Tawaran Sony untuk Paramount Akan Menguntungkan

(Business Lounge Journal – Global News)

Sebuah raksasa Jepang kembali mengantri untuk membeli perusahaan ikon Amerika—dan kali ini bukan dalam bisnis baja. Sony sedang dalam pembicaraan dengan perusahaan private-equity Apollo untuk mengajukan penawaran kepada Paramount Global, yang memiliki stasiun penyiaran CBS dan studio Hollywood.

Kebijakan perusahaan raksasa hiburan Jepang yang mengajukan penawaran untuk sebuah studio film di AS kemungkinan besar tidak terlalu berbahaya dibandingkan penawaran Nippon Steel terhadap U.S. Steel, yang telah bertentangan dengan politik kepresidenan. Kesepakatan bisa menjadi hal yang masuk akal bagi kedua belah pihak. Namun masih ada beberapa hambatan yang berpotensi sulit, salah satunya adalah regulator antimonopoli dan boardroom drama.

Apollo telah mencoba menawar $26 miliar untuk perusahaan tersebut, termasuk utangnya sebesar $14 miliar. Namun dewan direksi Paramount bulan ini memilih untuk memasuki periode eksklusif 30 hari dengan Skydance Media. Ketidakpastian mengenai opsi pendanaan Apollo mungkin menjadi salah satu alasannya. Dengan pendukung seperti Sony, yang memiliki uang tunai sebesar $6,3 miliar pada neracanya pada bulan Desember, tidak termasuk segmen jasa keuangannya, tawaran tersebut akan lebih sulit untuk diabaikan oleh Paramount.

Kedua perusahaan tersebut belum secara resmi mengajukan penawaran karena periode eksklusif Paramount dengan Skydance akan berakhir bulan depan. Masalahnya adalah struktur perusahaan Paramount. Keluarga Redstone menguasai 77% hak suara Paramount meskipun mereka memiliki kurang dari 10% saham perusahaan.

Dewan Direksi Paramount telah membentuk komite khusus untuk mencoba memastikan bahwa setiap kesepakatan adalah demi kepentingan terbaik seluruh pemegang saham.

Namun potensi penjualan apa pun masih harus menghadapi perbedaan kepentingan keluarga Redstone dan pemegang saham Paramount lainnya. Saham perusahaan telah kehilangan 26% sejak bulan Desember, ketika berita tentang potensi kesepakatan Skydance muncul, yang mencerminkan kekhawatiran tersebut.

Berdasarkan rencana merger, pemilik Skydance akan membayar lebih dari $2 miliar tunai untuk mendapatkan kendali atas 77% saham berhak suara di Paramount dari keluarga Redstone, dan kemudian Paramount akan mengakuisisi Skydance dalam kesepakatan seluruh saham senilai $5 miliar.

Hal ini akan melemahkan pemegang saham Paramount yang ada, sehingga kurang menarik dibandingkan akuisisi tunai yang diusulkan Apollo. Oleh karena itu, potensi masuknya Sony ke dalam pertarungan ini seharusnya memberikan harapan bagi para pemegang saham Paramount.

Ada sinergi yang jelas antara Sony, pemilik studio besar Hollywood, dan Paramount. Mungkin ada penghematan biaya dalam produksi, distribusi dan pemasaran. Bernstein juga mencatat bahwa studio real estate Paramount di Los Angeles bisa bernilai $2 miliar hingga $3 miliar.

Potensi sinergi tersebut memungkinkan Sony dan Apollo mengajukan tawaran yang lebih tinggi. Tidak seperti studio lain, Sony belum terjun ke dalam perang streaming. Sebaliknya, mereka berperan sebagai pedagang senjata, memasok konten ke platform streaming lainnya. Hal ini terbukti menjadi strategi yang sukses. Bekerja sama dengan Paramount akan semakin memperkaya perpustakaan konten Sony.

Pengawasan antimonopoli adalah salah satu potensi kekhawatiran. Pertanyaan lainnya adalah bagaimana Sony akan menangani bisnis streaming dan kabel Paramount.

Namun seperti yang ditunjukkan oleh para analis Bernstein, memiliki Apollo untuk menjalankan permainan ekuitas swasta klasik—yaitu membagi bisnis dan menjual bagian-bagiannya—dapat menjadi kekuatan dalam kemitraan ini. Langkah Sony mungkin tampak oportunistik—tetapi hal ini mungkin akan memberikan kesepakatan yang lebih baik kepada semua orang.

Photo by Avel Chuklanov