Study Harvard 2024: Pemimpin Harus Berani Bertransformasi!

(Business Lounge Journal – Human Resources)

Berdasarkan  2024 Global Leadership Development Study dari Harvard Business Review,  70% mengatakan penting atau sangat penting bagi para pemimpin untuk menguasai berbagai perilaku kepemimpinan yang efektif yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhan bisnis saat ini dan masa depan memiliki beberapa implikasi penting. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan transformasi. Hal ini dapat diartikan bahwa banyak organisasi dan pemimpin menyadari perlunya perubahan dan adaptasi untuk merespons tantangan atau peluang yang muncul.

Adaptasi kepemimpinan yang lebih luas dimana pemimpin tidak lagi dapat bergantung pada satu set perilaku kepemimpinan lama yang terbatas. Semakin mendesak kebutuhan akan kepemimpinan yang multidimensi, menguasai berbagai keterampilan dan perilaku kepemimpinan yang efektif yang mencakup kemampuan strategis, berorientasi pada perubahan, pemberdayaan tim, dan lain-lain. Pemimpin harus dapat memimpin organisasi menavigasi tantangan saat ini dan mempersiapkan untuk masa depan.

Beberapa alasan mengapa pemimpin merasa perlu untuk melakukan transformasi antara lain:

  1. Perubahan Lingkungan Bisnis

Perubahan lingkungan bisnis terjadi karena berbagai faktor, antara lain:

a. Perkembangan Teknologi

  • Kemajuan teknologi informasi, komunikasi, dan otomasi yang cepat.
  • Inovasi digital yang mengubah cara bisnis beroperasi dan berinteraksi.

b. Konsumen

    • Perubahan gaya hidup, tren, dan harapan konsumen yang dinamis.
    • Konsumen menjadi lebih terhubung, terinformasi, dan menuntut pengalaman yang lebih baik.

c. Globalisasi dan Persaingan

  • Pasar yang semakin terintegrasi secara global.
  • Kompetisi yang semakin ketat, baik dari pemain lokal maupun internasional.

d. Perubahan Demografis

    • Pergeseran komposisi usia, budaya, dan preferensi generasi dalam populasi.
    • Munculnya segmen konsumen baru dengan kebutuhan yang berbeda.

e. Isu Sosial dan Lingkungan

    • Tuntutan tanggung jawab sosial dan keberlanjutan lingkungan yang semakin tinggi.
    • Perhatian pada isu-isu keberlanjutan, kesetaraan, dan tanggung jawab perusahaan.

f. Perubahan Regulasi

    • Kebijakan dan peraturan baru yang mempengaruhi cara berbisnis.
    • Tuntutan kepatuhan terhadap aturan yang semakin ketat.

Perubahan-perubahan tersebut menciptakan lingkungan bisnis yang dinamis dan menuntut organisasi untuk beradaptasi secara cepat dan efektif agar tetap kompetitif dan relevan.

2.Kebutuhan Meningkatkan Efisiensi

Kebutuhan ini muncul karena adanya  tekanan untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya serta tuntutan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan.

3.Pengembangan Talenta

Kebutuhan untuk mempersiapkan pemimpin masa depan ini sangat menarik serta menantang. Perusahaan tentunya  harus mempertimbangkan untuk mempertahankan karyawan berbakat.

4.Tuntutan Stakeholder

Tuntutan stakeholder ini sebenarnya adalah harapan  dari para pemangku kepentingan atas performa dan inovasi organisasi, ditambah dengan adanya tekanan untuk memenuhi ekspektasi sosial dan lingkungan.

Untuk mewujudkan transformasi yang efektif, pemimpin memang harus terlebih dahulu meningkatkan kemampuan dirinya. Pemimpin harus memiliki perilaku dan kompetensi tertentu, seperti:

  1. Berpikir Strategis
    • Mampu melihat gambaran besar dan merumuskan visi jangka panjang.
    • Berani mengambil risiko dan keluar dari zona nyaman.
  2. Berorientasi pada Perubahan
    • Terbuka terhadap ide-ide baru dan bersedia untuk terus belajar.
    • Mendorong inovasi dan eksperimentasi di dalam organisasi.
  3. Keteladanan
    • Menjadi role model yang menginspirasi dan memotivasi tim.
    • Memperlihatkan integritas, empati, dan semangat transformasi.
  4. Pengelolaan Talenta
    • Mengembangkan, memotivasi, dan mempertahankan karyawan terbaik.
    • Menciptakan budaya pembelajaran dan pengembangan.

Dengan memiliki kepemimpinan yang visioner dan berorientasi pada perubahan, organisasi dapat lebih siap menghadapi tantangan masa depan dan memanfaatkan peluang yang ada dan memiliki keunggulan dalam menghadapi tantangan ini.

Perubahan-perubahan tersebut menciptakan lingkungan bisnis yang dinamis dan menuntut organisasi untuk beradaptasi secara cepat dan efektif agar tetap kompetitif dan relevan. Pemimpin yang visioner dan responsif terhadap perubahan akan memiliki keunggulan dalam menghadapi tantangan ini.

