Pay for Performance,Terbaik Untuk Downturn

(The Manager’s Lounge – HR) – Salah satu masalah yang disoroti dari krisis finansial yang kini mendera perekonomian global adalah Golden Parachutes. Golden Parachutes merupakan fenomena dimana para eksekutif memperoleh gaji dan bonus dalam jumlah yang besar, padahal perusahaan yang mereka pimpin kinerjanya buruk bahkan mengkhawatirkan. Oleh karena itu, maka pay for performance menjadi kebijakan yang paling tepat di masa downturn seperti sekarang ini.

Sejumlah perusahaan-perusahaan yang merupakan korban krisis subprime mortgage menjadi sasaran kritik dari fenomena golden parachutes ini: mantan CEO Merrill Lynch, pada tahun 2007 meninggalkan perusahaannya dengan paket pesangon senilai total $161 juta (Rp 1.77 trilyun); mantan CEO Citigroup Charles Prince pergi dengan memperoleh kompensasi $105 juta (Rp 1.15 trilyun); dan CEO Kerry Killinger dipecat dengan pesangon sebesar $44 juta (Rp 484 milyar).

Wajar saja jika fenomena Golden Parachutes banyak dikritik. Logikanya, tentu saja tidak pantas jika perusahaan berada dalam ambang kehancuran, sementara eksekutifnya pergi dengan bonus besar di tangan. Sementara karyawan-karyawannya sendiri menderita di tengah badai perekonomian dan mengalami ancaman PHK. Berdasarkan corporate governance, maka Golden Parachutes jelas tidak bisa dibenarkan. D

Oleh karena itu, menyikapi hal ini, maka sudah sepantasnya perusahaan menghilangkan kebijakan seperti golden parachutes ini. Perusahaan harus lebih memanfaatkan kebijakan pay-for-performance yang sepertinya sudah banyak ditinggalkan.

Menurut studi yang dilakukan oleh ERI Economic Research Institute dan The Wall Street Journal pada tahun 2007, kompensasi bagi eksekutif meningkat dengan cepat secara substansial dibandingkan dengan pendapatan perusahaan. Studi tersebut menemukan bahwa dalam setahun, kompensasi total dari eksekutif dengan gaji tertinggi melejit hingga 20.5%, padahal pendapatan perusahaan hanya meningkat 2.8%. Sementara, menurut Badan Statistik AS, kenaikan gaji para pekerja hanya sebesar 3.5% saja dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Jadi, dimanakah keadilan? Inikah corporate governance?

Oleh karena itu, untuk saat ini, maka pay-for-performance perlu untuk kembali dihidupkan. Bonus bagi eksekutif dapat dibenarkan, namun dalam takaran yang wajar. Bonus seharusnya meningkat sejalan dengan persentase peningkatan pendapatan perusahaan. Sehingga, tidak ada ceritanya bonus meningkat berkali-kali lipat dibandingkan dengan peningkatan pendapatan.

Apalagi, kini kita sedang mengalami masa yang sulit dalam perekonomian. Oleh karena itu, pemimpin punya tanggung jawab yang lebih sulit, dan pay-for-performance diharapkan akan bisa menyadarkan akan tanggung jawab yang lebih serta mengurangi terjadinya moral hazard. Di masa perekonomian seperti ini, sangat mungkin sekali perusahaan mencapai kinerja yang buruk, sehingga menjadi tanggung jawab dari pemimpin bersama seluruh komponen perusahaan untuk memperoleh jalan keluar dari masalah ini.

pic : www.focus-oxford.co.uk

(Vibiz Consulting/SK/TML)

 

 

0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x