Strategi Pemasaran yang Memanfaatkan Fenomena Spaving

(Business Lounge Journal – Marketing)

Spaving  adalah istilah yang berasal dari gabungan kata “spending” (pengeluaran) dan “saving” (penyimpanan), yang sering digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi ketika seseorang berusaha menghemat uang tetapi dalam prosesnya justru menghabiskan lebih banyak. Misalnya, ketika seseorang membeli barang dengan diskon besar, mereka merasa telah “menghemat” uang, padahal sebenarnya mereka mengeluarkan uang untuk barang yang mungkin tidak mereka butuhkan.

Spaving, Suatu Fenomena

Spaving itu sendiri bukanlah strategi pemasaran, tetapi fenomena yang sering dimanfaatkan dalam strategi pemasaran. Banyak perusahaan menggunakan teknik diskon, bundling, dan penawaran terbatas waktu untuk menarik perhatian konsumen, yang dapat membuat mereka merasa seolah-olah mereka berhemat ketika sebenarnya mereka hanya terdorong untuk membeli lebih banyak barang.

Jadi, spaving dapat terjadi sebagai efek samping dari taktik pemasaran yang agresif, yang sementara tampak menguntungkan bagi konsumen namun pada akhirnya dapat berujung pada pengeluaran yang lebih tinggi daripada yang sebenarnya diperlukan.

Berikut adalah beberapa contoh nyata mengenai spaving yang mungkin sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari:

  1. Pembelian Diskon

Seseorang melihat penawaran diskon 50% di sebuah toko untuk pakaian. Meskipun tidak ada rencana untuk membeli pakaian baru, mereka merasa bahwa ini adalah kesempatan yang mungkin tidak akan datang lagi, sehingga membeli beberapa item yang tidak diperlukan.

  1. Promo “Beli 1 Gratis 1 (buy 1 get 1 free)”

Saat berbelanja, seseorang melihat promo “beli 1 gratis 1” untuk makanan ringan. Karena merasa mendapatkan keuntungan, mereka membeli dua bungkus meskipun hanya ingin satu, dan pada akhirnya makanan tersebut mungkin tidak terpakai dan hanya akan terbuang.

  1. Keanggotaan Kartu Diskon

Seorang konsumen mendaftar untuk keanggotaan kartu diskon yang menawarkan potongan harga untuk berbagai barang. Namun, untuk mendapatkan manfaat dari kartu tersebut, mereka berakhir membeli barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan hanya untuk “memanfaatkan” keanggotaan tersebut.

  1. Belanja Online

Saat berbelanja online, seseorang menemukan situs yang menawarkan pengiriman gratis untuk pembelian di atas jumlah tertentu. Mereka merasa terdorong untuk membeli barang tambahan yang tidak ada dalam daftar belanja awal hanya untuk mendapatkan pengiriman gratis.

  1. Mengikuti Tren

Seseorang melihat teman-teman atau influencer menggunakan produk terbaru yang sedang tren. Mereka merasa tertinggal jika tidak memiliki barang tersebut dan akhirnya membelinya meskipun tidak benar-benar membutuhkannya.

  1. Merayakan Diskon Khusus

Seorang pelanggan melihat promo besar-besaran saat ulang tahun toko. Meskipun sudah memiliki cukup banyak barang, mereka membeli beberapa barang tambahan karena merasa mendapat tawaran yang terlalu menarik untuk dilewatkan.

Contoh-contoh ini menggambarkan bagaimana spaving dapat membuat seseorang mengeluarkan uang lebih banyak di saat mereka merasa sedang menghemat uang, karena keputusan belanja yang tidak didasari pada kebutuhan yang sebenarnya.  Dan inilah memang yang diinginkan oleh penjual. Bila spaving terjadi maka  penjualan pun meningkat.

Iklan yang Menggiurkan

Berikut ini adalah contoh iklannya yang menggiurkan sehingga seseorang terjebak “spaving”

  1. Iklan Flash Sale

Contoh: Sebuah situs e-commerce mengumumkan “Flash Sale” yang hanya berlangsung selama 24 jam dengan diskon hingga 70% untuk berbagai produk. Pengguna yang melihat iklan ini merasa tertekan oleh waktu dan merasa perlu segera membeli barang, meskipun mereka tidak benar-benar membutuhkan produk tersebut.

  1. Promo “Beli 2, Diskon 50% untuk yang Ketiga”

Contoh: Toko kosmetik menawarkan promo “Beli 2, Dapatkan Diskon 50% untuk produk ketiga.” Seorang konsumen yang hanya berencana membeli satu produk mungkin tergoda untuk membeli lebih banyak hanya karena melihat diskon yang menarik, sehingga menghabiskan uang untuk barang yang tidak diperlukan.

  1. Bundling Produk

Contoh: Sebuah restoran menawarkan paket bundling makanan, seperti “Beli Pizza + 2 Minuman + 1 Dessert hanya seharga Rp100.000.” Konsumen bisa merasa bahwa mereka mendapatkan nilai lebih, dan mungkin membeli paket tersebut meskipun mereka hanya datang untuk satu pizza.