Lalu apa yang akan terjadi bila pemimpin tidak mau bertransformasi mengikuti perubahan yang ada?

Jika pemimpin tidak mau bertransformasi dan mengikuti perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis, maka dapat terjadi beberapa konsekuensi negatif, antara lain:

  1. Kehilangan Daya Saing
    Organisasi akan tertinggal dari kompetitor yang lebih cepat beradaptasi. Produk, layanan, dan proses bisnis menjadi kurang inovatif dan tidak up-to-date.
  2. Penurunan Kinerja Organisasi
    Produktivitas, efisiensi, dan profitabilitas cenderung menurun. Organisasi tidak dapat memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan.
  3. Kesulitan Menarik Talenta
    Sulit menarik dan mempertahankan karyawan berbakat, terutama generasi muda. Organisasi dapat dipandang sebagai tempat kerja yang kuno dan tidak menarik.
  4. Kehilangan Kepercayaan Pemangku Kepentingan
    Para investor, mitra, dan pelanggan akan kehilangan kepercayaan.  Organisasi dianggap tidak responsif terhadap perubahan pasar.
  5. Risiko Keberlanjutan Jangka Panjang
    Organisasi dapat kehilangan relevansi dan tergerus oleh pesaing yang lebih adaptif. Dalam jangka panjang, organisasi berisiko tersisih dan sulit untuk bertahan.

Agar dapat tetap kompetitif dan berkelanjutan, pemimpin harus berani menghadapi perubahan dengan mindset yang terbuka, fleksibel, dan berorientasi pada inovasi. Mereka harus memimpin transformasi organisasi secara proaktif untuk memastikan masa depan yang cerah bagi perusahaan.

Kasus-kasus adanya pemimpin yang tidak mau bertransformasi dan akhirnya pailit sebenarnya banyak. Namun seringkali  tidak terdokumentasikan secara komprehensif atau tidak terekspos secara luas. Namun, ada beberapa contoh umum baik global maupun lokal di Indonesia yang dapat menggambarkan fenomena ini misalnya sebagai berikut:

  1. Perusahaan Ritel Tradisional
    Banyak gerai ritel tradisional yang tidak mau beradaptasi dengan pergeseran preferensi konsumen ke arah ritel online.
    Contohnya toko buku Gunung Agung yang akhirnya menutup sebagian besar cabangnya.
  2. Perusahaan Teknologi Lama
    Pemimpin perusahaan teknologi yang tidak mau beradaptasi dengan inovasi dan perubahan industri.
    Contohnya Blackberry yang kalah bersaing dengan smartphone berbasis Android dan iOS.
  3. Perusahaan Transportasi Konvensional
    Pemimpin yang enggan mengadopsi teknologi dan model bisnis transportasi berbasis aplikasi.
    Contohnya perusahaan taksi konvensional yang tergerus oleh layanan ride-hailing. Ride hailing adalah layanan transportasi berbasis aplikasi digital yang menghubungkan penumpang dengan pengemudi kendaraan untuk mengantarkan penumpang ke tujuan. Layanan ride-hailing ini memungkinkan penumpang untuk memesan kendaraan menggunakan aplikasi di smartphone, dan mendapatkan pengemudi yang terdekat untuk mengantarkannya ke tujuan. Layanan ini biasanya lebih mudah diakses, fleksibel, dan responsif dibandingkan dengan layanan transportasi tradisional. Kehadiran layanan ride-hailing ini telah mengubah lanskap industri transportasi, memaksa perusahaan transportasi konvensional untuk melakukan transformasi agar tetap kompetitif.
    Beberapa contoh layanan ride hailing yang populer adalah:
  • Grab
    Perusahaan asal Singapura yang menawarkan layanan ride-hailing, pengiriman barang, dan pembayaran digital. Grab tersedia di berbagai negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
  • Gojek
    Perusahaan asal Indonesia yang menyediakan layanan ride-hailing, pengiriman, pembayaran digital, dan berbagai layanan lainnya. Gojek telah berkembang menjadi salah satu “super-app” terbesar di Asia Tenggara.
  • Uber
    Perusahaan asal Amerika Serikat yang memperkenalkan konsep ride-hailing di dunia. Uber hadir di banyak negara, meskipun menghadapi beberapa tantangan regulasi di beberapa wilayah.

4. Industri Manufaktur Tradisional
Pemimpin perusahaan manufaktur jika tidak melakukan otomasi dan digitalisasi proses akan gagal.
Contohnya misalnya Sritex yang sebenarnya sudah melakukan otomasi dan digitalisasi proses namun tidak sepenuhnya transformatif ternyata tetap tidak mampu bersaing dengan industri tekstil global.

Perubahan yang cepat di berbagai industri memang menuntut fleksibilitas dan adaptasi yang cepat dari para pemimpin. Kegagalan dalam mengelola transformasi dapat membawa konsekuensi fatal bagi kelangsungan usaha. Oleh karena itu, kemampuan beradaptasi dan berinovasi menjadi kunci keberhasilan bagi pemimpin di era yang dinamis ini. Tahun 2025 segera tiba, bila Anda merasa perlu melakukan perubahan memang diperlukan keberanian dan perhitungan yang matang tentunya.