(Business Lounge Journal – Entrepreneurship)
Ketika Martin Shkreli memutuskan untuk menaikkan harga obat HIV yang menyelamatkan nyawa dari $13,50 menjadi $750 per pil dalam semalam, masyarakat langsung menganggap tindakannya tidak etis. Namun, Shkreli sendiri melihat keputusannya sebagai tanggung jawab untuk kepentingan terbaik perusahaannya dan pemegang saham. Meskipun keputusan tersebut sah secara hukum, tindakannya mendapat kecaman luas dari publik.
Sebagai seorang pengusaha, apakah Shkreli seharusnya lebih peduli terhadap keberlanjutan bisnisnya atau memastikan obat tetap terjangkau bagi pasien? Pertanyaan ini menyoroti dilema etika dalam dunia bisnis. Apakah keputusan menaikkan harga obat hingga 5.000 persen benar-benar untuk kepentingan bisnis? Apakah Shkreli mempertimbangkan semua aspek—etika, hukum, keuangan, reputasi, dan politik—sebelum mengambil keputusan?
Pemangku Kepentingan dalam Etika Bisnis
Dalam dunia bisnis, penting untuk memahami perbedaan antara pemegang saham (shareholder) dan pemangku kepentingan (stakeholder). Pemegang saham adalah individu atau entitas yang memiliki saham dalam perusahaan, sedangkan pemangku kepentingan mencakup semua pihak yang memiliki kepentingan dalam bisnis, termasuk karyawan, pelanggan, komunitas, dan pemerintah.
Konsep tradisional yang dikenal sebagai “primasi pemegang saham” menekankan bahwa satu-satunya tujuan perusahaan adalah memaksimalkan keuntungan bagi pemegang saham. Namun, pandangan ini semakin berkembang menuju pendekatan yang lebih inklusif dengan mempertimbangkan semua pemangku kepentingan dalam pengambilan keputusan bisnis. Sebagai contoh, Business Roundtable, sebuah kelompok CEO dari perusahaan besar di Amerika Serikat, merilis pernyataan bahwa mereka berkomitmen untuk memberikan dampak positif bagi pekerja, keluarga, komunitas, dan bisnis secara keseluruhan.
Menjadi Pengusaha yang Etis
Menjadi pengusaha yang etis berarti menjalankan bisnis dengan menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan sosial. Hal ini mencakup kejujuran dalam bertransaksi, kepedulian terhadap kesejahteraan karyawan, serta kontribusi bagi masyarakat dan lingkungan.
Etika bisnis bukan hanya tentang mematuhi hukum, tetapi juga tentang melakukan hal yang benar. Seorang pengusaha yang etis akan:
- Bersikap jujur dan transparan kepada pelanggan, mitra bisnis, dan karyawan.
- Menghargai hak-hak pemangku kepentingan, termasuk memberikan upah yang adil kepada karyawan dan menyediakan produk serta layanan yang berkualitas.
- Berperan aktif dalam komunitas, seperti melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan kegiatan filantropi.
- Menjalankan bisnis dengan integritas, memastikan bahwa keputusan diambil berdasarkan prinsip keadilan dan kesejahteraan bersama.
Hubungan Antara Etika dan Keberhasilan Bisnis
Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang beroperasi secara etis cenderung lebih sukses dalam jangka panjang. Studi tentang “World’s Most Ethical Companies” (WMEC) mengungkapkan bahwa perusahaan yang menerapkan etika bisnis yang baik memiliki kinerja finansial yang lebih baik dibandingkan pesaingnya. Kepercayaan yang dibangun melalui praktik bisnis yang adil dan bertanggung jawab dapat meningkatkan loyalitas pelanggan, motivasi karyawan, serta reputasi perusahaan di mata investor.
Sebagai contoh, perusahaan yang menerapkan pembagian keuntungan kepada karyawan sering kali memiliki tenaga kerja yang lebih produktif dan loyal. Demikian pula, pelanggan lebih cenderung mendukung bisnis yang dianggap memiliki dampak positif bagi masyarakat.
Membangun Kompas Moral dalam Bisnis
Kompas moral adalah kesadaran dan kemampuan individu untuk membedakan antara benar dan salah dalam situasi sulit. Pengusaha yang memiliki kompas moral yang kuat akan selalu mempertimbangkan dampak etis dari setiap keputusan bisnis yang diambil.
Untuk membangun kompas moral dalam bisnis, seorang pengusaha perlu:
- Menyediakan pelatihan etika bagi karyawan agar mereka memahami standar perilaku yang diharapkan.
- Menerapkan sistem penghargaan dan sanksi yang mendorong perilaku etis.
- Menjalin komunikasi terbuka dalam organisasi sehingga setiap anggota merasa nyaman untuk melaporkan praktik yang tidak etis.
- Menjadi teladan dalam kepemimpinan, menunjukkan bahwa integritas adalah nilai yang dijunjung tinggi dalam perusahaan.
Menjadi pengusaha yang sukses bukan hanya soal menghasilkan keuntungan, tetapi juga tentang bagaimana bisnis dijalankan dengan etika dan tanggung jawab sosial. Pengusaha yang etis akan selalu mempertimbangkan dampak keputusannya terhadap semua pemangku kepentingan, bukan hanya pemegang saham. Keberhasilan bisnis dalam jangka panjang bergantung pada reputasi, kepercayaan, dan hubungan baik dengan pelanggan, karyawan, serta komunitas.
Dengan menerapkan prinsip etika dalam bisnis, pengusaha tidak hanya membangun perusahaan yang berkelanjutan tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.