(Business Lounge – Health) Setiap Senin, Rabu, dan Jumat pagi, Hank Van Parys yang berusia 94 tahun mengenakan sepatu olahraga dan menuju YMCA di Kingston, New York. Bukan untuk duduk-duduk atau bersosialisasi ringan, tetapi untuk memimpin kelas kebugaran kardiovaskular bagi para lansia lainnya. Di usianya yang mendekati satu abad, Van Parys adalah simbol perubahan zaman – lansia yang tidak sekadar bertahan hidup, tetapi hidup aktif dan bermakna.
Lanskap penuaan di Amerika Serikat sedang mengalami pergeseran mendasar. Berdasarkan laporan terbaru dari The Wall Street Journal, angka demensia menurun, angka pemulihan pasca penyakit meningkat, dan yang lebih mengejutkan, banyak lansia berusia 80 hingga 90-an yang justru mencapai puncak baru dalam kebugaran dan kemandirian mereka.
Fakta baru tentang usia tua
Laporan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan bahwa angka demensia pada kelompok usia 85 tahun ke atas telah menurun signifikan dibandingkan dua dekade lalu. Penurunan ini disertai dengan perbaikan dalam kualitas hidup lansia – lebih banyak yang mampu hidup mandiri, bergerak aktif, dan tetap berkontribusi dalam komunitas mereka.
Menurut studi longitudinal dari Harvard Aging Brain Study, gaya hidup aktif, baik secara fisik maupun kognitif, memiliki pengaruh besar terhadap penurunan risiko penyakit Alzheimer dan demensia lainnya. Aktivitas seperti membaca, menulis, bersosialisasi, dan berolahraga terbukti memperpanjang masa sehat lansia, bahkan saat mereka telah melewati usia 85 tahun.
Komunitas “Kick-Ass Old Farts” dan kebugaran kolektif
Salah satu gambaran paling inspiratif dari perubahan ini adalah kelompok kebugaran unik yang menyebut diri mereka Kick-Ass Old Farts, atau disingkat KAOF. Mereka adalah sekelompok pria dan wanita usia 80 hingga 95 tahun yang secara rutin berkumpul di YMCA Kingston untuk latihan beban, aerobik, dan bahkan plank bersama.
Frank Almquist, 90 tahun, adalah anggota tetap kelompok ini. Setiap pagi, ia bersama kawan-kawannya menjalani latihan intens, tidak kalah dari kelompok usia 40-an. “Kami bukan superhero,” kata Almquist kepada The Wall Street Journal. “Kami hanya tidak menyerah.”
Ritme kebugaran mereka menjadi ritual harian yang mempererat ikatan sosial, menjaga semangat hidup, dan tentu saja, memperkuat otot dan jantung mereka. Pelatih kebugaran di YMCA menyebut mereka sebagai “ikon daya tahan” yang membuktikan bahwa tubuh dan pikiran bisa tetap kuat bahkan di usia lanjut, selama dirawat dengan konsistensi.
Kemandirian finansial dan kebebasan sosial
Selain kebugaran fisik, tren lain yang muncul adalah meningkatnya kemandirian finansial para lansia. Menurut U.S. Bureau of Labor Statistics, jumlah warga usia di atas 75 tahun yang masih bekerja meningkat dua kali lipat dalam dua dekade terakhir. Motivasi mereka bukan semata kebutuhan ekonomi, melainkan hasrat untuk tetap produktif, relevan, dan terlibat.
Eleanor Rubin, 87 tahun, adalah seniman cetak asal Massachusetts yang masih aktif berpameran. Dalam wawancara dengan The New York Times, ia mengatakan bahwa usia tidak pernah menjadi penghalang untuk berekspresi. “Tubuh saya mungkin tua, tetapi imajinasi saya tidak,” katanya.
Semangat ini juga terlihat dalam aktivitas sosial para lansia. Mereka mengikuti kelas menari, klub buku, bahkan kursus daring tentang sejarah dunia atau pemrograman komputer. Platform seperti Coursera dan edX melaporkan peningkatan pengguna usia di atas 80 tahun sejak 2020.
Kesehatan mental – dari kesepian menuju koneksi
Salah satu tantangan terbesar lansia selama ini adalah kesepian. Namun, banyak komunitas kini mengadopsi pendekatan baru dalam membangun jejaring sosial untuk lansia. Di banyak kota di Amerika Serikat, program seperti Village to Village Network dan Senior Planet dirancang untuk membantu warga senior tetap terhubung melalui teknologi, kegiatan sukarela, dan forum diskusi daring.
Menurut survei dari AARP tahun 2024, sekitar 70% lansia di atas 85 tahun merasa memiliki “dukungan sosial yang kuat,” meningkat dari hanya 45% satu dekade lalu. Peningkatan ini dikaitkan dengan peran keluarga yang lebih terbuka, komunitas yang lebih inklusif, dan kemajuan teknologi yang mengurangi hambatan komunikasi.
