IBM

IBM Targetkan Komputer Kuantum Tahan Kesalahan 2029

Ketika mayoritas dunia teknologi masih berfokus pada kecerdasan buatan dan komputasi awan, International Business Machines Corp. (IBM) justru mengambil langkah besar dalam arah berbeda: membangun komputer kuantum pertama di dunia yang benar-benar tahan terhadap kesalahan sistemik. Dalam pengumuman terbarunya, raksasa teknologi asal AS itu menyatakan bahwa mereka memiliki peta jalan konkret untuk mewujudkan sistem kuantum tahan kesalahan pada tahun 2029, sesuatu yang hingga kini masih dianggap mustahil oleh banyak kalangan ilmuwan dan insinyur.

Sebagaimana diberitakan oleh The Wall Street Journal, pengumuman ini bukan sekadar janji futuristik. IBM menyertakan rincian teknis tentang bagaimana mereka akan mengatasi salah satu masalah terbesar dalam dunia kuantum: kesalahan kalkulasi yang melekat pada karakteristik qubit. Komputer kuantum, berbeda dengan komputer digital tradisional, menggunakan qubit (quantum bits) yang mampu berada dalam keadaan superposisi, memungkinkan pemrosesan data dalam skala yang jauh lebih kompleks. Namun, keunggulan ini juga menjadi kelemahan: qubit sangat rentan terhadap gangguan dari lingkungan sekitar—seperti fluktuasi suhu, getaran, dan radiasi elektromagnetik—yang menyebabkan kesalahan perhitungan atau hilangnya data.

IBM kini mengklaim bahwa mereka dapat menggabungkan teknik koreksi kesalahan kuantum mutakhir, arsitektur perangkat keras baru, serta perangkat lunak berbasis AI untuk mengelola dan memperbaiki kesalahan dalam waktu nyata. Strategi ini melibatkan pembangunan ribuan qubit logika yang masing-masing terdiri dari ratusan bahkan ribuan qubit fisik. Qubit logika berfungsi sebagai “versi bersih” dari qubit mentah yang dilindungi oleh algoritma koreksi kesalahan. Dengan demikian, komputer kuantum generasi berikutnya tidak hanya lebih besar, tetapi juga jauh lebih stabil dan andal.

Menurut laporan dari Bloomberg, IBM sudah mencapai tonggak penting pada akhir 2023 dengan peluncuran prosesor kuantum Condor berkapasitas 1.121 qubit. Pencapaian ini menunjukkan bahwa perusahaan telah melampaui fase eksperimen laboratorium dan siap membangun sistem kuantum berskala besar dalam infrastruktur data center. “Kami tidak hanya menargetkan kuantitas qubit, tetapi juga kualitasnya,” kata Jay Gambetta, Wakil Presiden IBM Quantum. Dia menambahkan bahwa tahun-tahun mendatang akan menjadi masa transisi dari eksperimen ke komputasi praktis—dengan industri farmasi, kimia, dan keuangan menjadi pengguna awal potensial.

Dalam dokumen peta jalan terbarunya, IBM memperkenalkan konsep Quantum System Two, sistem komputer kuantum modular yang dapat disusun seperti blok LEGO sesuai dengan kebutuhan pengguna. Desain ini akan memungkinkan fleksibilitas dan ekspansi mudah, sekaligus meminimalkan efek gangguan internal. Sistem ini juga mendukung integrasi cloud hybrid, yang menjadi strategi andalan IBM dalam dekade terakhir. Melalui platform IBM Quantum, perusahaan sudah membuka akses komputasi kuantum terbatas kepada universitas, institusi riset, dan klien korporasi seperti Mercedes-Benz, Boeing, dan JPMorgan.

Namun, jalan menuju kuantum tahan kesalahan bukan tanpa tantangan. Sebagaimana dicatat oleh MIT Technology Review, salah satu hambatan besar adalah skala koreksi kesalahan yang dibutuhkan. Saat ini, untuk membentuk satu qubit logika, dibutuhkan antara 1.000 hingga 10.000 qubit fisik, tergantung pada tingkat kesalahan dasar dari perangkat kerasnya. Ini berarti sistem yang memiliki, misalnya, 100 qubit logika akan membutuhkan lebih dari satu juta qubit fisik. Masalah ini sangat menantang dalam hal teknik pendinginan kriogenik, distribusi listrik, dan manajemen data secara real-time.

