(The Manager’s Lounge – Sales & Marketing) – Brazil mempunyai pasar sandang yang besar, berkembang dan belum terjamah oleh pesaing multinasional. Survei McKinsey mengenai konsumen negara tersebut menekankan pada tantangan signifikan bagi pemain global. Isu ini meliputi permintaan produk yang berbeda, preferensi kuat atas fashion local, dan kombinasi unik akan besarnya penggunaan kredit konsumsi dan pasar kredit konsumsi yang masih belum tergarap dengan baik.
Konklusi diambil dengan mengkombinasikan survey kuantitatif antar konsumen urban mass-market dengan riset kualitatif termasuk shopper diaries, kunjungan took dan focus group. Yang menjadi subjek adalah Brazil, pasar sandang kelima terbesar di dunia, yang berkembang 7% tiap tahunnya. Meskipun peritel multinasional, seperti Mango, Miss Sixty dan Zara sukses dalam melayani konsumen yang kaya selama beberapa tahun, hanya sedikit yang bersaing di mass-market.
Peritel multinasional yang berusaha memasuki mass-market Brazil, harus mempunyai cara pandang konsumen yang berbeda dengan di negara maju maupun berkembang. Misalnya, konsumen Brazil sangat menyukai belanja pakaian (hampir 80%), jumlah yang jauh lebih tinggi dibandingkan Cina dan Rusia. Selain itu, mereka menyatakan bahwa sebagian besar pakaian yang mereka beli digunakan untuk bepergian dengan keluarga dan teman-teman; dimana proporsinya jauh lebih rendah di Cina, India dan Rusia.
Mass-market Brazil sangat sadar akan fashion, hal ini ditunjukkan hanya Brazil yang berhasil menempati tiga besar dalam preferensi took. Trend fashion dibentuk oleh selebriti local, dan hanya peritel local yang memberikan fashion seperti ini secara konsisten pada mass market. 81% responden menyatakan percaya pada brand local, dibandingkan dengan kurang dari setengah di Cina, India dan Rusia.
Serupa pula, hanya 11% dari responden yang setuju bahwa merek asing kualitasnya lebih tinggi daripada merek lokal.
Orang Brazil juga lebih terbuka dalam menggunakan kredit daripada konsumen di negara lain. Lebih dari 60% responden menyatakan bahwa mereka setuju membeli produk dengan kredit. Bandingkan misalnya, dengan 30% di India, 24% di Rusia, an 13% di Cina. Ditambah lagi, 65% dari responden di Brazil menyatakan bahwa selama enam bulan terakhir mereka membeli sesuatu dengan kredit. Bandingkan dengan 25, 9 dan 8% di Rusia, Cina dan India.
Namun, sistem kredit di Brazil masih belum berkembang dengan baik. Brazil belum mengembangkan sistem profil kredit yang komprehensif sehingga credit card general purpose masih jarang terutama di mass markat. Namun, preferensi orang Brazil untuk membeli dalam kredit menjadikan suatu kelemahan jika peritel memaksakan untuk pembayaran dengan tunai.
Perusahaan multinasional yang berusaha mengambil celah di Brazil harus mengembangkan skill-skill yang baru, dikarenakan mereka harus bersaing melawan peritel local. Peritel local, memiliki penetrasi lebih tinggi daripada peritel multinasional. Oleh karena itu, maka peritel multinasional haruslah mengelola promosi dengan cara berbeda.
Untuk mengambil manfaat dari karakteristik unik dari pasar Brazil, maka perusahaan multinasional harus berkonsentrasi dalam merekrut tim manajemen lokal yang kuat baik dalam hal merchandising dan memberikan penawaran kredit yang kompetitif. Di sisi lain, peritel domestic juga harus memanfaatkan kelebihan skill mereka dengan ekspansi ke kota besar, bersaing dalam format yang baru, dan memperoleh pangsa pasar dari peritel informal sehingga bisa menangkap pertumbuhan yang besar sebelum pesaing lainnya.
(Rinella Putri/AA/TML)