Pergeseran Omicron di Eropa: Pandemi atau Endemik?

(Business Lounge Journal – Essay on Global)

Sejumlah pemerintah telah mengubah pendekatan mereka terhadap virus corona, menjadi pendekatan sebagaimana kita menangani flu. Pakar kesehatan masyarakat memiliki berbagai pandangan tentang hal ini.

Di Inggris, Prancis, Spanyol, dan negara-negara lain di seluruh Eropa, politisi dan beberapa pakar kesehatan masyarakat mendorong pendekatan baru terhadap pandemi virus corona yang lahir dari keberanian bahwa penyakit itu menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Pemerintah memanfaatkan momen ketika populasi mereka mengalami penyakit dengan keadaan tidak terlalu parah dalam beberapa kasus serta penurunan kasus harian baru setelah berminggu-minggu pertumbuhan rekor. Mereka pun memindahkan kebijakan mitigasi mereka dari pijakan darurat.

Spanyol: hidup dengan virus corona, seperti yang kita lakukan dengan banyak virus lain

Di Spanyol, misalnya, Perdana Menteri Pedro Sánchez menyatakan pekan lalu bahwa warga negara “harus belajar untuk hidup dengan virus corona, seperti yang kita lakukan dengan banyak virus lain”. Ia juga mengatakan bahwa negara itu harus menyesuaikan pendekatan nasional agar lebih selaras dengan bagaimana menangani wabah influenza. Olivier Véran, menteri kesehatan Prancis, baru-baru ini mengatakan bahwa tingkat infeksi yang tinggi di Prancis dan tingkat vaksinasi yang kuat menjadi sebuah “kemungkinan” bahwa saat ini akan menjadi gelombang yang terakhir.

Republik Ceko: vaksinasi Covid-19 tidak wajib

Di Eropa Tengah, pemerintah Republik Ceko yang baru, pada hari Rabu 19 Januari 2022 menolak rencana pemerintah sebelumnya untuk mewajibkan orang dewasa yang lebih tua dan orang-orang dalam beberapa profesi untuk divaksinasi Covid-19. Pemerintah sebelumnya, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Andrej Babis, mengeluarkan perintah pada awal Desember, mewajibkan vaksinasi untuk orang berusia 60 tahun ke atas serta tenaga medis, petugas polisi, petugas pemadam kebakaran, dan mahasiswa kedokteran. Vaksinasi itu akan mulai berlaku pada bulan Maret. Tetapi pemerintahan Babis kemudian digantikan pada bulan Desember oleh pemerintahan baru yang dibentuk oleh lima partai dan dipimpin oleh Perdana Menteri Petr Fiala. “Kami telah sepakat bahwa vaksinasi terhadap COVID-19 tidak wajib,” kata Fiala, menekankan bahwa pemerintahannya masih menganggap vaksin sebagai “alat terbaik untuk memerangi COVID-19.”

Sejauh ini, 62,9% orang Ceko dianggap telah divaksinasi lengkap. Angka ini di bawah rata-rata angka Uni Eropa, menurut Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa. Hampir 3,4 juta orang di negara berpenduduk 10,5 juta itu juga telah menerima suntikan booster. Fiala mengatakan sekitar 90% orang yang memerlukan vaksin sudah mendapatkannya. Keputusan pemerintah baru datang ketika Republik Ceko menghadapi lonjakan infeksi virus corona yang disebabkan oleh varian omicron yang sangat menular. Tingkat infeksi 7 hari adalah 950 kasus baru per 100.000 penduduk pada hari Selasa (18/1) dibandingkan dengan 799 sehari sebelumnya. Terlepas dari angka rekor, jumlah pasien COVID-19 di rumah sakit turun menjadi 1.635 pada hari Selasa (18/1) dengan 252 membutuhkan perawatan intensif.

Inggris: ini tidak bisa menjadi keadaan darurat selamanya

Pergeseran itu terjadi bahkan ketika organisasi kesehatan dunia, WHO memperingatkan pada minggu ini agar tidak memperlakukan virus seperti flu musiman, dengan mengatakan terlalu dini untuk melakukan hal itu. Banyak hal tentang penyakit ini masih belum diketahui, kata WHO. Lonjakan kasus yang didorong oleh varian Omicron masih melanda benua itu, sementara populasi sebagian besar dunia tetap rentan karena kurangnya vaksinasi yang meluas, dan lebih banyak varian masih mungkin muncul. Namun, para pendukung pendekatan “belajar untuk hidup dengannya” menunjukkan bahwa lonjakan kasus terbaru berbeda dari hari-hari awal virus dalam beberapa hal penting, termasuk populasi yang sebagian besar divaksinasi di beberapa bagian Eropa, terutama di Barat, dan tingkat rawat inap yang jauh lebih rendah.

Sentimen ini terbukti dalam kebijakan yang berkembang yang telah diadopsi oleh pemerintah Inggris sejak awal tahun ini, sangat berbeda dengan “pijakan perang” yang disampaikan oleh layanan kesehatan negara itu pada bulan Desember. “Ini tidak bisa menjadi keadaan darurat selamanya,” demikian dikatakan Graham Medley, seorang profesor pemodelan penyakit menular di London School of Hygiene and Tropical Medicine kepada Radio BBC. Dia menambahkan bahwa akhir pandemi kemungkinan akan terjadi secara bertahap daripada muncul sebagai “an active point in time” ketika dapat dinyatakan berakhir.

Di tengah pergeseran ini, pesan ke publik bervariasi, seringkali dengan cara yang membingungkan. Panduannya bisa ada di mana-mana, dengan beberapa politisi menyatakan gelombang terbaru telah berakhir dan yang lain menganjurkan kembalinya secara bertahap ke keadaan normal — sementara banyak ahli menyatakan kehati-hatian tentang semua yang tidak diketahui dan potensi varian baru.

Peter English, seorang pensiunan konsultan dalam pengendalian penyakit menular, mengatakan bahwa bagi banyak pakar dan ilmuwan kesehatan masyarakat di Inggris, perdebatan telah bergeser dari lockdown ke langkah-langkah mitigasi yang masuk akal.  “Ada argumen tentang Zero Covid dan berusaha menghilangkan virus melalui berbagai pembatasan,” katanya. “Saya pikir kami telah kehilangan argumen itu. Saya pikir dengan membiarkannya menyebar sejauh itu, akan sangat, sangat sulit untuk memasukkan kembali Covid ke dalam botol.” Dari perspektif itu, dia berkata, “kita harus hidup dengan itu menjadi endemik.” Namun, dia menambahkan, “Endemis tidak berarti tidak serius,” dan dia mendesak agar berhati-hati terhadap gagasan “belajar untuk hidup dengannya” tanpa langkah-langkah mitigasi.

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson secara resmi telah menyatakan bahwa Inggris tidak lagi mewajibkan penggunaan masker juga sertifikat vaksin yang membuat Inggris dengan berani memulai langkah memandang Covid tidak sebagai pandemi namun endemi.