(Business Lounge – Global News) Sony Group kembali mencatatkan pertumbuhan laba bersih pada kuartal keempat tahun fiskal yang berakhir Maret 2025. Laporan keuangan yang dirilis baru-baru ini menunjukkan bahwa raksasa teknologi dan hiburan asal Jepang itu berhasil membukukan laba bersih sebesar 237,95 miliar yen, atau sekitar 1,53 miliar dolar AS, naik 9 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Performa ini ditopang terutama oleh divisi musik dan film yang terus mendulang pendapatan dari berbagai sumber, mulai dari langganan streaming hingga penjualan konten global.
Dalam laporan yang dikutip oleh The Wall Street Journal, Sony menyatakan bahwa pertumbuhan signifikan dalam bisnis hiburan terjadi meskipun sebagian unit usaha seperti elektronik dan semikonduktor menghadapi tekanan dari perlambatan ekonomi global. CEO Sony Group, Kenichiro Yoshida, menyebut diversifikasi bisnis sebagai kunci utama daya tahan perusahaan di tengah fluktuasi makroekonomi.
Divisi musik, yang mencakup label besar seperti Columbia Records dan RCA, mencatat pertumbuhan pendapatan dua digit, berkat royalti dari layanan streaming serta keberhasilan sejumlah artis dalam menguasai tangga lagu internasional. Penyumbang besar datang dari album baru artis-artis seperti Beyoncé dan Doja Cat, serta arus pendapatan jangka panjang dari katalog artis legendaris yang terus menghasilkan dalam format digital. Menurut Bloomberg, pendapatan dari unit musik mencapai lebih dari 330 miliar yen, naik lebih dari 15 persen dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, divisi film Sony, yang berada di bawah Sony Pictures Entertainment, berhasil mencatatkan hasil gemilang melalui perilisan sejumlah film box office seperti Spider-Man: Beyond the Multiverse dan Ghostbusters: Frozen Empire. Film-film ini tidak hanya sukses secara komersial di bioskop tetapi juga menghasilkan pendapatan tambahan dari penjualan hak siar internasional dan lisensi streaming. Reuters melaporkan bahwa bisnis film Sony mengalami peningkatan pendapatan lebih dari 25 persen, didorong oleh diversifikasi platform distribusi dan optimalisasi aset intelektual.
Keberhasilan unit hiburan Sony menjadi semakin penting di tengah pelemahan sektor lain. Divisi game, misalnya, menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat dibanding tahun sebelumnya, meskipun permintaan terhadap konsol PlayStation 5 masih tinggi. Sejumlah analis mengaitkan hal ini dengan mulai matangnya siklus konsol generasi ke-9 serta tantangan dalam pengembangan judul eksklusif baru. Nikkei Asia menyoroti bahwa meskipun penjualan perangkat keras konsol meningkat, pendapatan dari game digital dan layanan langganan seperti PlayStation Plus sedikit melambat.
Sony juga menghadapi tantangan di lini bisnis semikonduktor. Perusahaan ini dikenal sebagai produsen utama sensor gambar CMOS yang digunakan dalam kamera smartphone kelas atas. Namun, pelemahan permintaan dari Tiongkok dan Korea Selatan menyebabkan pendapatan dari sektor ini relatif stagnan. Financial Times mencatat bahwa permintaan dari perusahaan seperti Apple dan Samsung masih ada, tetapi pasar yang lebih luas menunjukkan gejala jenuh.
Salah satu perhatian utama Sony ke depan adalah bagaimana mempertahankan pertumbuhan laba di tengah tantangan global. Inflasi yang tetap tinggi di sejumlah negara, ketegangan geopolitik, serta ketidakpastian pasar tenaga kerja menjadi variabel penting yang dapat memengaruhi konsumsi hiburan secara luas. Yoshida dalam konferensi pers menyebut bahwa Sony akan fokus pada penguatan portofolio konten dan memperdalam integrasi vertikal di sektor hiburan.
Integrasi vertikal yang dimaksud terlihat jelas dalam strategi Sony beberapa tahun terakhir. Dengan memiliki label musik, studio film, serta platform distribusi, perusahaan mampu mengoptimalkan monetisasi atas karakter dan konten miliknya. Salah satu contohnya adalah pengembangan semesta Spider-Man, yang tidak hanya menghasilkan film layar lebar tetapi juga serial animasi, game eksklusif di PlayStation, dan produk lisensi lainnya.
Menurut CNBC, strategi semesta intelektual seperti ini tidak hanya memperkuat citra merek tetapi juga menciptakan peluang pendapatan yang berkelanjutan. Sony berencana memperluas pendekatan ini ke waralaba lain, termasuk Uncharted, The Last of Us, dan Gran Turismo, yang kini dikembangkan dalam berbagai bentuk media.
