Grab
Signage dan Promosi Grab Car Di Grand Indonesia ( Foto: Fadjar AD/VMN)

Grab Siapkan Dana $1,25 Miliar untuk Akuisisi dan Buyback

(Business Lounge – Global News) Grab Holdings Ltd, raksasa teknologi asal Singapura yang dikenal dengan layanan ride-hailing dan pengantaran makanan, mengumumkan rencana penggalangan dana sebesar $1,25 miliar melalui penerbitan obligasi konversi. Langkah ini diumumkan pada saat yang bersamaan dengan bantahan tegas perusahaan terhadap spekulasi merger dengan rivalnya dari Indonesia, GoTo Gojek Tokopedia. Rencana penggalangan dana tersebut bertujuan untuk memperkuat neraca keuangan Grab sekaligus membuka ruang bagi aksi korporasi seperti pembelian kembali saham (buyback) dan ekspansi melalui akuisisi.

Menurut laporan yang dikutip dari Bloomberg, Grab akan menerbitkan obligasi konversi dengan jatuh tempo tujuh tahun, di mana investor dapat mengonversi obligasi tersebut menjadi saham biasa. Penerbitan ini disambut antusias oleh pasar, terutama karena menandakan komitmen Grab untuk mempertahankan independensinya di tengah meningkatnya tekanan kompetitif di kawasan Asia Tenggara. Perusahaan juga menyatakan bahwa mereka berhak menambah jumlah penerbitan hingga $500 juta tambahan, tergantung pada permintaan investor.

Grab menjelaskan bahwa dana tersebut akan digunakan untuk “membeli kembali saham secara strategis” dan “mendukung peluang pertumbuhan anorganik,” yang secara eksplisit merujuk pada strategi akuisisi. Ini menandakan pergeseran dari strategi bertahan hidup pasca-IPO menuju strategi ekspansi aktif. Dalam keterangannya kepada media, manajemen Grab menyatakan bahwa mereka melihat sejumlah peluang akuisisi yang dapat menambah nilai jangka panjang bagi pemegang saham.

Kepada Reuters, juru bicara Grab menegaskan bahwa tidak ada rencana merger dengan GoTo, menanggapi spekulasi pasar yang terus beredar sejak 2023. Kabar merger ini sebelumnya menguat seiring tekanan profitabilitas yang dialami kedua perusahaan teknologi besar tersebut. Namun, baik Grab maupun GoTo sama-sama menampik bahwa mereka sedang dalam pembicaraan merger, dengan Grab menyatakan bahwa rumor semacam itu “sepenuhnya tidak berdasar.”

Menurut laporan keuangan terakhir yang dirilis pada kuartal pertama 2025, Grab mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 24% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan margin kontribusi yang membaik di semua lini bisnis. Unit mobilitas, yang mencakup layanan transportasi, kembali menjadi motor pertumbuhan seiring dengan meningkatnya mobilitas masyarakat di kawasan Asia Tenggara pascapandemi. Unit pengantaran makanan juga menunjukkan pemulihan bertahap, meskipun masih menghadapi tekanan dari persaingan harga dan promosi.

Sementara itu, unit fintech Grab Financial Group, yang meliputi layanan dompet digital dan pinjaman mikro, telah menempuh langkah konsolidasi demi memperkuat struktur biaya dan efisiensi. Dalam wawancaranya dengan The Wall Street Journal, CEO Anthony Tan menyatakan bahwa perusahaan sedang berupaya membentuk fondasi bisnis yang berkelanjutan dan tidak lagi hanya fokus pada pertumbuhan agresif seperti beberapa tahun sebelumnya.

Rencana buyback menjadi sorotan karena ini menunjukkan keyakinan manajemen terhadap valuasi saham mereka sendiri. Harga saham Grab memang sempat anjlok sejak perusahaan melantai di bursa Nasdaq pada akhir 2021 melalui skema SPAC, dengan valuasi awal sekitar $40 miliar. Namun saat ini, valuasi Grab telah terkoreksi hingga hampir setengahnya. Menurut analis dari Goldman Sachs, buyback dapat menjadi sinyal kuat kepada investor bahwa perusahaan percaya nilai intrinsik mereka jauh lebih tinggi daripada harga pasar saat ini.

Langkah Grab ini juga harus dilihat dalam konteks lanskap kompetitif Asia Tenggara yang tengah berubah cepat. Persaingan di sektor ride-hailing dan pengantaran makanan semakin ketat, bukan hanya dari pemain besar seperti GoTo di Indonesia dan Sea Group di Singapura, tetapi juga dari perusahaan-perusahaan teknologi baru yang memanfaatkan penetrasi digital dan pendanaan dari investor regional.

