(Business Lounge – Achievement) Indonesia pernah mengalami inflasi yang sangat tinggi (biasa dikenal dengan hiperinflasi) pada tahun 60-an sebagai akibat terjadinya money creation. Segala upaya dilakukan untuk mengatasinya termasuk pemotongan nilai rupiah, namun tidak juga dapat mencegah naiknya inflasi hingga mencapai 650%.
Pemerintah pun menunjuk sebuah tim untuk menanggulangi krisis yang terjadi. Tim yang kemudian dikenal dengan Mafia Berkeley ini pun bekerja sama dengan beberapa menteri berusaha untuk menganggulangi masalah perekonomian yang terjadi.
Prof. Dr. Emil Salim sebagai salah satu tim dari Mafia Berkeley mengungkapkan bahwa ada 5 hal yang kemudian teridentifikasi menjadi masalah:
- Tingginya angka inflasi mencapai 650%
- Besarnya defisit anggaran belanja
- Besarnya defisit neraca pembayaran
- Hutang luar negeri yang bertumpuk
- Hubungan Indonesia dengan IMF dan World Bank yang kurang baik disebabkan keluarnya Indonesia dari PBB.
Menurut teori, defisit yang ada harus diatasi dan inflasi harus dikendalikan. Maka tim ini pun merumuskan langkah-langkah yang diambil:
- Mengendalikan arus uang, menertibkan anggaran sehingga defisit yang terjadi dapat mengarah ke balanced budget.
- Mendorong export dengan memberikan imbalan yang lebih besar yang kemudian imbalan tersebut ditujukan kepada Negara. Exporter akan menerima pembayaran dengan kurs resmi walaupun pada waktu itu kurs gelap sangat tinggi sehingga penyeludupan pun meningkat. Maka defisit neraca pembayaran pun harus diatasi.
- Import direm, export didorong dan fokus ditujukan kepada pengendalian inflasi.
- Memulihkan hubungan dengan negara sahabat, World Bank dan IMF.
Maka prinsip ekonomi mengenai balance ekonomi yang digunakan pun tidak dapat terlalu teoritis bahwa arus uang dan arus barang haruslah seimbang. Hal itu langsung diterapkan dengan penertiban APBN.
Usaha untuk mengendalikan arus uang pun dilakukan dengan memakai neraca pembayaran. Kemudian import dikendalikan hanya sebatas 7 bahan kebutuhan pokok. Disamping itu, hubungan luar negeri segera dipulihkan untuk melakukan debt rescheduling mengingat kita hanya dapat membayar hutang jika ekonomi kita segera pulih kembali. Kuncinya adalah memulihkan perekonomian dengan segera.
Control budget dijalankan dengan begitu ketat. Anggaran yang tidak perlu harus dipotong. Arus uang yang keluar sebisa mungkin direm. Di lain pihak, expenditure pengeluaran juga diperketat, dengan memperuntukkannya hanya bagi pembangunan sehingga arahnya adalah anggaran rutin harus dibiayai dengan penerimaan rutin. Sedangkan anggaran pembangunan adalah dari anggaran sisa. Tidak boleh anggaran yang diperoleh negara digunakan untuk membayar rutin. Pembayaran rutin harus diperoleh dari revenue sendiri.
Tim Berkeley tetap mengupayakan pinjaman dari negara sahabat. Pinjaman baru itu kemudian digunakan untuk menutupi defisit neraca pembayaran guna terjadinya balanced budget dan balance payment. Bantuan luar negeri dan devisa yang ada digunakan untuk menutup devisit import sedangkan rupiah financing kemudian dipakai untuk pembangunan.
Sehingga pada masa itu diperkenalkan penajaman antara anggaran pembangunan dan anggaran rutin. Strateginya adalah anggaran rutin harus zero atau balance. Anggaran pembangunan boleh defisit tetapi kemudian ditutup dengan inflow bantuan luar negeri. Pembangunan pun ditunjang oleh inflow dari foreign aid.
Hanya satu yang menjadi tujuan diambilnya langkah-langkah ini yaitu mengatasi inflasi. Dengan pengendalian inflasi maka suasana ekonomi pun akan lebih menggairahkan untuk melakukan export.
Ketika export mulai berkembang ditambah dengan neraca pembayaran yang mulai surplus ditambah lagi dengan pengendalian inflasi maka ekonomi pun berangsur-angsur pulih. Dalam waktu 3 tahun, inflasi yang semula mencapai 650% turun menjadi dibawah 10%.
Ekonomi Indonesia pun dapat berjalan normal sesuai dengan hukum-hukum ekonomi yang ada.