(The Manager’s Lounge – Service & CRM )– Ritz Carlton merupakan hotel yang sejak dulu hingga sekarang reputasinya masih tetap dikagumi di seluruh dunia. Service culture yang luar biasa dari hotel tersebut menjadi keunggulan yang utama dari para pesaingnya. Ritz Carlton merupakan perusahaan jasa Amerika satu-satunya yang memperoleh Malcolm Baldridge National Quality Award sebanyak dua kali, kemudian terakhir menempati posisi 5 dalam Customer Service Champs versi BusinessWeek. Apa yang menjadi kunci utama dari service culture di Ritz Carlton? Simak ulasan berikut ini.
Ritz Carlton Bali
Lineup Meeting 15 Menit Tiap Hari
Kunci utama dari service culture `Ritz Carlton` ada pada lineup meeting yang dilakukan di tiap hotel Ritz Carlton di seluruh dunia. Ritz Carlton mengadakan pertemuan singkat tiap pagi sekitar 15 menit, dimana seluruh karyawan memulai shift dengan mendengarkan berbagai corporate value seperti `Gold Standard`, credo, service value, dan sejumlah nilai lainnya yang intinya menekankan service culture pada Ritz Carlton. Dengan nilai-nilai yang ditanamkan setiap hari kepada karyawan, maka tidak heran jika service culture sudah terpatri pada diri seluruh karyawan disana. Selain itu, meeting pagi hari ini juga berfungsi untuk menginformasikan tentang produk atau jasa yang akan diluncurkan Ritz Carlton, hingga mengkomunikasikan breaking news di hari tersebut.
Contohnya adalah ketika badai Katrina menghunjam Gulf Coast pada tahun 2005, mereka berhasil untuk mengkomunikasikan 34,000 karyawannya hanya dalam kurun waktu 24 jam mengenai apa yang terjadi pada cabang di New Orleans, sehingga kemudian mereka dapat berdiskusi mengenai bantuan apa yang akan diberikan. Lineup meeting ini dilakukan di seluruh cabang Ritz Carlton di seluruh dunia, tanpa terkecuali. Jadi, sudah menjadi budaya yang mengakar di hotel tersebut.
Empowerment & Personalized Service
Komponen penting lainnya dalam service culture milik Ritz Carlton adalah empowerment, dimana karyawan punya keterlibatan yang tinggi terhadap service level yang diberikan kepada pelanggan.
Dalam meeting singkat yang dilakukan tiap pagi, karyawan terkadang dimintai pendapatnya mengenai ide-ide inovatif terkait dengan pelayanan. Misalnya, seorang karyawan di Asia yang memberi ide tentang mekanisme yang memungkinkan tamu untuk memilih programtelevisinya, sehingga mereka dapat menonton acara yang mereka sukai.
Yang hebatnya lagi, tiap karyawan di Ritz Carlton berhak untuk mengambil keputusan terkait dengan layanan, dan disediakan anggaran tersendiri. Di AS, tiap karyawan diberikan anggaran mencapai $2,000 per tamu pada tiap kunjungannya. Anggaran ini dapat digunakan oleh karyawan tanpa perlu persetujuan dari manajer. Intinya, tiap karyawan dapat turut menciptakan pengalaman yang wow dan personalized bagi pelanggan.
Anggaran tersebut digunakan tidak hanya untuk melakukan `recovery` ketika terjadi masalah dalam pelayanan, melainkan juga untuk memberikan pengalaman yang mengesankan dan tak terlupakan pada pelanggan. Misalnya, ketika seorang tamu ulang tahun, kemudian ia mendapatkan hadiah kue ulang tahun dan champagne dari hotel. Atau seorang pelayan yang mendengar bahwa tamunya tidak bisa membawa istrinya yang memakai kursi roda ke pantai. Pelayan menyampaikan ke pihak maintenance, dan esok harinya sudah ada jalanan terbuat dari kayu menuju pantai dan ada sebuah tenda yang disediakan untuk makan malam mereka. Contoh-contoh ini cukup mewakili bagaimana karyawan punya kontribusi besar dalam menentukan level service kepada pelanggan.
Dalam pelayanannya, terdapat 3 standar yang menjadi prinsip pelayanan dari Ritz Carlton: pertama yakni ucapan selamat datang yang hangat dan tulus, dengan menyebutkan nama tamu; kedua, mengantisipasi dan memenuhi kebutuhan tiap tamu; dan terakhir, salam perpisahan yang juga hangat, dengan menyebutkan nama tamu. Siapa tamu yang tidak terkesan jika tiap karyawan bersikap ramah dan hafal dengan namanya setiap kali bertemu?
Kualitas Nomor Satu
Lalu bagaimana Ritz Carlton secara konsisten dapat memberikan layanan yang kualitasnya selalu nomor satu? Jawabannya ada pada riset mereka yang berfokus pada produk dan layanan high-end, sesuai dengan segmen pasar yang mereka bidik. Ritz Carlton selalu berusaha melakukan prediksi berdasarkan data, kemudian menetapkan trend, bukan hanya jadi follower belaka.
Jadi, Ritz Carlton bukan hanya terletak di lokasi terbaik yang diinginkan target pasarnya, melainkan juga dilengkapi oleh produk-produk mewah yang diinginkan oleh tamu mereka. Sehingga, investasi per kamar mencapai sekitar $500,000 hingga $1 juta. Platform sudah lengkap, apalagi dilengkapi dengan ladies and gentlemen – bagaimana Ritz Carlton menyebut karyawan mereka – yang selalu siap memberi layanan terbaik kepada para ladies dan gentlemen yang merupakan tamu mereka. Ritz Carlton tidak hanya ingin terpaku memberikan value berupa fungsional belaka, melainkan juga value berupa emosional. Sehingga pelanggan tidak hanya sekadar memperoleh kebutuhan mereka, melainkan juga merasakan keterikatan emosional dengan hotel.
(Rinneka Putri/LM/TML)