(Business Lounge Journal – Human Resources)
Tidak dapat dipungkiri lagi saat ini seluruh stakeholder membutuhkan digital leadership di tengah transformasi digital di Indonesia.
Harvard Business Review (2020), mengatakan bahwa “digital transformation is about talent, not technology”.
Selain itu, berdasarkan survei Harvard Business Review Analytic Services(2022) pada 117 eksekutif di sektor jasa keuangan, 88% menyatakan bahwa menentukan teknologi yang tepat penting untuk keberhasilan upaya transformasi digital organisasi mereka.
Tentunya rencana transformasi digital yang akan dilakukan tersebut bukan hanya bagus dalam perencanaan saja, namun juga harus mampu dilaksanakan oleh seluruh pegawai.
Baca Juga : DIGITAL LEADERSHIP! TANTANGAN PEMIMPIN MASA KINI
Untuk itulah perlu dicari figur seorang pemimpin yang berbasis digital leadership untuk memperlancar dan mensukseskan program transfromasi digital tersebut.
Digital leadership merupakan kepemimpinan inovatif yang mendukung implemensi transformasi digital pada proses bisnis dan budaya perusahaan untuk meningkatkan competitive advantage perusahaan.
Insight BCA
Presiden Direktur (Presdir) BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, kekhawatiran akan COVID sudah mereda, namun perkembangan global pada 2022 semakin tidak pasti. Gejolak kebijakan zero-COVID, perang Rusia Ukraina, siklus komoditi, pengetatan likuiditas, gangguan rantai pasok, dan terjadinya perlambatan ekonomi global.
Digitalisasi dan strategi perlu sejalan dan saling memperkuat dan perumusan strategi perlu mempertimbangkan kesiapan digital.
Investasi digital perlu, meski tidak serta merta menjamin kesuksesan. More tech = More human engagement. Kapasitas manusia dan teknologi saling melengkapi.
Kemampuan komputasi dan pengambilan keputusan tidak sebaik komputer, tidak dapat mengembangkan kreatifitas dan konteks. Perlu visi dan arahan manusia agar tetap relevan.
Perlu karakter khusus untuk memaksimalkan potensi digitalisasi. Ownership– anggota tim bangga dengan apa yang dikerjakan. Mindset– siap menghadapi perubahan dan tidak panik mengubah rencana awal. Independent – anggota tim bertanggung jawab atas pekerjaan sendiri, namun tetap kolaboratif. Feedback– dekat dengan pasar sehingga tahu strategi mana yang berhasil.
Digital champions perlu ditempatkan dalam struktur kerja yang tepat, Dari organisasi sebagai ‘mesin’ dan berbentuk piramid: Penyusunan rencana secara terpusat, mengatur birokrasi, mengerjakan instruksi, terjadi silos.
Menjadi organisasi sebagai ‘organisme’: leader memberikan visi dan mendorong aksi. Mini company dan scrum process diadopsi untuk mendorong kolaborasi dan fleksibilitas. Resource & knowledge sharing untuk meningkatkan fleksibilitas/kecepatan respon.
Digital Leader perlu working ambience yang mendorong produktifitas namun tetap representatif. Sistem working hub mengurangi kebutuhan mobilitas pegawai, dan layout kantor yang terbuka mendorong interaksi dan kolaborasi antar anggota kelompok.
Keterlibatan leader secara aktif diperlukan dalam pengembangan produk digital. Visi dan guidance pemimpin dibutuhkan agar progres digitalisasi relevan dengan tujuan perusahaan.
Pemimpin juga perlu berinteraksi dan menggunakan langsung teknologi dan aplikasi yang dikembangkan. ‘Digital proficiency test’ dilakukan secara berkala untuk meningkatkan pengetahuan dan pengalaman digital pegawai.
Beberapa hal yang membantu digital leaders menjalani peran yang semakin sentral. Mampu untuk percaya pada rekan kerja, siap menghadapi situasi baru. Bersedia mencari solusi bersama sebagai kelompok. Paham dengan batas kemampuan anggota.
Insight BNI
Direktur Utama BNI 46 Royke Tumilaar menyampaikan bahwa mindset digital dibutuhkan menjadi fondasi utama untuk membangun kemampuan digital.
Mindset digital ini didapatkan melalui berbagai cara yang harus dilakukan oleh setiap insan perbankan.
Learning agility dilakukan melalui : Pola pikir yang bertumbuh untuk Transformasi Digital, ketahanan dalam belajar dan pengembangan diri.
