(Business Lounge – Global News) Perusahaan akuntansi dan konsultasi RSM US LLP mengumumkan rencana ambisius untuk menginvestasikan dana sebesar $1 miliar dalam pengembangan kecerdasan buatan generatif (generative AI) serta transformasi layanan profesional lainnya. Inisiatif ini menandai salah satu langkah paling agresif dari firma akuntansi besar dalam mengintegrasikan teknologi AI ke dalam alur kerja internal dan layanan klien, khususnya untuk perusahaan menengah di Amerika Serikat.
Seperti dilaporkan oleh The Wall Street Journal, RSM berencana menggunakan dana tersebut selama lima tahun ke depan untuk mengembangkan “agen AI” yang dirancang untuk mendukung produktivitas pegawai serta membantu klien menengah dalam menyusun strategi adopsi kecerdasan buatan. CEO RSM US, Brian Becker, mengatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk “mengubah cara kerja perusahaan, tidak hanya secara internal, tetapi juga dalam bagaimana kami melayani klien.”
Strategi ini mencerminkan tren yang lebih luas di kalangan firma jasa profesional, di mana teknologi generatif seperti large language models (LLM) kini mulai dianggap sebagai kebutuhan utama, bukan sekadar eksperimen. RSM akan menggunakan dana investasi ini untuk mengembangkan sistem AI miliknya, membangun kemitraan strategis dengan penyedia teknologi besar, serta melakukan pelatihan ulang terhadap tenaga kerja mereka agar siap menghadapi era kerja berbasis AI.
Menurut laporan Bloomberg, sebagian dari investasi tersebut juga akan diarahkan ke pengembangan platform internal berbasis AI yang mampu menyederhanakan tugas-tugas administratif seperti penulisan laporan audit, penyusunan dokumentasi perpajakan, dan analisis risiko. Sistem ini akan dilatih secara khusus menggunakan data dan konteks industri klien RSM, sehingga mampu memberikan hasil yang lebih relevan dan terstandarisasi sesuai kebutuhan masing-masing sektor.
RSM menargetkan klien perusahaan menengah, sebuah segmen yang sering kali tertinggal dalam adopsi teknologi tinggi karena keterbatasan sumber daya. “Klien-klien kami tidak memiliki anggaran TI sebesar perusahaan Fortune 500, namun mereka menghadapi tekanan yang sama untuk berinovasi,” ujar Becker dalam wawancara dengan CNBC. Oleh karena itu, RSM melihat peluang besar dalam menyediakan layanan AI yang dapat disesuaikan dan skalabel bagi pasar menengah.
Langkah RSM ini juga merupakan respons terhadap tekanan kompetitif dari sesama firma akuntansi besar seperti Deloitte, PwC, dan EY, yang semuanya telah meluncurkan inisiatif AI dalam beberapa tahun terakhir. Namun, berbeda dengan firma-firma besar tersebut yang cenderung menyasar klien multinasional besar, RSM justru memperkuat posisinya di pasar menengah yang dinilai memiliki potensi pertumbuhan yang belum tergarap secara maksimal.
Di sisi teknologi, RSM akan membangun ekosistem yang mencakup AI agen, automasi proses, pengambilan keputusan berbasis data, serta integrasi dengan sistem ERP dan cloud. Perusahaan juga menyebutkan akan menjajaki kerja sama dengan penyedia LLM seperti Microsoft Azure OpenAI dan Google Cloud, meskipun belum ada rincian spesifik tentang mitra teknologinya.
Beberapa area utama yang menjadi fokus implementasi AI ini termasuk layanan audit dan assurance, perpajakan, konsultasi bisnis, serta manajemen risiko. Sebagai contoh, dalam konteks audit, agen AI akan digunakan untuk melakukan analisis awal terhadap data transaksi klien dan mengidentifikasi anomali secara otomatis, sehingga mempercepat proses validasi dan meningkatkan akurasi.
TechCrunch melaporkan bahwa RSM juga berencana meluncurkan platform AI untuk pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia internal. Sistem ini akan mendukung personalisasi pembelajaran bagi pegawai, membantu mereka memahami cara kerja AI dan mengintegrasikannya ke dalam praktik sehari-hari. Pelatihan ini dianggap penting karena industri jasa profesional sangat bergantung pada pengetahuan manusia yang kini perlu disandingkan dengan kapabilitas mesin.
Namun, seperti banyak transformasi digital lainnya, adopsi AI tidak lepas dari tantangan etis dan regulasi. RSM menegaskan bahwa mereka menerapkan prinsip-prinsip tata kelola AI yang bertanggung jawab, termasuk transparansi algoritma, keamanan data, dan non-diskriminasi. Perusahaan mengatakan akan mengembangkan kerangka kebijakan internal untuk memastikan bahwa penggunaan AI tidak hanya efisien, tetapi juga etis dan sesuai hukum.
Reaksi awal dari pasar terhadap pengumuman ini relatif positif. Para analis melihat langkah ini sebagai bukti bahwa AI tidak lagi menjadi domain eksklusif perusahaan teknologi, tetapi telah merambah sektor jasa profesional secara substansial. Dalam wawancara dengan Financial Times, analis industri mengatakan bahwa investasi besar seperti ini mencerminkan fase kedua dari revolusi AI—di mana fokus berpindah dari eksperimen ke implementasi nyata yang terukur dan berdampak langsung terhadap margin layanan.
Dengan lebih dari 17.000 pegawai di seluruh AS dan afiliasi global di 120 negara, RSM memiliki skala yang cukup untuk menjadikan AI sebagai pilar pertumbuhan masa depan. Dalam dunia pasca-pandemi yang ditandai dengan tekanan biaya, ekspektasi klien yang tinggi, dan kebutuhan akan efisiensi digital, investasi $1 miliar ini dipandang sebagai langkah tepat waktu untuk menegaskan posisi RSM sebagai pemimpin transformasi digital di sektor menengah.
Jika berhasil, langkah ini dapat menjadi cetak biru bagi perusahaan jasa profesional lainnya yang ingin mendemokratisasi manfaat AI tanpa mengorbankan kualitas atau integritas layanan. Bagi perusahaan menengah, RSM menawarkan janji bahwa teknologi yang selama ini dianggap terlalu mahal atau kompleks kini bisa menjadi bagian dari strategi bisnis mereka sehari-hari.