Netflix

Netflix Targetkan Masuk Klub $1 Triliun

(Business Lounge – Global News) Netflix sedang bersiap untuk memasuki era baru dalam perjalanannya sebagai raksasa hiburan digital. Dalam pertemuan internal baru-baru ini yang diberitakan oleh The Wall Street Journal dan Bloomberg, perusahaan asal California ini menyampaikan kepada para stafnya target finansial jangka panjang yang ambisius: masuk ke dalam “$1 Trillion Club”—lingkaran eksklusif perusahaan dengan valuasi pasar lebih dari satu triliun dolar AS, sejajar dengan nama-nama besar seperti Apple, Microsoft, dan Nvidia.

Target ini bukan hanya sekadar mimpi kosong. Menurut laporan WSJ, Netflix kini secara aktif memproyeksikan pertumbuhan yang signifikan pada pendapatan, margin keuntungan, dan pertumbuhan langganan globalnya, sambil mempertahankan posisi dominannya dalam pasar streaming yang semakin kompetitif. Sejumlah eksekutif perusahaan juga disebut tengah merumuskan peta jalan menuju valuasi triliunan dolar dengan menjadikan profitabilitas sebagai pendorong utama—berlawanan dengan strategi “pertumbuhan dulu, untung belakangan” yang selama bertahun-tahun menjadi pakem industri teknologi.

Langkah strategis ini dilandasi oleh performa finansial Netflix yang mengesankan dalam beberapa tahun terakhir. Meski sempat mengalami perlambatan pertumbuhan pada 2022, perusahaan berhasil bangkit melalui sejumlah kebijakan penting: peluncuran paket langganan beriklan, pengetatan pembagian akun, serta ekspansi konten non-Inggris yang agresif. Menurut laporan Bloomberg Intelligence, model iklan Netflix kini sudah menjangkau lebih dari 23 juta pengguna global dan mulai menghasilkan pendapatan yang berkontribusi signifikan terhadap arus kas.

Langkah untuk membatasi pembagian kata sandi yang dimulai tahun lalu juga terbukti berdampak positif. Data dari Antenna, sebuah firma riset pasar, menunjukkan bahwa sejak kebijakan tersebut diterapkan, Netflix melihat lonjakan besar dalam pendaftaran akun baru, terutama dari pengguna yang sebelumnya hanya berbagi akses. Dalam laporan keuangan terakhir, Netflix mencatat bahwa kebijakan tersebut berhasil menambah lebih dari 13 juta pelanggan baru hanya dalam satu kuartal, rekor tertinggi sejak perusahaan mulai menyajikan data pertumbuhan.

Dengan margin keuntungan operasional yang mencapai 21% dan arus kas bebas yang stabil, para analis menilai bahwa Netflix kini berada pada posisi yang sangat berbeda dibanding pesaingnya. Disney, misalnya, masih terus merugi dari segmen streaming-nya, sementara Amazon dan Apple, meski memiliki produk streaming, tidak menjadikannya sebagai pilar utama bisnis. Ini memberi Netflix ruang untuk menetapkan narasi bahwa mereka bukan sekadar perusahaan hiburan digital, melainkan pemimpin struktural dalam sektor media global.

Selain itu, Netflix kini juga serius dalam mengeksplorasi area bisnis baru. Dalam laporan eksklusif oleh Financial Times, diketahui bahwa Netflix tengah memperluas lini bisnis live entertainment dan licensing IP. Contohnya, serial Squid Game tak hanya sukses di layar tetapi juga dijadikan taman hiburan interaktif di beberapa kota besar. Perusahaan juga semakin agresif mengembangkan gim video berdasarkan franchise populernya, seperti Stranger Things, dan menggandeng studio besar di Asia dan Eropa untuk memperluas konten lokal yang memiliki daya saing global.

Ambisi untuk masuk klub $1 triliun juga didukung oleh perubahan narasi investor di Wall Street. Para investor kini lebih menghargai perusahaan yang memiliki arus kas positif dan jalur pertumbuhan organik berkelanjutan. Dalam konteks itu, Netflix bukan lagi sekadar perusahaan yang membakar uang demi pelanggan, melainkan pemain matang dengan portofolio global, strategi diferensiasi, dan model bisnis yang terbukti tahan terhadap gejolak ekonomi.

Meskipun begitu, jalan menuju valuasi triliunan dolar tentu tidak mudah. Tantangan tetap ada. Kompetisi dari raksasa seperti Disney+, Amazon Prime, dan HBO Max masih sengit. Di banyak pasar, terutama Asia, model berbasis iklan dan pembajakan konten masih menghambat konversi pelanggan berbayar. Belum lagi tekanan politik dan regulasi yang mulai menyeruak, seperti seruan di Uni Eropa untuk membatasi dominasi konten berbahasa Inggris atau tuntutan pajak digital yang lebih ketat.

Namun, menurut para eksekutif yang dikutip oleh WSJ, tantangan-tantangan tersebut justru memperkuat tekad Netflix untuk bertransformasi menjadi entitas yang tidak hanya relevan dalam dunia hiburan, tetapi juga memiliki bobot struktural dalam lanskap ekonomi digital global. CEO Netflix, Ted Sarandos, dalam salah satu presentasi internal, dikabarkan menegaskan bahwa “Netflix tidak sedang bermain dalam industri streaming—Netflix sedang membentuk masa depan hiburan itu sendiri.”

Jika target ini tercapai, Netflix akan menjadi perusahaan hiburan pertama yang mencapai valuasi $1 triliun secara mandiri—tanpa dukungan dari sektor teknologi atau manufaktur. Dengan strategi yang semakin mengedepankan disiplin finansial, ekspansi produk lintas platform, dan konten lokal yang kuat, Netflix mungkin memang sudah lebih dekat ke garis akhir ambisinya daripada yang selama ini disadari oleh publik dan pasar.