  1. Iklan Dengan Testimonial

Contoh: Sebuah merek jam tangan menggunakan influencer terkenal untuk mempromosikan produknya dengan klaim bahwa ini adalah jam tangan terpopuler dan harus dimiliki. Penonton mungkin merasa terpengaruh untuk membeli meskipun mereka tidak memerlukan jam tangan baru.

  1. Situs Berbasis Keanggotaan

Contoh: Website keanggotaan menggunakan penawaran terbatas, seperti “Daftar sekarang dan dapatkan diskon 30% untuk pembelian pertama.” Banyak orang mendaftar untuk mendapatkan diskon meskipun mereka hanya ingin mencoba satu barang, seringkali berujung membeli barang-barang lain yang tidak perlu.

  1. Iklan Musiman

Contoh: Saat mendekati hari raya, banyak retailer mempromosikan diskon besar pada produk tertentu seperti pakaian, dekorasi, dan makanan. Meski konsumen tidak berencana untuk membeli, dorongan kuat dari iklan membuat mereka merasa perlu untuk berinvestasi dalam produk-produk tersebut untuk merayakan.

  1. Penawaran Terbatas

Contoh: Situs e-commerce sering menggunakan penghitungan mundur untuk penawaran terbatas, misalnya “Hanya tersedia 10 unit lagi!” Hal ini mendorong konsumen untuk membeli secara impulsif, meski produk tersebut tidak masuk dalam daftar kebutuhan mereka.

Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana periklanan yang menarik dan strategis dapat memengaruhi pengambilan keputusan konsumen, mendorong mereka untuk membeli barang yang biasanya tidak mereka butuhkan. Prilaku konsumenpun semakin konsumtif.

Psikologi Diskon

Prilaku konsumen ini  yang disebut psikologi diskon ini adalah bidang yang telah dipelajari oleh berbagai disiplin ilmu, termasuk psikologi, pemasaran, dan ekonomi. Penelitian tentang bagaimana orang bereaksi terhadap diskon dan promosi telah berlangsung selama beberapa dekade. Berikut adalah beberapa aspek penting mengenai siapa yang mempelajari psikologi diskon, bagaimana sejarah perkembangannya, serta referensi penelitian dan buku yang relevan.

Banyak psikolog, ekonom dan peneliti pemasaran yang berfokus pada perilaku konsumen mempelajari bagaimana diskon memengaruhi keputusan pembelian. Ini termasuk analisis motivasi, persepsi nilai, dan keputusan emosional.

Penelitian awal tentang perilaku konsumen dan dampak harga dimulai pada tahun 1960-an. Seiring dengan munculnya teknik pemasaran modern, semakin banyak penelitian dilakukan untuk memahami bagaimana faktor-faktor seperti harga dan diskon memengaruhi konsumen.

Penelitian tentang psikologi diskon mulai berkembang pesat di tahun 1980-an dan terus berlanjut hingga saat ini, dengan semakin banyak studi empiris yang dilakukan untuk mengkaji respons emosional dan kognitif konsumen terhadap penawaran diskon.

Berikut adalah beberapa buku dan penelitian yang membahas psikologi diskon dan perilaku konsumen

  1. “Predictably Irrational” oleh Dan Ariely

Buku ini menjelajahi bagaimana manusia sering kali tidak bertindak sesuai dengan logika ekonomi dan bagaimana berbagai faktor, termasuk diskon, dapat memengaruhi pengambilan keputusan.

  1. “Why We Buy: The Science of Shopping” oleh Paco Underhill

Underhill mengamati pola belanja di toko fisik dan bagaimana diskon serta tata letak toko memengaruhi perilaku konsumen. Buku ini membahas banyak aspek psikologi konsumen.

  1. Penelitian oleh Richard Thaler

Richard Thaler, seorang pemenang Nobel di bidang Ekonomi, banyak meneliti perilaku konsumen dan keputusan yang diambil di bawah ketidakpastian. Beberapa artikel dan bukunya membahas bagaimana konsumen bereaksi terhadap perubahan harga.

  1. Studi Empiris tentang Diskon

Ada banyak jurnal penelitian di bidang pemasaran yang menerbitkan studi tentang dampak diskon, seperti “Journal of Consumer Research” dan “Marketing Science.” Beberapa studi menunjukkan bahwa diskon tidak hanya memengaruhi keputusan pembelian tetapi juga persepsi nilai dari produk.

Konsep Kunci

Sangat menarik bahwa konsumen sering kali dipengaruhi oleh persepsi nilai ketika menghadapi diskon. Diskon dapat meningkatkan rasa urgensi dan mengubah cara konsumen mengevaluasi produk.

Di samping itu diskon  juga dapat mengurangi rasa risiko yang terkait dengan pembelian produk baru. Ketika harga suatu barang lebih rendah, konsumen lebih cenderung mengambil risiko untuk mencoba produk tersebut.

Fenomena Spaving ini  memang tidak dapat disangkali akan membawa keuntungan bagi perusahaan.