Sementara itu, dalam bisnis musik, Sony tidak hanya mengandalkan artis besar tetapi juga memperkuat akuisisi katalog musik jangka panjang. Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan membeli hak atas katalog artis seperti Bruce Springsteen dan Bob Dylan, yang terbukti menghasilkan pendapatan stabil dari streaming. Variety mencatat bahwa langkah ini merupakan respons terhadap volatilitas perilisan album baru dan meningkatnya kompetisi di sektor musik digital.
Sony juga semakin aktif dalam mengadopsi kecerdasan buatan untuk meningkatkan efisiensi produksi konten. Divisi teknologi Sony Research sedang mengembangkan sistem AI untuk membantu dalam proses pascaproduksi film, penyusunan playlist musik yang dipersonalisasi, hingga penyesuaian visual dalam game. Meskipun belum menjadi sumber pendapatan utama, teknologi ini diyakini akan menjadi diferensiasi strategis dalam jangka panjang.
Dalam wawancaranya dengan Nikkei Asia, Yoshida juga menekankan pentingnya mempertahankan keunggulan kreatif manusia dalam bisnis hiburan. “AI akan menjadi alat bantu, bukan pengganti,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa masa depan hiburan bergantung pada empati dan storytelling, sesuatu yang masih sulit ditiru oleh mesin.
Dari sisi keuangan, neraca Sony tetap sehat. Perusahaan mencatatkan arus kas operasi positif dan posisi kas bersih yang solid. Dengan rasio utang yang terkendali, Sony memiliki ruang untuk terus berinvestasi, baik dalam pengembangan konten maupun teknologi. Moody’s Investors Service mempertahankan peringkat kredit Sony di level A3, mencerminkan prospek stabil dan profil risiko yang terkelola dengan baik.
Namun demikian, beberapa analis mengingatkan bahwa kompetisi di sektor hiburan semakin ketat. Disney, Warner Bros. Discovery, dan Netflix terus memperluas jangkauan global mereka, dan sebagian besar pemain besar kini mengadopsi strategi IP-driven seperti Sony. Dalam laporan yang dirilis Goldman Sachs, disebutkan bahwa kemampuan Sony dalam mempertahankan momentum akan sangat tergantung pada kualitas konten dan efisiensi distribusi globalnya.
Sony juga tengah mengkaji ulang strategi ekspansi di Asia Tenggara dan India, wilayah yang dianggap sebagai pasar pertumbuhan potensial. Di wilayah ini, penetrasi streaming masih meningkat, dan permintaan terhadap konten lokal makin tinggi. Sony berencana memperkuat kolaborasi dengan rumah produksi lokal dan membuka peluang bagi artis dari kawasan tersebut untuk menembus pasar global melalui label musiknya. The Straits Times menyebut bahwa langkah ini selaras dengan tren globalisasi konten.
Dari sisi teknologi konsumen, Sony terus menghadapi persaingan ketat dalam kategori TV premium, kamera mirrorless, dan perangkat audio. Inovasi produk seperti televisi OLED, kamera Alpha series, dan headphone noise-cancelling WH-1000XM5 tetap mendapat sambutan positif, tetapi margin bisnis ini menipis akibat tekanan biaya dan meningkatnya harga bahan baku. TechCrunch melaporkan bahwa Sony kini berusaha memperkuat daya saing produknya melalui pendekatan ekosistem, yakni menghubungkan perangkat keras dengan layanan hiburan milik mereka.
Salah satu pendekatan yang sedang diuji coba adalah integrasi platform PlayStation dengan televisi Sony, memungkinkan pengguna menikmati konten game melalui cloud gaming langsung di smart TV. Meskipun teknologi ini masih dalam tahap awal, potensi jangka panjangnya besar, mengingat arah industri game yang mulai beralih ke layanan berbasis awan. IGN menyatakan bahwa langkah ini bisa menjadi batu loncatan bagi Sony dalam mempertahankan posisi dominan di industri hiburan digital.
Sony diperkirakan akan lebih fokus pada transformasi digital dan penyelarasan strategi lintas divisi. Perusahaan sudah membentuk unit koordinasi lintas bisnis yang bertugas mengintegrasikan data pelanggan dari berbagai layanan — mulai dari PlayStation, musik, hingga streaming film — untuk memberikan pengalaman yang lebih terpadu dan personal. Transformasi ini juga akan memperkuat daya saing Sony dalam menghadapi perusahaan teknologi seperti Apple, Amazon, dan Google, yang semakin aktif di bidang hiburan.
Sebagai perusahaan yang pernah identik dengan Walkman dan televisi Trinitron, perjalanan Sony mencerminkan transformasi dari manufaktur menjadi penguasa konten global. Dengan portofolio bisnis yang mencakup musik, film, game, dan teknologi konsumen, perusahaan kini menjadi model hibrida yang unik di antara raksasa industri. Dan jika kinerja kuartal terakhir menjadi indikasi, Sony tampaknya siap menghadapi dekade baru dengan strategi yang semakin terfokus dan adaptif terhadap perubahan zaman.