(Business Lounge – News& Insight)- Negeri tetangga Singapura ternyata sedang berupaya keras membersihkan insiden tumpahan minyak terbesar di Asia dalam beberapa tahun terakhir ini. Insiden ini berawal dari tabrakan dua kapal pada pekan lalu. Ada kemungkinan besar jikalau tumpahan akan menyebar sampai ke Pulau Bintan.
Kronologis inisiden ini bermula dari kecelakaan antara 2 kapal tanker minyak di jalur ramai perkapalan sebelah timur laut Singapura. Kedua kapal adalah kapal Alyarmouk yang terdaftar dari Libya dan kapal kargo Sinar Kapuas asal Singapura. Tabrakan terjadi pada tanggal 2 Januari, hari kedua di tahun ini. Dampaknya cukup fatal. Setidaknya ada sekitar 4.500 ton minyak mentah tumpah ke laut dan mencemari ekosistem sekitarnya.
Saat kecelakan terjadi maka kapal Alyarmouk sedang berlayar dari Pelabuhan Tanjung Pelapas di Malaysia menuju Tiongkok. Sementar kapal Sinar Kapuas sedang berada dalam perjalanan dari Hong Kong ke Singapura. Perlu diketahui, kapal Alyarmouk merupakan milik dari kelompok perkapalan V. Ships. Hingga saat ini, perusahaan masih menolak memberikan komentar.
Dari pihak Samudera Shipping Line Ltd., yang memiliki Sinar Kapuas, mengatakan masih akan menyelidiki penyebab tabrakan. Mereka akan membentuk tim untuk memeriksa kerusakan sekaligus menghitung kerugian terhadap keuangan perusahaan.
Sampai berita ini diturunkan tidak ada laporan pertambahan tumpahan minyak. Untuk menangani insiden ini maka Otoritas Pelabuhan dan Maritim Singapura telah menugaskan empat kapal dengan perangkat khusus datang ke lokasi dan membersihkan tumpahan minyak.
Singapura cukup kewalahan menangani ini sebab dikhawatirkan akan menyebar ke pulau-pulau terdekat. Patut disyukuri bahwa menurut keterangan otoritas maritim pada hari Selasa lalu, dari hasil citra satelit serta hasil pengawasan udara tidak ada tumpahan minyak yang merembet ke Pulau Bintan.
Namun demikian, pada akhir pekan lalulembaga tersebut tetap melaporkan bahwa ada kemungkinan ada tumpahan minyak yang tercecer di sebelah timur laut Pulau Bintan. Tapi untuk perincian lebih lanjut belum diinformasikan sebab masih menunggu hasil penyelidikan berikutnya.
Menanggapi kabar ini pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum mau berkomentar dan masih akan mencermati kembali dampak insiden tumpahan minyak di Pulau Bintan.
Seperti yang dilansir oleh The Wall Street Journal, Euan Graham, peneliti senior di S. Rajaratnam School of International Studies di Singapura menyatakan bahwa sesuai standar terkini, kebocoran 4.500 ton minyak adalah tumpahan yang signifikan dan terbesar di Asia dalam beberapa waktu terakhir.
Graham juga berpendapat bahwa regulasi jalur lalu lintas perkapalan Singapura cukup baik. Jalur ini terbukti memiliki catatan keselamatan yang baik. Memang benar tabrakan ini bukan yang pertama kali terjadi di perairan Singapura tapi sejauh ini catatan keselamatan yang ada masih cukup baik. Selain itu,sejak era tahun 1990-an, Organisasi Maritim Internasional mengharuskan tanker minyak memiliki lambung ganda atau lapisan tambahan pada struktur luarnya. Menurut Graham, aturan ini sangat efektif guna mengurangi tumpahan minyak di laut. Kapal Alyarmouk sendiri merupakan kapal dengan lambung ganda.
Berdasarkan International Tanker Owners Pollution Federation Ltd, tumpahan minyak melampaui 700 ton dikategorikan sebagai tumpahan besar. Bisa disimpulkan bahwa tumpahan minyak di perairan Singapura sangat serius sebab tercatat melampaui 10 kali lebih besar ketimbang kebocoran di Bangladesh bulan Desember 2013, yang sangat berdampak buruk bagi hutan bakau terbesar dunia. Insiden sebelumnya terjadi pada pertengahan tahun 2014. Dketahui sebanyak 50 ton minyak tumpah di pulau Koh Samet, salah satu pulau tujuan wisata di Thailand.
Febe/Journalist/VMN/BL
Editor: Tania Tobing
Image: Antara