economy)
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%. Dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,25%.
Keputusan ini sejalan dengan tetap terjaganya prakiraan inflasi 2025 dan 2026 dalam sasaran 2,5±1%. Juga kestabilan nilai tukar Rupiah sesuai dengan fundamental di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi. Serta perlunya untuk tetap turut mendorong pertumbuhan ekonomi.
Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan dalam kesempatan tersebut bahwa perekonomian global sedikit mereda. Meskipun tetap tinggi akibat dinamika negosiasi tarif resiprokal Amerika Serikat (AS) dan ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Berbagai indikator menunjukkan kebijakan tarif AS berdampak pada melambatnya ekonomi dunia. Pertumbuhan ekonomi di negara maju yakni AS, Eropa, dan Jepang dalam tren menurun. Di tengah ditempuhnya kebijakan fiskal ekspansif dan pelonggaran kebijakan moneter di negara tersebut.
Ekonomi Tiongkok pun melambat akibat menurunnya ekspor terutama ke AS di tengah perlambatan permintaan domestiknya. Sedangkan ekonomi India diprakirakan tumbuh baik terutama didorong oleh masih kuatnya investasi.
Dengan perkembangan tersebut, prospek pertumbuhan ekonomi dunia 2025 tetap sebesar 3,0%. Sementara itu, tekanan inflasi AS menurun sejalan dengan ekonomi yang melambat.
Meskipun terjadi kenaikan inflasi pada kelompok barang akibat kebijakan tariff. Hal ini memperkuat ekspektasi terhadap arah penurunan Fed Funds Rate (FFR) ke depan.
Di pasar keuangan global, pergeseran aliran modal dari AS ke aset yang dianggap aman dan juga ke aset keuangan emerging markets terus terjadi. Perkembangan ini mendorong berlanjutnya pelemahan indeks mata uang dolar AS terhadap mata uang negara maju (DXY) dan negara berkembang (ADXY).
Ke depan, ketidakpastian perekonomian global diprakirakan masih akan tetap tinggi akibat masih berlangsungnya negosiasi tarif antara AS dan sejumlah Negara. Serta eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
Kondisi ini memerlukan kewaspadaan dan penguatan respons serta koordinasi kebijakan untuk menjaga ketahanan eksternal. Juga menjaga stabilitas, dan mendorong pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu terus didorong di tengah ketidakpastian global akibat kebijakan tarif AS dan ketegangan geopolitik.
Kegiatan ekonomi triwulan II 2025 menunjukkan kinerja ekspor nonmigas yang lebih baik dipengaruhi front loading ekspor ke AS. Ini sebagai respons antisipasi eksportir terhadap kebijakan tarif AS.
Sementara itu, sumber pertumbuhan dari permintaan domestik melalui konsumsi rumah tangga dan investasi perlu makin ditingkatkan. Dari sisi Pemerintah, kebijakan fiskal ditempuh untuk mempercepat belanja melalui pemberian gaji ke-13 bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dan subsidi transportasi, serta penebalan bantuan sosial kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Dari sisi Bank Indonesia, penurunan suku bunga dan pelonggaran likuiditas ditempuh melalui kebijakan moneter yang dibarengi peningkatan insentif likuiditas makroprudensia. Hal ini dilakukan untuk mendorong kredit – pembiayaan ke sektor-sektor prioritas.
Ke depan, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprakirakan akan membaik pada semester II 2025. Dan secara keseluruhan, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 berada dalam kisaran 4,6–5,4%.
Berbagai respons kebijakan perlu terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi baik dari sisi permintaan domestik maupun eksternal. Bank Indonesia akan terus memperkuat sinergi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penguatan bauran kebijakan moneter.
Demikian juga kebijakan makroprudensial, dan sistem pembayaran, dengan kebijakan stimulus fiskal dan sektor riil Pemerintah, termasuk implementasi program Asta Cita.