Masa Depan Kesehatan Digital: Telehealth dan Genomik Dorong Generasi Muda Menjadi Lebih Preventif

(Business Lounge Journal – News and Insight)

Survei terbaru mengungkapkan bahwa 69% generasi muda Indonesia kini memanfaatkan layanan telehealth, sebagian besar melalui lebih dari satu aplikasi. Hal ini menunjukkan perubahan pola perilaku dalam mengakses layanan kesehatan yang lebih cepat, mudah, dan berbasis teknologi. Selain itu, 6 dari 10 anak muda menggunakan smartwatch untuk memantau kesehatan, serta 73% mulai peduli pada kesehatan mental melalui aplikasi digital. Kesadaran ini mencerminkan pergeseran menuju gaya hidup preventif yang lebih sadar akan pentingnya menjaga kesehatan fisik dan mental.

Dalam acara Power Lunch: “Healthtech—Melampaui Batas Inovasi”, yang diselenggarakan oleh GDP Venture, para ahli kesehatan, teknologi, dan pemerintah membahas bagaimana inovasi seperti telehealth dan genomik dapat merevolusi pendekatan kesehatan di Indonesia. Setiaji, Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan RI, menyoroti peran pemerintah dalam mendorong layanan kesehatan berbasis digital melalui program Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG). Program ini diluncurkan pada Februari 2025 untuk mendeteksi dini penyakit tidak menular, dengan target 60 juta penduduk pada tahun pertama dan 200 juta penduduk dalam lima tahun ke depan.

Menurut Suwandi Ahmad, Chief Data Officer Lokadata.id, kesadaran generasi muda terhadap kesehatan semakin meningkat pascapandemi. “Sebanyak 43% anak muda kini memeriksakan kesehatan setidaknya sekali setahun, dan 24% sudah menerapkan gaya hidup sehat melalui olahraga rutin, pola makan seimbang, dan tidur yang cukup,” ujarnya. Suwandi menambahkan bahwa tren ini menandai pergeseran dari penanganan penyakit ke pendekatan preventif dan holistik yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup.

Levana Sani, CEO Nalagenetics, menjelaskan bahwa teknologi genomik memainkan peran penting dalam kesehatan preventif. “Sekitar 40% penyakit dipengaruhi faktor genetik. Analisis genomik memungkinkan deteksi risiko kesehatan secara dini sehingga individu dapat mengambil langkah pencegahan lebih awal,” katanya. Nalagenetics mengembangkan solusi DNA untuk mencegah penyakit kronis seperti kanker, penyakit kardiovaskular, dan neurodegeneratif, dengan pendekatan berbasis komunitas.

Di sisi lain, layanan telehealth seperti Halodoc semakin memperluas akses kesehatan melalui inovasi seperti homecare—tes darah, vaksinasi, kunjungan dokter, hingga immune booster di rumah. Alfonsius Timboel, COO Halodoc, menjelaskan pentingnya edukasi masyarakat mengenai kesehatan digital, terutama di daerah terpencil. “Literasi digital menjadi tantangan utama, namun kolaborasi lintas sektor dapat mempercepat penyebarannya agar manfaat teknologi kesehatan dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat,” ujarnya.

Meskipun adopsi teknologi semakin luas, keamanan data tetap menjadi prioritas. Nalagenetics, misalnya, telah menerapkan standar ISO 27001 untuk melindungi privasi pasien. Kementerian Kesehatan RI juga memperkenalkan sandbox untuk memastikan layanan telehealth yang digunakan masyarakat memenuhi standar keamanan dan keandalan melalui sertifikasi resmi.

Pendekatan berbasis teknologi tidak hanya fokus pada inovasi alat, tetapi juga pada kebijakan untuk mendukung pengembangan layanan kesehatan digital. Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam mengembangkan konsep Health Checking, sistem mirip BI Checking yang memungkinkan individu mengakses rekam medis secara transparan dan aman.

Pada akhirnya, inovasi teknologi seperti telehealth dan genomik diharapkan menjadi pilar utama dalam meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia. Menurut prediksi, pada tahun 2040, 60% anggaran kesehatan global akan diarahkan pada langkah-langkah preventif. Dengan potensi besar yang ada, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi kunci untuk mewujudkan layanan kesehatan yang lebih inklusif, efisien, dan terjangkau bagi semua.