Digital mindset juga dipengaruhi oleh data, data yang relevan dan berwawasan akan menyeimbangkan penggunaan data dan intuisi sehingga dapayberpikir antisipatif.
Inovasi juga mempengaruhi pola pikir digital sehingga menciptakan intrapreneurship yang gesit dan berinovasi berdasarkan pain points yang menghilangkan bottlenecks pada inovasi.
Kolaborasi juga diperlukan dalam membangun pola pikir digital yang akan menciptakan tim yang efektif, komunikasi yang produktif dan positif serta kerjasama tim yang proaktif dan kooperatif.
Tidak boleh dilupakan juga dalam digital mindset tetap fokus pada interaksi dari manusia-ke-manusia yang berharga, perlunya empati pada perubahan digital dan tetap berorientasi pada pelanggan – pengalaman pelanggan adalah pengalaman yang patuh diperhatikan.
Di sisi lain sangat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan saat ini misalnya kemampuan dalam menilai risiko, meningkatkan kualitas kredit, dan lain sebagainya.
Job shift tidak mungkin dielakan lagi di era digital, akan terjadi pergeseran kemampuan dari bisnis saat ini yang menjadi model untuk strategi bisnis masa depan.
Karena itu membangun kemampuan baru yang selaras dengan strategi perusahaan misalnya kemampuan mengelola data, analisis, ekosistem digital dan kemitraan strategis.
Peran kepemimpinan penting dalam mendorong implementasi strategis dengan menentukan visi yang jelas dan fokus pada dampak yang tinggi,
Membuat strategi terintegrasi yang jelas dengan perencanaan yang detail dan memiliki transparansi tepat sasaran dan inisiatif.
Menginspirasi dan memberdayakan rakyat, dengan komitmen tinggi dari CEO dan Direksi untuk mendorong transformasi. Pemahaman & rasa memiliki di setiap level. Tempatkan orang-orang terbaik di tempat yang tepat.
Mengadopsi pola pikir yang gesit dan eksekusi dengan melakukan kolaborasi satu sama lain, melibatkan seluruh organisasi, menegakan tindakan disiplin & pertemuan reguler. Miliki dasboard dan monitoring untuk setiap proyek, dan memiliki komitment untuk terus melakukan peningkatan secara berkelanjutan.
Penutup
Berdasarkan survei Roubini Thoughtlab (2022) pada 1503 digital leader di seluruh dunia, 94% diantaranya menggunakan kemampuan data analytic dalam pengambilan keputusan, 88% memiliki berbagai kemampuan financial technology, 85% memiliki awareness terhadap teknologi baru, dan 88% memiliki pemahaman tinggi terhadap cybersecurity.
Kondisi ini menuntut para pemimpin sekarang ini tidak hanya memiliki kemampuan dalam memimpin namun juga kemampuan-kemampuan digital seperti survei Roubini Thoughtlab.
Digital Leader harus memiliki kemampuan digital literacy, memiliki kemampuan berinovasi dari pimpinan sangat dibutuhkan untuk memperkuat dan memperbaiki proses bisnis, mekanisme kerja dan juga kualitas produk.
Mempunyai strategic skill yang dibutuhkan untuk menjalankan setiap proses digitalisasi yang dilakukan. Program digitalisasi adalah kegiatan yang luar biasa sehingga diperlukan keahlian dalam menyusun strategi yang tepat baik dalam perencanaan maupun eksekusinya.
Memiliki visi yang jelas mengenai arah yang akan dituju dengan adanya transformasi digital tersebut dan menyelaraskan teknologi dengan tujuan bisnis dan target pertumbuhan perusahaan
Siapkah para pemimpin perusahaan memiliki kemampuan digital leadership? Tentulah ini kembali kepada setiap pemimpin perusahaan saat ini, mampu mengeksekusi semua permasalahan yang dihadapi dalam proses transformasi digital tersebut.
Seorang good leader adalah good executor juga, sehingga potensi munculnya permasalahan berat dan diluar ekspektasi dapat segera diatasi dan diselesaikan dengan baik.
Jangan sampai dengan munculnya permasalahan baru tersebut akan menghambat proses transformasi digital yang sedang berlangsung, sehingga berpotensi menimbulkan kegagalan.
Dengan demikian, transformasi digital tersebut dapat menghasilkan perubahan yang siknifikan, sesuatu yang baru maupun hal-hal yang belum ada sebelumnya.
Semakin banyak perusahaan memiliki para pemimpin dengan kualitas digital leadership semakin siap menghadapi tantangan transfromasi digital yang sedang berlangsung.