(Business Lounge – Global News) Di tengah meningkatnya ketegangan dagang global, terutama akibat kebijakan tarif dari Amerika Serikat terhadap produk impor dari Tiongkok dan negara lainnya, sektor ritel menjadi salah satu korban paling terdampak. Kini, keuntungan yang selama ini menjadi senjata promosi utama—pengiriman gratis—perlahan-lahan mulai ditarik kembali. Beberapa pengecer besar, termasuk merek fesyen, elektronik, dan barang rumah tangga, mulai menaikkan ambang batas minimum belanja untuk memenuhi syarat pengiriman gratis, atau bahkan menghapusnya sepenuhnya. Hal ini dilakukan sebagai strategi untuk mengimbangi meningkatnya biaya logistik, bea masuk, dan gangguan rantai pasokan global yang kian tidak menentu.
Dalam laporan The Wall Street Journal, para analis mencatat bahwa penghapusan fasilitas pengiriman gratis bukan hanya soal efisiensi biaya, melainkan juga bentuk adaptasi jangka panjang terhadap model bisnis pasca-pandemi yang kini harus bertahan dalam iklim geopolitik baru. Tarif impor baru membuat biaya barang naik secara signifikan, terutama untuk produk jadi dan komponen elektronik. Untuk menjaga margin tetap stabil, pengecer tidak bisa hanya menaikkan harga jual secara langsung karena daya beli konsumen juga tertekan oleh inflasi. Penghapusan pengiriman gratis dianggap sebagai pilihan paling “halus” dalam menyiasati penyesuaian harga, meski tetap berisiko menurunkan loyalitas pelanggan.
Bagi perusahaan seperti Target, Best Buy, hingga pengecer daring seperti Wayfair dan Shein, pengiriman gratis dulunya merupakan bentuk investasi dalam membangun ekosistem e-commerce yang bersaing ketat dengan Amazon. Namun, seperti dijelaskan oleh Bloomberg, tekanan tarif baru membuat model insentif tersebut tak lagi berkelanjutan jika tidak disertai efisiensi rantai suplai dan perubahan strategi distribusi. Bahkan Amazon pun, yang dikenal dengan pengiriman cepat melalui Prime, mulai melakukan uji coba untuk membatasi cakupan waktu pengiriman di wilayah tertentu demi menekan biaya operasional.
Situasi ini turut memengaruhi lanskap konsumen di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Platform e-commerce yang selama ini gencar menawarkan pengiriman gratis sebagai strategi akuisisi pasar, mulai menyesuaikan kebijakan mereka. Shopee, Lazada, dan Tokopedia secara bertahap memperkenalkan skema “subsidi terbatas” atau hanya menggratiskan ongkir pada jam-jam tertentu. Kebijakan ini dipengaruhi oleh tekanan biaya global serta pergeseran peran pusat distribusi yang kini lebih berhati-hati dalam menilai risiko geopolitik dan tarif ekspor-impor. Menurut data dari iPrice Group, pengguna e-commerce di Indonesia mulai menunjukkan sensitivitas lebih tinggi terhadap biaya kirim dibandingkan diskon produk itu sendiri.
Jika tren ini terus berlangsung, maka penghapusan pengiriman gratis bisa menjadi norma baru dalam perdagangan daring. Perusahaan akan semakin dituntut untuk menawarkan nilai lebih dalam bentuk lain, seperti kecepatan layanan pelanggan, kualitas produk yang lebih tinggi, atau fitur loyalitas yang berbasis langganan. Dalam konteks global yang penuh ketidakpastian, dari perang tarif hingga ketegangan logistik, sektor ritel tampaknya tidak punya pilihan selain beradaptasi. Dan adaptasi itu, sayangnya, dimulai dari mengurangi kemewahan yang selama ini dianggap sudah menjadi standar – pengiriman gratis.