Mary Barra: Keberhasilan “New Corporate Culture”

(Business Lounge Journal – Manage Your Business) Mengubah suatu budaya perusahaan dapat dilakukan dengan kepemimpinan yang kuat. Mari kita belajar dari salah seorang Ceo wanita sebuah produsen mobil dunia yaitu General Motors (AS). Mary Theresia Barra adalah sebuah fenomenal dalam industri otomotif di tengah persaingan yang begitu keras dan ketat. Mary telah berhasil melakukan transformasi budaya perusahaan yang sukses untuk tetap mempertahankan GM sebagai salah satu raksasa otomotif dunia.

Mary baru saja bergabung dengan GM pada Januari 2014. Setahun lebih memimpin GM, bukan suatu yang mudah untuk dilalui, sebagai wanita pertama yang memimpin GM, Mary menghadapi isu besar mengenai cacat produksi di sejumlah mobil produksi GM tepatnya pada bagian pengapian starter. Ditambah lagi isu mengenai recall mobil produksi GM dengan jumlah yang sangat besar. Belum lagi tekanan yang kuat dari pihak investor. Kehadirannya pada awal juga menghadapi tantangan dari internal perusahaan.

Namun waktu membuktikan, satu demi satu persoalan mulai dapat teratasi. Mary menunjukan buah keberhasilan kepemimpinannya dalam memperbaiki kinerja GM. Mary telah mengambil keputusan-keputusan yang sulit untuk menyelamatkan masa depan GM. Mary memperbaiki kinerja finansial, dengan melakukan disiplin yang ketat. Mary dengan berani juga memutuskan untuk menghentikan produksinya dengan menutup beberapa pabrik di negara yang tidak menguntungkan termasuk di Indonesia, bahkan mematikan suatu merk yang tidak memiliki kepastian ke depannya untuk menghasilkan untung.

Peran Mary, berkaitan dengan keberhasilannya mengubah budaya perusahaan GM yang lama. Sebelum kepemimpinannya, GM lebih menghargai nilai-nilai bisnis yang menjurus dan membenarkan biaya tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan kualitas yang dihasilkan. Budaya kerja ini telah membuat biaya yang lebih besar dan tidak sebanding dengan kualitas hasil. Hal inilah yang di ubah oleh Mary.

Tidak lama setelah bergabung dengan GM, Mary segera mengenali akar persoalan ini. Suatu budaya perusahaan yang tidak tepat. Mary mengubah paradigma kerja GM dengan berpindah dari cost culture menjadi customer culture. Hal lainnya adalah bahwa sebelumnya terdapat budaya keraguan untuk menyampaikan suatu laporan yang kurang baik atau bahkan laporan buruk, dan cenderung menutup-nutupi fakta yang ada. Mengetahui hal ini, Mary dengan segera mematahkan keraguan tersebut dan kembali menegaskan “We’ve moved from a cost culture to a customer culture.” Dengan demikian Mary memposisikan adanya kesalahan yang harus diperbaiki dari budaya perusahaan sebelumnya yang telah cukup mengakar dan mengancam masa depan GM bahkan dapat menimbulkan kebangkrutan perusahaan.

Waktu telah membuktikan bahwa banyak perusahaan besar telah terperangkap dengan norma-norma budaya dan gagal untuk berkembang. Banyak perusahaan telah terlalu fokus bagaimana memperjuangan budaya perusahaan lama mereka, berjuang untuk terus menegakan nilai-nilai budaya perusahaan yang sebetulnya sudah mulai usang, ditinggalkan, dan tidak relevan lagi. Sesungguhnya tidak ada masalahnya jika seorang pimpinan menyatakan bahwa budaya perusahaan lama telah berakhir dan bertranformasi pada suatu nilai-nilai baru yang lebih dinamis. Bahkan jika ada sekelompok orang yang baru bergabung dengan suatu perusahaan dengan membawa idealisme baru untuk membawa perubahan yang progressif bagi perusahaan, hal itu adalah suatu yang acap kali dibutuhan sebuah perusahaan untuk berkembang. Atau pun juga misalnya diperlukan biaya training yang besar untuk melakukan sosalisasi mengenai adanya nilai-nilai budaya perusahan yang baru. Berapa pun banyaknya pendidikan ulang budaya dan pelatihan berlangsung demi untuk menggeser dan memperbaharui dan meninggalkan nilai-nilai lama yang telah beberapa dekade membentuk “DNA” perusahaan.

Sebagai seorang yang hendak melakukan perubahan Mary Barra menghadapi resistensi terhadap ide perubahannya. Hal ini sangat wajar, karena untuk beralih dari suatu kebiasaan lama kepada kebiasaan baru, banyak yang merasa sebagai sebuah ancaman.

Kunci keberhasilan Mary Barra adalah kesabaran. Sangatlah wajar, karena suatu budaya perusahaan GM yang telah berakar bukanlah hal yang mudah untuk mentranformasikan nilai-nilai yang baru, dan Mary Barra dengan kesabaran, telah berhasil memperjuangkannya. Bayangkan sebuah pohon yang sudah sangat berakar dan berusia, bagaimanakah dapat dipindahkan? Tentu bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah.

Mary Barra telah mengkombinasikan antara peluang dan tantangan untuk mengadakan perubahan. Bagaimana di satu sisi waktu telah berbicara mengenai kesempatan yang kadang tidak datang dua kali. Di sisi lain juga bagaimana me-manage waktu yang ada untuk perubahan tersebut dapat berlangsung secara bertahap. Mary harus mampu mangatur ekspektasi dari pihak internal dan juga investor dengan mengelola baik omset yang dimiliki maupun SDM yang dimiliki, untuk berhasil menghadapi realitas baru dalam persaingan industri ekonomi global.

Berangsur-angsur dengan langkah-langkah yang telah dibuatnya, budaya lama mulai kehilangan cengkeramannya pada sikap dan perilaku karyawan. Acapkali sebagai seorang pemimpin perlu menyuarakan dengan sangat kuat bahwa perubahan adalah sekarang, bukan lima, atau sepuluh tahun dari sekarang. Pemimpin harus dapat membuat perubahan secara bertahap.

Juga, pemimpin harus berani dan konsisten dalam upaya mereka untuk membentuk budaya perusahaan yang baru. Jika ada kelemahan, bukan tidak mungkin anggota dari organisasi perusahaan seperti memiliki keyakinan kembali bahwa budaya dan kebijakan yang lama lebih baik. Keberhasilan GM mengatasi fakta mengenai kegagalam produk pada bagian pengapian adalah dengan menjalankan komunikasi yang konsisten. Mary, membuka komunikasi dari atas ke bawah atau top down, dan dengan mengambil tindakan dengan pesan budaya baru yang jelas yaitu pemangkasan biaya yang tidak perlu.

Berbeda dari banyak perusahaan lainnya yang tidak ingin berbicara tentang budaya organisasi dan lebih memilih untuk fokus pada strategi, produk atau jasa, serta hasil. Mereka mendelegasikan hal budaya kepada departemen atau konsultan Sumber Daya Manusia. Tapi tidak dengan Mary, bahwa budaya perusahaan bukanlah sekedar salah satu bagian dari bisnis perusahaan yang bisa diserahkan kepada salah satu divisi untuk ditanganinya. Tapi sesungguhnya budaya perusahaan adalah perusahaan itu sendiri. Mary Barra telah menunjukan bahwa mengerti, memahami, dan berani bertindak adalah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan untuk mengubah budaya perusahaan.

P Adhi/VMN/BL/Contributor
Editor: Ruth Berliana