Singapura di Pusat Perhatian Perdagangan Teknologi

(Business Lounge Journal – News and Insight)

Singapura kembali menjadi sorotan dalam perdagangan teknologi global setelah pihak berwenang menahan tiga individu atas dugaan penyelundupan server buatan AS yang kemungkinan besar berisi chip Nvidia. Menurut laporan dari Reuters, ketiga individu tersebut didakwa memalsukan tujuan akhir pengiriman server yang sebenarnya ditujukan ke China, meskipun ada pembatasan ekspor teknologi canggih yang diberlakukan oleh pemerintah AS.

Menurut laporan dari The Wall Street Journal , alarm pertama berbunyi pada tahun 2024 ketika Singapura secara mengejutkan menjadi sumber pendapatan terbesar kedua bagi Nvidia. Pengungkapan ini memicu spekulasi bahwa chip kecerdasan buatan Nvidia tetap berhasil masuk ke China melalui jalur tidak resmi. Kekhawatiran ini semakin meningkat setelah DeepSeek , perusahaan AI asal China, menunjukkan kemajuan pesat dengan model AI yang canggih dan lebih hemat biaya. Dikutip dari Bloomberg , model AI DeepSeek dilatih menggunakan unit pemrosesan grafis (GPU) Nvidia, meskipun ada larangan ekspor yang bertujuan untuk membatasi akses China terhadap teknologi ini.

Singapura berusaha membongkar jaringan bayangan yang diduga memperdagangkan chip Nvidia ke China. Seperti dikutip dari CNBC, Menteri Dalam Negeri dan Hukum Singapura, K. Shanmugam, mengungkapkan bahwa server dari Dell dan Super Micro Computer dikirim ke Malaysia, menimbulkan pertanyaan apakah Malaysia benar-benar menjadi tujuan akhir pengiriman tersebut. Jika dugaan ini terbukti, maka jalur distribusi ilegal ini bisa berdampak pada hubungan diplomatik dan kebijakan perdagangan internasional.

Nvidia sendiri menolak memberikan komentar mengenai situasi ini. Namun, seperti dilaporkan oleh Financial Times , perusahaan menegaskan bahwa ada perbedaan antara “lokasi penagihan pelanggan” dan “tujuan akhir produk.” Singapura menyumbang sekitar 18% dari total pendapatan Nvidia, atau sekitar $24 miliar, dalam tahun fiskal yang berakhir pada 28 Januari, tetapi hanya kurang dari 2% produk yang benar-benar dikirim ke negara tersebut. “Pelanggan menggunakan Singapura untuk memusatkan faktur, sementara produk kami hampir selalu dikirim ke tempat lain,” kata Nvidia dalam laporan tahunan mereka.

Kasus ini berdampak besar pada nilai saham perusahaan yang terlibat. Seperti dikutip dari Market Watch , saham Nvidia anjlok hampir 8% pada Senin lalu dan kini turun 14% sepanjang tahun 2025, menyebabkan kapitalisasi pasarnya merosot di bawah $3 triliun. Saham Super Micro turun 11%, sementara saham Dell juga melemah sekitar 6%. Hal ini menunjukkan betapa besar dampak skandal perdagangan chip ini terhadap pasar keuangan global.

Menurut analisis dari Mizuho Securities , larangan total terhadap ekspor chip Nvidia ke China dapat menyebabkan penurunan pendapatan sebesar $4 miliar hingga $5 miliar bagi perusahaan tersebut dalam tahun fiskal ini. Nvidia sendiri mengakui dalam laporan pendapatannya bahwa penjualan pusat data mereka di China turun drastis dibandingkan sebelum kontrol ekspor diberlakukan. CEO Nvidia, Jensen Huang, dikutip dari Bloomberg , menyatakan bahwa pembatasan ekspor telah menghambat pendapatan perusahaan di China, yang turun dari 21% menjadi 13% selama dua tahun fiskal terakhir. Meski begitu, Huang menegaskan bahwa inovasi perangkat lunak terus berkembang meskipun ada hambatan perdagangan ini.

Sejak kuartal ketiga 2023, peran Singapura dalam distribusi chip Nvidia semakin dipertanyakan. Dikutip dari Forbes, negara ini mencatat lonjakan pendapatan Nvidia hingga 404,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Fenomena ini menimbulkan dugaan bahwa chip Nvidia mungkin dialihkan ke China melalui Singapura. Namun, Nvidia terus menegaskan bahwa mereka mematuhi semua peraturan ekspor yang berlaku dan tidak terlibat dalam praktik perdagangan ilegal.

Kasus ini menyoroti tantangan besar dalam perdagangan teknologi global. Menurut laporan dari The New York Times , pemerintah AS dan sekutunya terus memperketat kontrol ekspor untuk memastikan bahwa teknologi canggih mereka tidak jatuh ke tangan yang salah. Namun, seperti yang terlihat dalam kasus ini, semakin ketatnya regulasi justru memicu munculnya jalur distribusi tidak resmi yang semakin sulit dilacak.

Dengan meningkatnya permintaan chip AI di seluruh dunia, skandal penyelundupan ini menunjukkan bahwa perang teknologi antara AS dan China semakin kompleks. Menurut analis di TechCrunch , upaya untuk membatasi akses China terhadap chip AI kemungkinan hanya akan mempercepat upaya China dalam mengembangkan teknologi semikonduktor mereka sendiri. Sementara itu, perusahaan seperti Nvidia harus terus menavigasi lanskap geopolitik yang berubah-ubah, memastikan kepatuhan terhadap regulasi tanpa kehilangan pangsa pasar yang berharga.

Kasus penahanan penyelundup chip di Singapura menunjukkan bahwa meskipun pengawasan ketat telah diterapkan, jalur perdagangan gelap masih terus berkembang. Dengan meningkatnya ketegangan perdagangan antara AS dan China, penting bagi pemerintah dan industri untuk bekerja sama dalam menciptakan kebijakan yang menyeimbangkan keamanan nasional dengan inovasi teknologi global. Apakah upaya ini akan berhasil atau justru memicu strategi baru untuk mengakali regulasi, hanya waktu yang akan menjawab.