Teknologi sebagai sahabat baru lansia
Kemajuan teknologi telah memberi dampak luar biasa bagi kehidupan lansia. Dari jam tangan pintar yang memantau detak jantung dan risiko jatuh, hingga aplikasi yang membantu mengatur pengobatan dan pengingat nutrisi, lansia kini lebih mampu mengelola kesehatannya secara mandiri.
Salah satu inovasi yang sangat membantu adalah robot pendamping seperti ElliQ, yang dikembangkan oleh Intuition Robotics. ElliQ tidak hanya memberikan pengingat obat, tetapi juga mengajak berbicara, mendorong untuk berolahraga, dan memberi dukungan emosional. Robot semacam ini, menurut studi dari MIT AgeLab, telah terbukti menurunkan tingkat kecemasan dan meningkatkan interaksi harian para lansia.
Pola makan dan nutrisi – pilar kebugaran usia lanjut
Kesadaran akan pentingnya nutrisi juga tumbuh di kalangan lansia. Banyak yang kini mengadopsi pola makan Mediterania atau diet antiinflamasi untuk menjaga kesehatan otak dan jantung. Dr. Lisa Mosconi dari Weill Cornell Medical College menyebut bahwa diet kaya sayuran, ikan berlemak, dan minyak zaitun dapat menurunkan risiko demensia hingga 40%.
Lansia seperti Hank Van Parys menghindari gula olahan dan makanan olahan, memilih memasak sendiri dengan bahan segar dan alami. Ia juga rutin minum suplemen vitamin D dan omega-3 sesuai rekomendasi dokter.
Pergeseran persepsi masyarakat terhadap usia
Mungkin perubahan terbesar bukan hanya pada perilaku lansia, tetapi juga pada cara masyarakat memandang usia tua. Jika dahulu usia 85 identik dengan kursi roda dan ketergantungan, kini justru menjadi simbol vitalitas baru. Kampanye dari lembaga seperti Changing the Narrative berupaya melawan ageism (diskriminasi usia) dan mendorong masyarakat melihat usia tua sebagai tahap kehidupan yang produktif dan layak dirayakan.
Iklan-iklan kini menampilkan lansia yang bersepeda, mendaki gunung, atau berselancar. Serial televisi seperti “Grace and Frankie” atau dokumenter seperti “Live to 100” di Netflix menampilkan lansia dengan semangat petualangan dan kehidupan aktif, bukan ketakberdayaan.
Implikasi bagi masa depan dunia kerja dan sistem kesehatan
Dengan meningkatnya harapan hidup sehat, dunia kerja dan sistem kesehatan harus bersiap menghadapi lansia yang tidak ingin pensiun dini. Banyak perusahaan kini mempertimbangkan kembali batas usia pensiun dan mulai menciptakan program transisi kerja yang fleksibel bagi pekerja senior.
Di sisi lain, sistem kesehatan harus bergeser dari pendekatan kuratif ke preventif. Fokus bukan hanya menyembuhkan penyakit, tetapi menjaga kualitas hidup. Klinik-klinik geriatri di banyak negara bagian kini menawarkan layanan wellness check khusus lansia, termasuk penilaian risiko jatuh, konsultasi gizi, dan terapi okupasi.
Refleksi dan harapan untuk generasi muda
Apa yang dilakukan oleh generasi Hank Van Parys dan Frank Almquist tidak hanya memberi inspirasi, tetapi juga pelajaran penting bagi generasi muda. Bahwa penuaan tidak identik dengan kemunduran. Bahwa usia lanjut bisa menjadi puncak kedewasaan fisik, mental, dan spiritual jika dipersiapkan dengan baik.
Menjaga kebugaran, membangun jejaring sosial, terus belajar, dan hidup dengan tujuan—itulah formula yang mereka jalani. Dan bagi masyarakat yang menua seperti Amerika Serikat (dan Indonesia ke depannya), formula ini bisa menjadi fondasi untuk merancang sistem sosial dan ekonomi yang lebih adil bagi semua usia.
Menulis ulang narasi usia
Di ruang kebugaran YMCA Kingston, ketika Van Parys memimpin latihan, tidak ada yang mengira bahwa ia pernah menjalani dua operasi jantung. Tidak ada yang melihatnya sebagai “kakek renta” yang lemah. Ia adalah pemimpin, motivator, dan bukti hidup bahwa usia hanyalah angka.
Apa yang dilakukan Van Parys dan ribuan lansia lainnya di seluruh Amerika Serikat adalah menulis ulang narasi tentang usia tua. Mereka menolak pasif, menolak dilupakan, dan menolak batasan. Mereka adalah generasi yang, alih-alih menyerah pada usia, justru menaklukkannya.