Dalam konteks global, IBM bukan satu-satunya pemain dalam perlombaan kuantum. Google juga mengembangkan sistem kuantum melalui unit Alphabet yang dipimpin oleh Hartmut Neven. Pada 2019, Google sempat mengklaim telah mencapai quantum supremacy, sebuah titik ketika komputer kuantum menyelesaikan tugas tertentu lebih cepat daripada komputer konvensional tercepat. Namun klaim ini kemudian diperdebatkan karena dinilai tidak relevan secara praktis. Sementara itu, perusahaan seperti IonQ, Rigetti Computing, dan D-Wave menempuh jalur berbeda dengan mengembangkan arsitektur berbasis ion terperangkap atau sistem adiabatik. Namun, menurut laporan Nature, pendekatan IBM dinilai paling menyeluruh karena menggabungkan kedalaman riset akademis dengan kapabilitas industri kelas dunia.

Pasar komputer kuantum global sendiri diperkirakan akan tumbuh dari sekitar $800 juta pada 2024 menjadi lebih dari $8 miliar pada 2030, menurut analisis dari McKinsey & Company. Sektor-sektor seperti farmasi, pengembangan baterai, logistik, dan bahkan pertahanan diproyeksikan menjadi pengadopsi awal teknologi ini. Pemerintah AS telah menyuntikkan miliaran dolar ke dalam riset kuantum melalui inisiatif seperti National Quantum Initiative, sementara China juga mempercepat investasi mereka lewat Quantum Experiments at Space Scale (QUESS). IBM sendiri merupakan mitra utama dalam aliansi nasional riset kuantum AS bersama universitas seperti MIT dan University of Chicago.

Dari sisi strategi bisnis, IBM jelas ingin memastikan bahwa mereka berada di garis depan dalam menentukan standar industri untuk era komputasi kuantum. Ini mirip dengan posisi mereka pada dekade 1960-an saat memperkenalkan mainframe IBM System/360 yang menjadi tulang punggung perbankan dan pemerintahan dunia. Saat ini, dengan tantangan era AI dan big data yang memerlukan daya komputasi eksponensial, kuantum dipandang sebagai kunci untuk membuka kelas solusi yang sebelumnya tidak mungkin dicapai oleh sistem digital konvensional.

Meski demikian, banyak analis teknologi memperingatkan agar ekspektasi terhadap komputer kuantum tidak terlalu dibumbui hype. Dalam wawancara dengan Financial Times, ilmuwan komputer Scott Aaronson dari University of Texas menekankan bahwa “komputasi kuantum adalah balapan maraton, bukan sprint.” Ia menambahkan bahwa membangun komputer kuantum tahan kesalahan bukan sekadar persoalan fisika atau teknik, melainkan juga soal pemodelan matematis yang kompleks dan manajemen noise pada skala ekstrem. Dalam hal ini, pendekatan realistis seperti milik IBM dianggap lebih menjanjikan dibanding pengumuman spektakuler yang sulit diverifikasi.

Jika berhasil mewujudkan sistem tahan kesalahan pada 2029, IBM tidak hanya akan mengubah wajah industri teknologi, tetapi juga memperkuat reputasinya sebagai pionir inovasi yang tetap relevan selama lebih dari satu abad. Dalam skenario ideal, IBM akan memiliki keunggulan kompetitif dalam menyewakan akses ke komputer kuantum mereka kepada perusahaan global melalui model cloud berbayar, mirip seperti bisnis AWS di Amazon. Hal ini juga berpotensi menciptakan ekosistem software kuantum baru yang memunculkan generasi startup dan insinyur baru, serupa dengan dampak PC pada 1980-an atau internet pada 1990-an.

Dalam jangka pendek, fokus IBM adalah membangun sistem kuantum modular yang dapat berfungsi secara konsisten selama ratusan detik, sebuah lompatan besar dibanding kemampuan stabilisasi yang hanya bertahan milidetik pada masa lalu. Kemajuan ini akan mengubah cara perusahaan menangani simulasi molekuler, kriptografi, hingga pemodelan cuaca. Dalam jangka panjang, ini bisa mempercepat penemuan material baru, vaksin, dan sistem kecerdasan buatan yang lebih adaptif terhadap ketidakpastian data.

Seiring dunia bergerak ke masa depan yang makin kompleks, kebutuhan akan mesin yang mampu memproses informasi di luar batas logika biner konvensional akan menjadi semakin mendesak. IBM percaya bahwa jawaban atas tantangan tersebut adalah komputer kuantum tahan kesalahan—dan mereka kini sedang membangun jalannya, langkah demi langkah, menuju 2029.