Sektor teknologi di Asia Tenggara mengalami pergeseran signifikan sejak pandemi, dengan fokus yang semakin besar pada profitabilitas dibanding pertumbuhan pengguna. Dalam laporan dari Financial Times, disebutkan bahwa investor kini jauh lebih selektif dan mengharapkan model bisnis yang lebih sehat secara fundamental. Oleh karena itu, langkah Grab untuk memperkuat posisi keuangan dan membuka jalan bagi akuisisi yang strategis dipandang sebagai langkah yang pragmatis dan proaktif.

Salah satu sinyal menarik dari strategi Grab adalah kemungkinannya untuk melakukan konsolidasi vertikal di sektor pembayaran dan logistik, dua area yang telah menjadi titik tekanan di masa lalu. Akuisisi potensial bisa mencakup startup logistik jarak jauh atau platform pembayaran lintas negara yang dapat memperluas jangkauan layanan Grab. Dalam wawancara dengan Nikkei Asia, analis dari Maybank Securities mengungkapkan bahwa Grab kemungkinan sedang menjajaki target akuisisi di Vietnam dan Filipina, dua pasar dengan pertumbuhan digital tercepat namun masih belum memiliki pemain dominan tunggal.

Langkah pendanaan melalui obligasi konversi juga menandakan pendekatan yang berhati-hati dari Grab dalam mempertahankan struktur modalnya. Dibandingkan menerbitkan saham baru, yang akan menyebabkan dilusi kepemilikan bagi pemegang saham lama, obligasi konversi memberikan fleksibilitas lebih. Jika saham Grab menguat dalam beberapa tahun ke depan, investor obligasi memiliki opsi konversi yang menguntungkan, namun jika tidak, perusahaan tidak perlu mengorbankan ekuitas lebih awal.

Pasar bereaksi positif terhadap pengumuman ini. Harga saham Grab naik sekitar 4% dalam perdagangan setelah pengumuman, menurut data dari Nasdaq. Para analis menilai strategi ini sebagai sinyal bahwa perusahaan siap memasuki fase konsolidasi regional setelah bertahun-tahun berkutat dengan tekanan biaya tinggi dan ekspektasi pertumbuhan berlebih.

Sebaliknya, GoTo sebagai pesaing utama Grab di Indonesia masih berjuang untuk mencapai profitabilitas yang konsisten. Dalam laporan keuangan terbarunya, GoTo memang berhasil mencatatkan EBITDA yang lebih positif, namun masih menghadapi tantangan likuiditas dan restrukturisasi internal setelah gelombang pemutusan hubungan kerja pada akhir 2024. Sementara itu, rumor merger dengan Grab terus dibantah oleh kedua pihak, namun tetap menjadi bahan spekulasi karena potensi sinergi bisnis yang besar.

Meskipun merger besar antara Grab dan GoTo bisa menciptakan dominasi regional yang luar biasa, regulator di kedua negara kemungkinan akan menaruh perhatian ketat pada isu monopoli dan dampaknya terhadap konsumen. Dalam analisis oleh Tech in Asia, disebutkan bahwa pemerintah Indonesia kemungkinan akan bersikap hati-hati jika ada konsolidasi yang dapat mengganggu kompetisi terbuka di sektor digital.

Dengan adanya rencana penggalangan dana sebesar $1,25 miliar ini, Grab tampaknya memilih jalur pertumbuhan independen sambil memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi di kawasan. Perusahaan kini berada pada posisi yang lebih kuat untuk melakukan akuisisi strategis atau membentuk aliansi bisnis di pasar-pasar utama seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia. Aksi buyback juga dinilai sebagai strategi cerdas untuk memperkuat kepercayaan investor dan menjaga stabilitas harga saham di tengah volatilitas pasar global.

Grab akan diuji pada kemampuannya mengelola ekspansi secara berkelanjutan tanpa mengorbankan efisiensi biaya dan nilai pemegang saham. Dengan fokus baru pada profitabilitas, penguatan neraca keuangan, dan kemungkinan langkah-langkah strategis di ranah M&A, perusahaan ini tengah berupaya mengubah narasi dari sekadar unicorn Asia Tenggara menjadi entitas publik yang matang dan berdaya saing tinggi.

Jika strategi ini dijalankan dengan disiplin, bukan tidak mungkin Grab akan menjadi model baru bagi perusahaan teknologi regional dalam menavigasi transisi dari era pertumbuhan tinggi ke era profitabilitas berkelanjutan.