Microsoft Serius Kejar Dominasi AI: Puluhan Talent DeepMind Direkrut

(Business Lounge Journal – News and Insight)

Persaingan dalam dunia kecerdasan buatan (AI) kian memanas, bukan hanya dalam hal inovasi produk, tapi juga dalam perebutan talenta terbaik. Microsoft baru-baru ini dilaporkan berhasil menarik sekitar dua lusin karyawan dari Google DeepMind—unit riset AI milik Alphabet—untuk bergabung dengan divisi Microsoft AI. Langkah ini menegaskan bahwa pertarungan di sektor AI bukan lagi sekadar tentang teknologi, melainkan juga tentang siapa yang bisa menghimpun otak-otak terbaik dunia.

Eksodus Talenta: Dari DeepMind ke Copilot

Salah satu nama besar yang turut hijrah adalah Amar Subramanya, veteran Google selama 16 tahun yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden Teknik di tim Gemini AI. Lewat unggahan LinkedIn-nya pada Selasa lalu, Subramanya mengumumkan bahwa ia kini menjabat sebagai Corporate Vice President di Microsoft AI. Fokus utamanya adalah pengembangan asisten AI Copilot dan mesin pencari Bing yang diperkaya dengan kemampuan bahasa alami.

Namun, Subramanya bukanlah yang pertama. Sebelumnya, Adam Sadovsky, yang menghabiskan hampir 18 tahun di Google dan sempat menjadi direktur senior sekaligus distinguished engineer di DeepMind, juga bergabung dengan Microsoft AI. Nama-nama lain seperti Jonas Rothfuss (mantan ilmuwan riset DeepMind) dan Sonal Gupta (mantan pemimpin teknik) telah lebih dahulu menyeberang dan kini menjabat sebagai staf teknis di Microsoft AI.

Perpindahan besar-besaran ini tidak terjadi secara kebetulan. Microsoft—yang selama ini dikenal lewat kolaborasinya dengan OpenAI—tampaknya sedang menyusun pasukan baru untuk memperkuat inisiatif internalnya di bidang AI.

Perang Talenta AI: Tak Sekadar Gaji

Apa yang dilakukan Microsoft adalah bagian dari fenomena lebih besar: perang talenta AI. Dalam arena ini, perusahaan-perusahaan teknologi raksasa berlomba menawarkan kompensasi luar biasa demi menarik individu-individu dengan keahlian langka.

Meta (induk perusahaan Facebook) menjadi salah satu yang paling agresif. Laporan dari The Information menyebut bahwa Meta telah menggelontorkan investasi senilai USD 14,3 miliar ke Scale AI, sebuah startup annotasi data yang dinilai krusial dalam pelatihan sistem AI. CEO Scale AI yang berusia 28 tahun, Alexander Wang, turut bergabung dengan Meta bersama sejumlah staf seniornya.

Tak hanya itu, Meta juga sukses merekrut CEO GitHub, Nat Friedman, untuk memperkuat laboratorium riset AI superintelligence—AI yang diyakini mampu melampaui kemampuan otak manusia. Demi mendapatkan orang-orang terbaik, Meta disebut menawarkan paket kompensasi mencapai tujuh hingga sembilan digit dolar AS.

CEO OpenAI, Sam Altman, bahkan mengungkapkan dalam sebuah podcast bahwa beberapa stafnya ditawari bonus hingga USD 100 juta untuk pindah ke kompetitor. “Itu gila. Saya bersyukur sejauh ini tidak ada dari orang-orang terbaik kami yang menerimanya,” ujar Altman.

Implikasi Strategis: AI Sebagai Medan Pertempuran Baru

Perpindahan besar-besaran talenta dari DeepMind ke Microsoft dan agresivitas Meta dalam membangun tim superintelligence menunjukkan satu hal: AI bukan lagi sekadar proyek riset jangka panjang. Ini adalah medan pertempuran strategis yang menentukan posisi dominasi perusahaan teknologi di masa depan.

Bagi Microsoft, perekrutan ini bisa dibaca sebagai sinyal bahwa mereka tak mau hanya bergantung pada OpenAI. Dengan memperkuat tim internal, perusahaan ini ingin memastikan bahwa mereka memiliki kontrol langsung atas teknologi AI yang dikembangkan. Bukan tidak mungkin, kita akan melihat varian Copilot atau Bing AI yang semakin independen dari OpenAI dalam waktu dekat.

Masa Depan AI: Siapa Memimpin, Siapa Mengikuti?

Talenta adalah mata uang baru di era AI. Perusahaan yang berhasil menarik dan mempertahankan ilmuwan, insinyur, dan pemimpin teknologi terbaik akan memiliki keunggulan kompetitif yang sulit disaingi. Dalam konteks ini, Microsoft tampaknya sudah memulai babak baru dalam permainannya—lebih agresif, lebih strategis, dan mungkin lebih mandiri.

Satu hal yang pasti: dalam revolusi AI yang sedang berlangsung, kekuatan tak hanya ditentukan oleh algoritma, tapi juga oleh orang-orang yang menciptakannya.